Jeongyeon dan Taehyung

167 11 6
                                    


Taehyung belum mengenalnya terlalu baik secara personal. Mereka pertama kali bertemu pada Tour de FIB sembilan bulan yang lalu. Jeongyeon yang menjadi pendamping padukuhan bagi sekitar dua puluhan mahasiswa baru dan Taehyung yang kedapatan tugas jaga di stand milik badan semi otonom bidang jurnalistik yang ia ikuti, Dian Budaya. Pada saat itulah mereka akhirnya menyadari tentang satu sama lain. Sungguh tidak wajar karena Taehyung yang belajar di Departemen Antropologi Budaya hanya berada di dua lantai di atas Jeongyeon yang Arkeologi, bahkan Jeongyeon sering kali menghadiri kelas di lantai tiga. Meski setelah selama itu, mereka masih tidak pernah bicara. Mungkin sedikit anggukan dan pengakuan atas keberadaan satu sama lain. Bahkan ketika mereka berada di tim yang sama pada penelitian lapangan di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara juga Jeongyeon bukan orang yang mudah didekati menurutnya, namun yang Taehyung ketahui dengan pasti adalah Jeongyeon orang yang tulus.

Maka ketika Taehyung melihat Jeongyeon sesenggukan di loteng, tempatnya biasa menunggu matahari mengintip dari timur seraya membisikan sedikit harapan atas terik yang akan datang, intuisinya mendesak untuk segera menghampiri Jeongyeon. Hanya saja raganya memaku di tempat. Menolak untuk melangkah barang sejengkal. Nurani dan akal sehatnya terus berseteru. Taehyung harus menolong temannya yang kesusahan, Taehyung harus biarkan Jeongyeon memperbaiki situasinya sendiri, Taehyung harus menghibur Jeongyeon agar kembali tenang, Taehyung harus kembali ke kamar dan urusi saja urusannya sendiri.

Begitu lamanya Taehyung berdiri di mulut pintu, berdebat dengan batin tentang haruskah ia maju menuju Jeongyeon atau mundur ke kamarnya sendiri. Hingga ia tak sadar bahwa temannya itu sudah membalikan badan dan sekarang sedang tercekat seraya menatapnya ngeri.

"Hehe." Ia hanya menggaruk kepala dan memandang temannya yang menunduk seraya mengusap pipi yang basah.

"Kamu udah di situ dari kapan?" tanya Jeongyeon, merasa telanjang di depan Taehyung yang baru saja menyaksikan momen paling rapuh dalam hidupnya. Taehyung mungkin saja sudah berdiri di sana sejak pertama Jeongyeon melakukan panggilan telepon ke neraka itu dan menikmati saat-saat Jeongyeon merasa hidupnya dipecundangi sampai mampus.

"Ng... Nggak lama..." Taehyung yang makin merasa kikuk, dan fakta bahwa Jeongyeon kembali berkaca-kaca, tidak membantu situasi sama sekali.

Mereka hanya saling menatap. Terperangkap oleh kesadaran diri masing-masing, dan air mata di pelupuk yang semakin menggantung. Sampai akhirnya pertahanan diri Jeongyeon yang terlampau rapuh itu ambruk dan Taehyung tak punya pilihan selain menangkapnya dalam dekapan. Ia tak enak hati, Taehyung merasa tidak berguna di depan temannya itu, hanya membiarkan Jeongyeon membuang sisa-sisa kecewa di bahunya yang sekarang basah kuyup. Ketika Jeongyeon sudah benar-benar tenang dan tidak lagi mengeluarkan air mata sebelum Taehyung menguji peruntungannya.

"Tae!"

Otot punggungnya serasa kaku juga ngilu di beberapa tempat. Siraman cahaya matahari menghangatkan wajahnya. Taehyung masih belum selesai memproses apa yang sedang terjadi saat itu ketika ia kembali mendengar suara Lee Hayi, adik tingkatnya di Antropologi, dari jarak dekat dan sedikit mengguncangkan bahunya yang tidak dibebani.

"Taehyung! Kamu dicariin supervisor dari tadi! Cepet, bangun!"

Lalu Taehyung pun teringat tentang semalam dan berada di mana ia saat ini, ketika Jeongyeon yang sedari tadi tertidur pulas di bahu kirinya mulai bangkit dan mengusap kedua mata.

"Bu Anna juga udah mau OTW ke sini." Lanjut Hayi, sontak membuat Taehyung merasa segar tanpa perlu cuci muka atau gosok gigi. Ia berdiri dengan seketika dan hampir jatuh kembali karena masih banyak bagian tubuhnya yang belum terbangun.

"Bakal ditanya tentang data harian nggak, ya?" kali ini Jeongyeon yang bertanya.

"Nggak, kok, kayaknya, Mbak. Turun, yuk. Terus sarapan." Balas Hayi, lalu bangkit dan bergerak ke arah tangga. Taehyung, yang tak henti-hentinya bergumam soal dosen pembimbing dan bagaimana mereka tak pernah memberi peringatan awal tiap kali mau berkunjung, benar-benar tidak menyadari tatapan curiga yang sesekali dilayangkan Hayi.

***

A/N: Heya, teman-teman! Maafin yah karena it took too long dan berakhir hanya 500 kata-ish. Setelah melalui banyak pertimbangan, aku berakhir mengambil satu porsi besar di tengah-tengah dan memutuskan untuk nggak memasukannya di sini. Mungkin aku akan bikin satu bab khusus tentang apa yang Jeongyeon dan Taehyung omongin di antara Jeongyeon nangis dan Taehyung bangun tidur, tapi entahlah. 

Oh, iya. Aku juga ingin kasih keterangan kalau kejadian ini terjadi sekitar bulan Mei sebelum UAS-UASan and everything tapi masih di dalam waktu efektif kegiatan belajar mengajar di kampus. Yaaah.. udah gitu aja.. Semoga kalian suka. Apabila ada kritik atau saran atau komentar apapun jangan sungkan-sungkan ya, aku paling suka kalau ada yang memberi kritikan eheuheuehue.

Kapal Karam Gagal TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang