6. Ketinggalan

19 1 0
                                    

Dean yang sedang asik bermain PS, menjadi terganggu akibat Zea yang tengah asik merusuhinya.

"Yaan, temenin gue please..." Zea memohon pada Dean serta menarik-narik ujung kaos Dean sehingga membuat konsentrasi Dean terganggu saat bermain PS.

"Pergi sendiri kek--mampus anjing! Gol!!" Pekik Dean saat ia berhasil mencetak gol dan mendapat skors 2:0 di game football nya.

"Dean babi ayokkkk!!" Zea menarik kerah baju Dean dan membuatnya terhuyung ke belakang.

"Anjing sakit bego!" Tukas Dean. Karena sudah merasa kesal dengan Zea, Dean pun mencampakkan stick PS nya ke sembarang tempat dan pergi meninggalkan Zea, menuju kamarnya.

Zea mem-poutkan bibirnya. Ia tahu saat ini Dean sangat marah padanya. Dean paling anti jika di ganggu saat main PS. Jika ada yang mengganggunya, sudah dipastikan orang tersebut akan dimusnahkan oleh Dean. Tapi tidak dengan Zea. Walaupun Zea mengganggunya, Dean tak berani untuk memukulnya. Paling tidak Dean akan mendiami Zea.

Krukkk...

"Sial! Laper banget gue!" Zea mengusap-usap perutnya beberapa kali.

Saat ini tak ada satu pun makanan di rumahnya. Makanan tadi pagi yang dimasak pembantunya sebelum ia izin pulang kampung, telah habis. Dia memikirkan untuk delivery tapi dia tidak suka junkfood. Dan pilihan terakhirnya adalah untuk pergi ke restoran. Masalahnya dia tidak tahu naik apa. Bensi motornya habis dan dia juga tidak terlalu mahir dalam mengendarai mobil. Sedangkan Dean tidak mau menemaninya pergi. Lengkap sudah penderitaanya.

Zea melangkahkan kakinya menuju kamar Dean. Bagaimana pun ia harus meminta maaf padanya
"Dean, gue minta maaf ya." Kata Zea dari balik pintu kamar Dean yang sedang tertutup itu.

"Dean...keluar dong." Zea mengetuk pintu kamar Dean beberapa kali, dan masih tak ada sahutan dari dalam.

Akhirnya Zea pun mencoba membuka pintu kamarnya dan ternyata tak dikunci. Zea pun masuk ke dalamnya dan mendapati Dean sedang bergelung di dalam selimutnya. Zea pun ikut masuk ke dalam selimutnya dan memeluk Dean yang tengah membelakanginya. Bagai manapun, saat ini ia harus membujuk Dean.

"Dean sayangku cintakuu...maafin gue yaaah." Zea mempererat pelukannya pada Dean. Dean masih bergeming.

"Dean yang gantengnya melebihi jebe, maafin gue please..." Kata Zea sedih. Ia tidak suka kalau didiami oleh Dean.

"Awas lo." Suara dingin dan datar Dean akhirnya keluar. Dean pun menyingkirkan tangan Zea yang tengah memeluknya itu.

Zea menghembuskan napasnya kasar. Ingin sekali ia menangis saat ini. Akhirnya ia pun turun dari tempat tidur Dean.

"Yaudah! Gue pergi sendiri! Gitu doang langsung ngambek. Ntar kalo ada apa-apa sama gue jangan salahin gue!" Bentak Zea dengan nada yang sudah gemetar akibat menahan tangisnya.

"Bodo amat." Sahut Dean acuh, dari dalam sana.

Mendengar itu, pertahanan Zea untuk tidak menangis bablas seketika. Air matanya sudah meluruh di pipinya. Baru kali ini Dean memperlakukannya seperti ini. Tidak biasanya Dean bersikap seperti itu padanya. Kalau biasanya, jika Zea membujuknya, Dean tidak akan bisa marah lebih lama pada Zea.

"Mati aja lo bangsat!" Umpat Zea serta keluar dari kamar Dean dengan membanting pintu kamar dengan keras.

Apa boleh buat, Zea harus pergi menaiki mobil. Apapun resikonya ia sudah tak peduli lagi.

***

Zea yang sudah sampai di restoran langsung menjejakkan bokongnya di kursi restoran. Dia masih gemetaran akibat mengendarai mobil tadi. Berbagai macam pikiran buruk mengampiri otaknya saat mengendarai mobil. Bagaimana kalau ia nanti kecelakaan? Bagaimana kalau ia menabrak sesuatu? Dan nyatanya ia sampai dengan selamat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just A Dream? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang