Leo
Wanita ini benar-benar sudah mabuk sepertinya. Perkataannya benar-benar diluar dugaanku. Ku rasa wanita ini sedang patah hati dengan seseorang yang bernama Adrian.
Tunggu....
Kurasa aku pernah mendengar nama Adrian. Mendadak aku lupa. Mungkin itu hanya firasatku saja. Yang jelas pria yang sedang dibicarakan oleh wanita ini namanya Adrian.
Wanita ini kini menangis di pelukanku, membuat bajuku sedikit basah oleh air matanya. Maka dengan santai aku memeluknya, mendaratkan tanganku pada punggungnya. Ku rasa dirinya butuh pelukan jika itu memang bisa menenangkannya. Bukan maksudku untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tidak untuk kali ini.
Tanpa di duga ia melepaskan pelukannya. Tangannya mulai memukul dadaku. "Kau brengsek, brengsek, brengsek!" makian tersebut keluar begitu saja dari mulutnya. Beberapa menit yang lalu ia baru memelukku secara spontan, kini ia malah memakiku. Lantas aku memegang kedua pergelangan tangannya hanya dengan sekali sentak.
"Aku akan meninggalkanmu disini."
Wanita itu hanya bergeming, menatap lantai dengan nanar. Dia sama sekali tidak mendengar perkataanku. Maka tanpa basa-basi lagi aku meninggalkannya. Aku tidak peduli dengannya. Hanya seorang wanita mabuk yang tiba-tiba memelukku dan memakiku. Dilihat dari penampilannya, sepertinya dia habis pulang dari tempat kerjanya. Celana panjang jeans dan juga kaos berkerah.
Aku menjauh dari wanita aneh itu dan pergi mencari Mihael, Jack, serta Camille untuk bergabung bersama mereka. Sepertinya halauan diubah mecari Jack saja karena ku yakin Camille dan Mihael sedang sibuk bersama dengan wanita.
Jack, Jack, Jack, where are are you now? Aku mencoba mencarinya di lantai dansa club. Jangan bilang Jack sedang menari-nari bersama dengan wanita lain. Maka aku menerjang kerumunan orang-orang yang sedang menggoyangkan pinggulnya mencoba mencari Jack. Tangan-tangan nakal mencoba menyentuh daguku bahkan dadaku mencoba untuk merayuku. Tapi aku segera menepisnya. Sorry not sorry, bitch, aku sedang tidak berminat.
Kurasa usahaku mencari Jack kuurungkan saja. Aku berjalan meninggalkan lantai dansa club. Aku butuh pulang.
Saat aku berjalan ke arah pintu keluar, aku sempat melirik ke arah meja bartender sekilas. Betapa terkejutnya aku melihat wanita tadi belum meninggalkan tempat ini. Dan kini ia sedang diserang oleh salah satu laki-laki brengsek. Aku tahu laki-laki itu berusaha menjamah gadis yang tidak ku ketahui namanya. Gadis tersebut berusaha menghindar dari tangan usil pria itu. Entah mendapat dorongan dari mana, aku menghampiri pria tersebut dan langsung memberikan sedikit pelajaran. Aku menghajar mukanya dengan kemampuan bela diriku.
Tidak peduli beberapa orang melihatku, aku tetap memberinya sedikit pelajaran. "Stop!" gadis tersebut menjerit.
"Jangan sentuh wanitaku, brengsek!" sebuah peringatan dariku untuknya. Lelaki yang berusaha mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku melirik ke arah gadis tersebut yang kini menangis lagi. Sepasang tanganku terulur ke arahnya dan menyeretnya keluar dari club ini.
Persetan dengan kawan-kawanku, aku dapat menghubungi mereka setelah aku pulang.
Aku lalu menyeret gadis ini masuk ke dalam mobilku. "Are you okay?"
Gadis itu tidak menjawab. Aku menghela nafas mencoba mencari udara dalam mobil ini. "Katakan dimana tempat tinggalmu," aku harap dia masih mengingat tempat tinggalnya.
Suara tawa kini pecah didalam mobil ini. Sesaat aku merasa seperti gadis disampingku ini bukan lagi manusia, tapi hantu jalanan - hantu club.
"Tempat tinggal? Haha"
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT HAPPENED WITH US
General Fiction"One day someone will look at you like the same way you look at the moon even with your broken heart. " She's broken and he's in pain. So they gonna fix it together if they could.