Chapter Nine

25 0 0
                                    

Maria

Entah mengapa seharian ini aku terus memikirkan bagaimana pria itu, maksudku Leo. Aku takut dia masih mengabaikanku akibat kejadian tadi pagi. Kuharap acara marah-marah dia sudah selesai.

Hari ini Mrs. Pam pulang ditengah-tengah jam kerja. Ia tidak dapat memantau anak-anak serta cafe ini. Ia juga sempat kecewa. Pasalnya wanita paruh baya itu mendadak tidak enak badan dan sedikit demam. Ia juga bercerita diantara kami bahwa akhir-akhir ini ada yang tidak beres dengan kondisi badannya, juga ia kerap kali sulit untuk tidur. Aku hanya bisa berharap bahwa Mrs. Pam baik-baik saja.

Saat ini kafe terlihat tidak begitu ramai dari pada sebelumnya, meskipun didalamnya masih terdapat beberapa orang yang tampak menikmati waktu santainya. Aku lalu berjalan ke meja kasir, dimana terdapat Nikola.

"Kurasa kau sedang menganggur," sapaku ke arahnya yang nampakanya antusias sekali menatap layar ponselnya.

"Bisa dibilang seperti itu, tapi bagiku tidak," jawabnya masih dengan tatapan yang terfokus pada ponselnya.

Aku mengintip pada ponselnya. Rupanya dia sedang membuka online shop yang terdapat di aplikasi instagram. "Jadi itu sebabnya kau tidak bisa mengatakan bahwa dirimu sedamg menganggur?"

"Huh, bikini lagi?" tanyaku padanya.

Nikola memutar bola matanya, menatap ke arahku. "Oh ayolah Maria, summer is waiting."

"Ya ya ya."

"Lihat bikini dari koleksi Victoria Secret ini!" ucapnya kegirangan seraya menyodorkan ponselnya ke arahku. "Aku suka dengan warnanya, biru laut."

Ku akui ketika aku melihatnya, aku merasa kagum. Pertama modelnya memang menarik. Kedua warnanya membuat mata terasa tergoda, apalagi warna biru laut yang ditunjukkan oleh Nikola. Ketiga yaitu para modelnya sangat cocok dan terlihat menggoda saat memakainya.

Tapi bagaimanapun juga aku tidak tertarik dengan gagasan memakai bikini. Ketahuilah aku belum pernah memakai bikini. Aku merasa bahwa aku tidak percaya diri ketika hendak memakainya.

"Ku rasa kau harus membelinya sebelum kehabisan," aku mengedipkan satu mataku pada Nikola. Entah mengapa Nikola terlihat seperti menimbang-nimbang ucapanku.

"Ya sebenarnya aku menginginkan hal itu."

Aku menganggukkan kepala, "Yup! Mengapa tidak?"

"Masalahnya uang darimana, Maria?" Tanyanya sambil mendesah.

"Bahkan gaji kita disini pun tidak cukup hanya untuk membelinya."

Itu adalah kenyataannya. Memang kami semua bekerja di kafe mendapat gaji yang tidak terlalu banyak jumlahnya. Setidaknya aku dan semua orang yanf menggantungkan hidup di kafe ini dapat hidup dengan layak, bekerja dengan layak dan tidak menjadi pengangguran.

"Kau tahu tidak Maria?"

Disertai gelengan kepala aku mebjawab, "Tidak aku tidak tahu."

"Oh gosh, aku belum selesai bicara. Jangan memotongku."

Lalu Nikola menyuruhku untuk mendekat ke arahnya. "Ada apa?" tanyaku.

"Lihatlah pelanggan di meja nomor B-4." Jarinya menunjuk-nunjuk sejenak pada dua orang yang berada disana. Kepalaku memutar untuk melihat apa yang sedang ditunjuk oleh Nikola. Aku menemukan ada sepasang laki-laki yang ku rasa bertubuh kekar sedang kedapatan berciuman bibir sekilas. Kami sama-sama tertegun melihatnya. Menariknya ada seorang perempuan datang ke arah tempat duduk pasangan gay dengan membawa bayi yang ku rasa usianya kurang dari 1 tahun.

Nikola menatap tidak percaya. "Apakah istrinya mengetahui bahwa suaminya itu adalah seorang gay?"

Aku mengedikkan bahu dengan tatapan masih memandang ke arah pembicaraan kami, "Entahlah, ku rasa ya. Tapi wanita atau istri mana yang membiarkan suaminya seorang gay?"

WHAT HAPPENED WITH USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang