"Lo apain gue cowok brengsek?!"
Meskipun gue pusing, entah mengapa umpatan dari dasar hati gue yang paling dalam itu bisa gue keluarkan dengan lancar dan lugas.
"Lo lupa?" tanya Lay dengan santainya yang membuat gue berpikir lebih jauh. Gue nggak mengingat apapun selain gue mabuk di bar kemarin. Kekesalan gue terlalu memuncah dengan laki-laki yang ada di hadapan gue ini, hal itu membuat gue kehilangan kendali semalam.
Melihat beberapa bercak merah keunguan di tubuh gue membuat gue udah bisa menebak apa yang terjadi semalam, dan gue kembali merutuk di dalam hati.
Kenapa gue harus jatuh di lubang yang sama?
"Lo bener-bener bajingan ya! ngambil kesempatan disaat gue mabuk!" bentak gue dengan suara yang cukup tinggi. Mengabaikan rasa nyeri kepala yang semakin menjadi.
Lay semakin berjalan mendekat ke arah ranjang yang membuat gue membringsut mundur dengan mempertahankan satu-satunya pelindung gue, yaitu selimut. Gerakannya yang begitu cepat membuat pergerakan gue sama sekali terlihat tidak berarti.
Dia beranjak ke arah kasur dan membuat gue kini berada di bawahnya, dengan posisi dia yang setengah duduk di atas tubuh gue. "Lo gak liat apa yang ada di badan gue?" tanya dia dengan senyum separuh miliknya. Entah sejak kapan ia bisa menggunakan ekspresi semenggoda ini. Dia bukanlah Lay yang gue kenal dulu.
Gue mengalihkan pandangan gue dari bercak keunguan yang berada di sekitar pundak dan juga lehernya yang sebelumnya tidak gue sadari keberadaannya, logika gue mengatakan tanda itu tidak bisa dibuat oleh dirinya sendiri, tetapi hati gue menjerit mencoba menampik semua yang logika gue katakan.
Rasa mual gue semakin menjadi yang membuat gue memuntahkan isi perut gue ke tubuh Lay yang masih berada di depan gue. Selimut yang berwarna putih itu pun kini telah berubah warna.
Lay hanya memejamkan matanya sebelum membuka selimut yang menyelimuti tubuh gue dan menggendong gue ke kamar mandi miliknya. Memberontak pun percuma karena tubuh gue masih terasa begitu lemas, tetapi rasa sakit kepala gue sudah terasa lebih baik.
"Sejak kapan lo berubah jadi pemabuk?" tanya Lay sambil menurunkan tubuh gue di bathtube, setelahnya ia menyalakan keran dan mengatur suhunya sehingga air hangat kini perlahan mengguyur tubuh gue yang membuat gue merasa sedikit lebih rileks. Gue memilih untuk bungkam dan mengabaikan pertanyaannya.
"Jawab gue," ucap Lay sambil menangkup wajah gue dan memaksa gue untuk menatap ke arahnya.
"Itu bukan urusan lo," balas gue dingin.
Lay menghela napas frustasi sebelum membalikan tubuhnya. Gue bisa melihat luka cakar di punggungnya yang terlihat masih baru. Tanpa bertanya pun gue jelas tahu siapa pelakunya. Setelahnya ia melepaskan celana yang digunakannya begitu saja yang membuat gue memalingkan wajah gue.
"Gue udah mandi tadi, lo bikin kerjaan aja," ucap dia sambil menyalakan shower tanpa menutup pintu buram yang menjadi pembatas antara bathtube dan juga kamar mandi.
"Bisa tutup pintunya?" tanya gue sedikit ketus.
"Lo udah liat semuanya dari dulu bukan? buat apa gue tutup pintu," jawabnya enteng.
Gue mencoba mengalihkam pandangan gue kemanapun, asal bukan ke arahnya. Tapi mata dan hati gue mengkhianati logika gue, gue pun memandang bagian belakang tubuh polosnya sambil menelan ludah gugup.
Terakhir kali gue melihat dia dalam keadaan seperti ini, otot tubuhnya belum seperti sekarang. Sekarang ia menjadi jauh lebih sexy dan juga ... menggoda.
Gue menggelengkan kepala gue untuk menjernihkan kembali otak gue yang mulai tercemar. Sejak dulu Lay selalu bisa membuat dunia gue jungkir balik hanya dalam waktu singkat.
Gue memilih untuk menenggelamkan diri gue ke dalam bathtube setelah mengambil napas cukup panjang. Gue yakin hidup gue tidak akan mudah lagi setelah ini. Bagaimana dengan Changmin? Bagaimana dengan Jeno?
Semakin lama gue merasa jika paru-paru gue semakin sakit. Gue tersenyum miris dalam hati. Inikah jalan tercepat untuk mengatasi masalah?
Sebuah sentakan kasar membuat tubuh gue keluar dari dalam air. Gue pun terbatuk hebat dan mengambil udara sebanyak-banyaknya.
Lay ada di depan gue dengan wajah paniknya, ia membersihkan wajah gue dengan handuk kecil yang berada di kamar mandi dan membantu tubuh gue bersandar di bathtube.
"Lo apa-apaan sih?!" bentak Lay dengan murka.
Gue hanya menatapnya sambil tersenyum miris. "Lo udah ngancurin hidup gue, kenapa nggak sekalian biarin gue mati aja?"