Chapter Three

40 0 0
                                    

Maria

Katakan aku salah melihat semua ini. Ini semua tidak nyata. Bahkan terlalu pahit bila diterima dengan kenyataan.

Seonggok baju berserakan dimana-mana.

Sepasang manusia tanpa sehelai benang sedang berada diatas tempat tidurku - ralat tempat tidur yang sering ke tiduri di kamar ini.

Masih berdiri ditempat, aku mendengar erangannya yang menurutku menjijikkan untuk didengar.

"ADRIAN A-AH."

"ANAS."

"ADRIAN! YOU-"

Nafasku seketika merasa sesak ketika mengucapkan namanya, udara di dalam paru-paruku rasanya sudah habis. Adrian nampaknya sadar akan suaraku. Butiran bening berlahan-lahan keluar dari mataku turun membasahi pipiku. Tanpa sadar, aku membanting pintu itu dan perlahan meninggalkan mereka.

Apa yang terjadi huh?

Apa ini yang Adrian suka lakukan dibelakangku?

Apakah dia baru saja melakukan hubungan dengan Anas? Ya Anastasia, teman satu kampusku, satu jurusan denganku, dan satu kelas denganku.

Aku tidak mempercayainya. Aku berlari menyusuri koridor dengan tergesa-gesa dan sambil menahan air mataku agar tidak jatuh berlebih. Namun itu tidak bisa. Masa bodo dengan orang-orang yang saat ini bingung menatapku dan bertanya-tanya apa yang terjadi denganku. Tangisanku pecah saat aku memasuki lift yang untungnya tidak ada orang. Aku mengusapkan tangan kewajahku dengan frustasi. Aku berharap bahwa aku salah melihat orang lain.

Siapa tahu mereka adalah sepasang penjahat yang sedang mabuk tak sadarkan diri lalu tersasar di kamar orang lain.

Ketika lift terbuka, aku berlari. Kali ini aku tidak menyapa si penjaga pintu. Entah mungkin mereka akan bingung melihatku. Waktu sudah malam. Aku tidak tahu lagi aku harus pergi kemana. Kakiku berhenti sejenak di area parkiran luar, dimana terdapat juga mobil Adrian.

Aku jatuh terduduk sambil menangis meratapi nasibku hari ini. Aku menumpukan kakiku lalu menenggelamkan kepala disana. Ku harap tidak ada orang yang melihatku.

Mengapa semua ini terjadi padaku? Aku sudah bertahun-tahun mempercayai Adrian di hatiku. Tapi apa balasan yang kudapatkan tidak ada. Wah hidup ini mempermainkanku. Sepasang tangan dari belakang kemudian memegang bahuku.

"Maria, aku tahu aku tidak benar."

Rupanya ada yang berupaya menghampiriku dan itu Adrian. Bagus, sekarang apa lagi yang akan dilakukannya huh? Lantas aku mengangkat wajahku dan bangkit berdiri. Aku tidak ingin melihatnya, melihat pria yang berdiri di hadapanku yang kini ku tahu ia sudah memakai pakaiannya kembali. Jadi aku mencoba mengedarkan pandangan ke sekililing.

"Aku melihat semuanya, aku mendengar semuanya," ini bukan pertanyaan, tapi ini penjelasan yang bagaimanapun tidak berarti bagi pria itu.

"Dengarkan aku Maria, itu hanya-"

"Hanya apa Adrian?!" ujarku dengan api yang saat ini sedang menyala disumbunya bersiap-siap untuk meledak. Aku lalu mendekap mulutku untuk menenangkanku, meskipun ini sama sekali tidak berguna. "Katakan hanya apa Adrian?!"

Geez, aku tidak bermaksud membentaknya.

Harusnya ini semua tidak terjadi begitu saja. Tidak untuk saat ini dimana aku masih sayang dengannya. Tidak rela untuk berpisah dengannya. Tapi kejadian ini benar-benar diluar akal warasku.

"Maria kita bisa membicarakan-"

"Tidak Adrian," aku melirik ke sekeliling lalu hendak menamparnya, namun ku urungkan niatku. Jadi aku meraih bajunya dan memukul dadanya. "Jadi apa selama ini kau selalu seperti ini?!"

WHAT HAPPENED WITH USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang