Saat ini gue dan Changmin sedang menikmati quality time yang jarang kami dapatkan akibat kesibukan pekerjaan kami masing-masing di sebuah restoran yang berada di rooftop salah satu hotel ternama.
Changmin selalu tau bagaimana cara memperlakukan seorang wanita, ia sosok yang baik dan juga sempurna untuk dijadikan pendamping hidup. Hanya saja...
"Kamu dateng ya ke pesta pertunangan Joy?" ujar Changmin yang membuat gue menghentikan kegiatan makan gue.
Satu-satunya penghalang bagi gue dan Changmin untuk melangkah ke jenjang yang lebih lanjut adalah ... keluarganya.
Pihak keluarga terutama ibunya menentang keras hubungan kami karena kehidupan gue yang bisa dibilang nggak jelas ini. Hanya Joy, adik perempuan Changmin satu-satunya yang masih menerima gue di keluarganya.
"Joy minta kamu untuk dateng," ujar Changmin mencoba membujuk gue.
"Akan banyak keluarga kamu nanti, aku nggak mau ngambil resiko untuk merusak acara yang penting untuk adik kamu," jelas gue ke Changmin, mencoba menolak dengan halus.
"Nggak akan ada yang rusak Git, percaya sama aku," ucap Changmin sambil menggenggam tangan gue.
Gue pernah ditolak di acara makan malam keluarga, saat arisan keluarga besar Changmin pun gue mendapatkan perlakuan yang sama. Gue nggak mau semua itu terulang. Jadi gue memilih menjaga jarak.
"Kamu jauh lebih mengenal keluarga kamu dibandingkan aku," ucap gue untuk mengakhiri perdebatan tiada akhir ini.
"Ayo kita lakuin cara terakhir, let's stop using condom."
Changmin sudah pernah bilang akan hal ini berkali-kali. Menurut dia dengan kehamilan gue keluarganya akan memberi restu. Tapi menurut gue semua itu salah. Kalau bukan mendspatkan restu melainkan ultimatum untuk menggugurkan kandungan gue bagaimana?
"Aku nggak mau dicap perempuan murahan sama keluarga kamu Changmin," ucap gue dengan nada yang tidak ingin di gangu gugat.
"Tapi Git... ayolah... Aku pengen jadi tempat bergantung untuk kamu, Jeno sebentar lagi kuliah, pasti butuh biaya yang lebih besar lagi. Kamu udah kerja banting tulang di rumah sakit dan toko bunga punya maminya Rara. Aku nggak mau ngeliat kamu kerja terlalu keras, Git."
Changmin memang sosok pengertian dan perhatian, gue merasa beruntung memiliki dia di samping gue. Dia banyak membantu gue dan bahkan memberi perhatian lebih kepada Jeno dan memperlakukannya selayaknya adiknya sendiri.
"Aku sangat menghargai semua perhatian kamu untuk aku Changmin, tapi aku nggak mau terlihat memanfaatkan kamu di depan keluarga kamu."
"Persetan dengan omongan orang lain, Git!" ucap Changmin dengan sedikit kesal.
"Setidak peduli apapun kita terhadap omongan orang lain, tetapi itulah sosok kita yang terlihat di mata orang banyak, Changmin."
"Git..."
"Changmin please stop, kita nggak punya banyak waktu berduaan kayak gini, dan aku gak mau quality time kita cuma diisi dengan perdebatan."
******Semenjak gue bertemu dengan Lay, semua terasa aneh. Dunia gue seperti selalu berporos sama dia.
Entah gue melihat billboard iklan miliknya di tengah kota, video klip dimana dia yang berperan sebagai modelnya terputar di dalam restoran tempat gue makan, bertemu para fansnya di jalan yang sedang histeris mengobrol segala tentangnya, bahkan disaat Changmin mencumbu gue saat ini pun gue masih kepikiran manusia brengsek itu!
Secara samar gue masih mengingat kilasan-kilasan apa saja yang kami lakukan malam itu, dan hal itu bukanlah hal yang baik untuk di ingat.
"Changmin, please..." mohon gue dengan parau kepada Changmin.
Dalam menyentuh gue Changmin selalu sebisa mungkin membuat gue nyaman dengan tempo permainannya, dan ia juga mempertimbangkan segala permintaan gue meski ia tetap memegang kendali sebagai pihak dominan.
Berbeda dengan Lay yang selalu bisa mengeksplor sisi lain dari dalam diri gue dalam setiap sentuhannya.
Gue bahkan gak pernah memberikan 'tanda' pada tubuh atletis milik Changmin. Tapi dengan Lay ...
But, they're both good in their own way...
Suara panggilan telepon di ponsel Changmin membuat kegiatan panas kami terhenti.
"Shit!" umpat Changmin dengan kesal.
Ia melihat panggilan tersebut tanpa melepas penyatuan kami.
"Siapa?"
"Mama," jawab Changmin sambil berdecak malas.
Ia kemudian melepaskan baterai ponsel miliknya dengan paksa sehingga suara panggilan yang cukup memekakan telinga itu terhenti.
"Kalau itu penting gimana?" tanya gue ke Changmin yang sama sekali tidak dia gubris, ia kembali melanjutkan kegiatannya untuk menyentuh tubuh gue.
"kita nggak punya banyak waktu berduaan kayak gini, dan aku nggak mau quality time kita terganggu," ucap Changmin yang langsung membungkam bibir gue dengan ciuman panasnya.
"Relax, and keep scream my name tonight."