Chapter 3

1K 78 2
                                    

*Annabeth’s POV*

Kalau kita jatuh cinta dengan sahabat sendiri apakah itu salah? Tapi disisi lain kita juga masih mencintai seorang laki-laki lain. Normalkah itu?

Aku berbicara tentang diriku sendiri. Belakangan ini aku dilanda dilema yang cukup rumit. Aku harus menghadapi kenyataan bahwa aku mulai menyukai Jack dengan perhatiannya yang berlebihan itu untukku, sementara itu hatiku masih mencintai sesosok Niall Horan. Sungguh, aku sudah seperti anak abg labil saja.

Jack.

Dia lelaki yang cukup menawan. Dia juga atlet di kampus dan banyak didambakan gadis-gadis dikampus. Semuanya ingin dekat dengannya. Jack itu anak populer, sementara aku hanya gadis biasa yang beruntung bisa menjadi sahabatnya. Sahabat. Ah, itu terlalu menyakitkan. Bagaimana jika Jack menjadi lebih dari sahabatku? Tidak, tidak. Mana mungkin Jack mau denganku. Dia hanya tinggal memilih gadis mana yang disukainya. Dan itu tidak mungkin aku.

Ah, Annabeth. Kau ini memikirkan apa sih?! Imajinasimu itu terlalu berlebihan!

Aku melirik kearah Jack yang sedang mengemudi mobilnya. Hari ini Jack memintaku untuk menemaniku ke sebuah acara amal yang diadakan kampus di salah satu panti asuhan, dan kebetulan Jack adalah ketua panitianya. Aku tidak bisa menolak karena Jack sudah terlalu baik padaku, jadi aku harap jika aku menemaninya itu bisa membalas sedikit dari semua kebaikannya. Dan sialnya, kami terjebak macet. Sudah setengah jam aku dan Jack berada di kemacetan kota London ini.

“Kau ketahuan sedang melirikku, Annabeth.” Kata Jack tiba-tiba.

Aku langsung salah tingkah begitu Jack melihatku sambil menahan tawanya. Aku malu sudah tertangkap basah melirik Jack. Bisa-bisa habis diejek aku olehnya. “Oh ya? Kenapa kau geer sekali Jackson? Aku tidak melirikmu kok,” cibirku.

“Sudahlah tidak usah berbohong. Aku tau kok aku ini tampan jadi kau pasti senang melihat wajahku ini kan?”

Tawaku langsung meledak. “Haha! Tampan? Siapa yang berkata begitu? Aku tidak pernah mengatakan begitu. Kau itu hanyalah seorang laki-laki yang usil setengah mati dan selalu menggangguku dengan lelucon-leluconmu yang konyol itu,”

Jack mendengus, “Tapi semua orang bilang kalau aku tampan kok.” Katanya santai.

Aku mengangkat bahu, “Itu kan orang lain, bukan aku.”

“Ya sudah terserahmu saja.” Kata Jack akhirnya. “Anyway ini mobil kita tidak bergerak dari tadi,”

“Entahlah. Aku bosan sekali, Jack.”

“Bagaimana kalau kita bermain? Truth or Dare mungkin?”

Aku menggeleng cepat, “Tidak, aku tidak mau main itu.” Jack pun tertawa. “Kenapa? Kau takut ya? Hahaha, ternyata Annabeth pengecut juga,”

Mukaku memerah. “Fine! Ayo kita main, aku bukan pengecut tau.”

Jack lalu mengambil dua batang korek api yang kebetulan ada dimobilnya. Lalu dipatahkannya salah satu ujung korek api tersebut, sementara korek yang satunya lagi masih utuh dan tidak rusak sedikit pun. Ia pun menggengam kedua batang korek tersebut dan menyisakan sedikit ujungnya agar terlihat.

“Nah, pilih korekmu.”

Dengan ragu aku mengambil salah satu korek tersebut dan... Damn it! Aku mendapat batang korek api yang sudah patah, dan itu artinya akulah yang pertama kali harus melaksanakan hukuman Truth or Dare.

“Okay, Truth or Dare, Annabeth?”

Aku berpikir sejenak. Kalau aku memilih Truth, aku takut Jack menanyakanku hal-hal aneh nantinya. Secara, Jack itu terkenal karena keusilannya. Dan bisa-bisa ia membeberkan semua aibku nanti. Hell no.

Back For You [sequel to Perfect Stranger]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang