Chapter 7

813 79 15
                                    

Perlahan Annabeth meneguk teh hijau yang sudah mulai mendingin karena tidak diminum. Setelah itu ia kembali fokus ke buku ditangannya, dan berusaha untuk mencerna isi buku tersebut. Seminggu kedepan adalah masa-masa ujian, dan ia harus bekerja keras untuk bisa lulus dan juga dengan nilai yang memuaskan.

Tetapi belakangan ini entah kenapa ia sulit sekali rasanya untuk belajar. Kepalanya sering dilanda pusing yang datang tiba-tiba. Dan jika itu sudah terjadi, maka Annabeth tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memegangi kepalanya yang serasa ingin pecah.

Ia pun tetap berusaha untuk belajar, tetapi kepalanya masih berdenyut-denyut tak karuan. Akhirnya ia pun bangkit dan menuju kamar mandi. Dibasuhnya wajahnya perlahan, dan dikumurnya air minum berharap sakit kepala itu cepat hilang. Namun kenyataannya tidak, kepalanya semakin serasa ingin pecah. Kemudian diambilnya handuk kecil dan dilapnya wajahnya perlahan. Tapi sedetik kemudian ia sungguh terkejut melihat darah segar mengalir dari hidungnya dan menetes hingga handuk tadi.

“Tuhan, aku ini kenapa...”

Annabeth terisak pelan. lalu dibasuhnya darah itu dan dibersihkannya wajahnya. Tangannya meraih kotak obat yang selalu tersedia di kamar mandinya. Lalu diminumnya obat penghilang sakit kepala. Setelah itu ia duduk bersandar di dinding kamar mandi. Ia memeluk kedua lututnya erat-erat sambil menahan rasa sakit yang terus menjalari tubuhnya. Perlahan air matanya jatuh membasahi sweater pink-nya.

Kau kuat

Kau tidak boleh mengalah

Kau pasti bisa melawannya

Begitulah kata-kata yang diucapkan untuk menyemangati dirinya sendiri. Lalu, diteguknya sekali lagi air minum di tangannya.

***

“Annabeth, wait!”

Jackson memanggil perempuan yang tengah berjalan kearah perpustakaan. Ia lalu mempercepat langkahnya agar bisa menyamakan posisinya dengan Annabeth. Setelah itu dipeganginya pundak sahabatnya itu, “Kau kemana saja? Aku mencarimu beberapa hari belakangan ini. kau bilang kita akan belajar bersama,” katanya dengan napas terengah-engah.

Annabeth berbalik dan menatap Jack. “Ah, kau. Maaf ya aku menghilang. Aku sangat memikirkan ujian ini. aku tidak mau nilaiku jelek.”

“Tapi kan kau pintar, jadi kau pasti bisa meraih nilai tertinggi.” Kata Jack santai.

Annabeth tersenyum kecut. Ah, andai saja kau tau apa yang kualami sekarang.

“Kenapa diam?”

“Uh, tidak kenapa-kenapa kok.”

“Kita jadi tidak belajar bersama? Besok ujian terakhir nih,”

“Hm, terserahmu saja. Kalau mau ayo datang ke rumah, aku selalu dirumah kok.” Jawab gadis itu. jack mengangguk. “Baiklah kalau begitu.”

Dan, hal itu terjadi lagi. Tetesan darah segar mulai mengalir dari hidung Annabeth. Ia yang langsung sadar akan hal itu, langsung mengambil tisu dan mengelapnya. Ia pun mendongak ke arah langit-langit, berharap mimisan itu segera berhenti. Kepalanya mulai terasa berdenyut lagi. Dan tubuhnya pun sedikit oleng karenanya.

Jack yang melihat kejadian itu langsung memegangi tubuhnya. Ia panik. “Annabeth kau kenapa? Astaga, kau mimisan?!”

Gadis itu berusaha untuk tetap tenang dan berdiri dengan normal walaupun kepalanya serasa akan meledak. “Tak apa, Jack. Ini hanya mimisan biasa kok. Aku hanya kecapekan karena terlalu banyak belajar.” Katanya berbohong.

No... no. Kau itu sakit kan? Jangan coba-coba membohongiku. Ayo kita ke ruang kesehatan sekarang.”

Annabeth masih berusaha melawan Jack karena ia tidak ingin dirawat di ruang kesehatan. Ia merasa masih kuat berjalan, tapi Jack tetap pada pendiriannya. Dibawanya Annabeth perlahan ke ruang kesehatan. “Kau jangan melawan kenapa sih, ini kan untuk kesehatanmu juga.”

Back For You [sequel to Perfect Stranger]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang