Hanya Jungkook

129 9 8
                                    


Hey. Sebelum mulai, aku ingin minta maaf karena hiatus tanpa pemberitahuan apapun. Beberapa bulan ke belakang aku lagi nggak baik-baik aja dan akhirnya mengacaukan prioritasku. Tapi sekarang aku udah balik lagi! Makasih banyak ya karena udah mau nungguin aku! :D

⚠️

Warning: Bakal ada bagian di mana karakter mengonsumsi zat psikotropika, maka kebijakan pembaca sangat disarankan. Pugjimint nggak mendukung penyalahgunaan konsumsi zat psikotropika apapun terutama tanpa pengawasan atau rekomendasi dokter.

⚠️

💭 now that we got it out of the way, LET'S GET STARTED, SHALL WE?! 💭

Garasi mobil sungguh bising, ok? Jungkook hanya butuh sekitar lima menit dari sisa waktu yang dimilikinya untuk berselonjor di lantai. Hanya butuh itu saja kok, sebelum ia harus kembali ke karpet lusuh yang berperan sebagai panggung bagi para penampil.

Jadi perkap tuh seru tapi badanku yo kesel, batin Jungkook.

Memang, seluruh bagian cair dalam dirinya lebih memilih untuk diam di kamar kos, di depan monitor komputer, sambil meneruskan peta terakhir Warcraft: The Frozen Throne*  yang ia tinggalkan. Atau menyelesaikan tugas laporan praktikum untuk lusa juga tidak apa. Asal jangan di sini, bolak-balik mondar-mandir, desak-desakan cuma untuk masang ampli, terus manjat pilar untuk benerin halogen. Kulitnya yang lengket disebabkan peluh yang terlambat diusap membuat angin malam makin girang untuk menggigiti. Kalau bukan karena BTS**.

Sebagian tubuhnya yang lain hanya ingin protes. Jungkook merasa kalau kerumunan yang berdendang dengan Dewi Sri, band yang sedang menampilkan lagu-lagu orisinil mereka, tidak sinkron sama sekali. Kerumunan itu bukan untuk mereka, kerumunan itu juga bukan untuk Jungkook. Dari sisi lain garasi, Jungkook memejamkan mata dan menyesap sayup-sayup lantunan suara Mbak Sejeong yang ditempa dengan cantiknya. Persetan lah dengan orang-orang yang datang ke tempat ini hanya karena ingin keberadaannya divalidasi. Jungkook memang bukan orang yang paham betul soal musik untuk berkata seperti ini, tapi mereka perlu dibaptis oleh Dewi Sri setelah bertahun-tahun dicekoki Raisa dan Isyana Sarasvati.

"Cuk."

Panggilan dari temannya itu lantas membuat Jungkook perlahan tersenyum dan membuka mata.

"Kamu kok cak-cuk, cak-cuk, gitu sih sama aku. Biasanya juga cay." Balas Jungkook seraya menggoda Kim Mingyu, mahasiswa prodi Pariwisata 2015 yang sudah berteman karib dengan Jungkook sejak zaman penerimaan mahasiswa baru, alias PPSMB.

"Najis."

Jungkook hanya terkekeh mendengar balasan temannya itu. Selama tinggal di Jogja, Mingyu biasanya tidak masalah tuh kalau menggunakan kata ganti orang 'aku-kamu' ketika berinteraksi dengan orang lain, apalagi dengan para perempuan. Tapi dengan Jungkook, si makhluk diaspora asal Banyuwangi-Jogja yang hanya sempat tinggal di Jakarta tidak lebih dari dua setengah tahun itu, selalu membuat Mingyu bergidik jika Jungkook lepas dari 'gue-lo'-nya.

"Kaga stand by, lo?" Tanya Mingyu seketika setelah ia terduduk di atas lantai keramik bersebelahan dengan Jungkook.

"Iya, sebelum Tetris naik gue baru ke depan-EH! Eh, jangan digulung gitu, dong! Ada tulisan gue tuh!"

Jungkook meraih sebuah zine*** dalam genggaman Mingyu. Beberapa halamannya sudah kusut karena terlipat-lipat, Jungkook dengan hati tercekat berusaha membuatnya lurus kembali. Mungkin memang tidak begitu berarti bagi siapapun yang menyisihkan dua puluh ribuan mereka untuk cetakan ke-sekian milik Kolektif BTS itu, namun bagi Jungkook yang baru pertama kali merasakan bagaimana tulisannya dimuat bersama tulisan-tulisan lain yang jauh lebih bermutu, Jungkook hanya bisa berdecak. Bangga sekaligus tidak percaya.

Kapal Karam Gagal TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang