Donghyuk menatap Herin yang hampir terjatuh di hadapan Lucas di area parkir sekolah, tentu saja Donghyuk tahu Herin berpura-pura, sama seperti yang dilakukan Herin pada Mark tempo lalu. Tetapi Lucas tentu saja, berbaik hati menolong Herin dan mengantarnya pulang. Perasaan Donghyuk menjadi bercampur aduk, tetapi ia memutuskan untuk mengabaikannya seolah hal itu adalah angin lalu.
Donghyuk menjalani hari-harinya seperti biasa. Meskipun harinya terasa hampa tanpa teman-temannya, maupun Mark dan Lucas. Donghyuk memilih untuk menghabiskan waktunya sepanjang waktu luangnya untuk belajar. Ia teringat dengan ayahnya di Amerika sana, dan ia tidak ingin membuang waktunya sia-sia dengan terlarut dalam kesedihan.
Ia mendapat juara umum di sekolahnya, disusul dengan Mark dan Herin di bawahnya. Tetapi entah untuk alasan apa, ia sama sekali tidak berpuas diri. Meskipun begitu, alih-alih bersantai karena mendapat peringkat pertama di sekolah, Donghyuk malah memutuskan untuk belajar lebih keras lagi untuk mempertahankan peringkatnya. Apalagi ketika ujian kenaikan kelas akan dilaksanakan dalam beberapa hari lagi.
Donghyuk memutuskan tidak ada yang bisa menganggunya untuk bertemu dengan ayahnya dan menggapai cita-citanya.
...
" Ayah sudah menghubungi temanku yang menjadi manager dari Seoul Thunder." Ucap ayah Mark sembari mendribble bola basket, sementara Mark berada di hadapannya, berusaha untuk merebut bola basket itu dari tangan ayahnya.
" Dan ?" Mark bertanya tanpa sedikitpun melepaskan pertahanannya.
" Dia bilang dia bersedia untuk menerimamu bergabung dengan Seoul Thunder." Ucap ayah Mark setelah Mark telah berhasil merebut bola basket dari tangannya.
" Kau berkata seperti itu supaya aku lengah ?" Tanya Mark sembari melemparkan bola basket itu ke dalam ring.
" Siapa bilang ? Aku serius." Ayah Mark menghentikan kegiatannya untuk berusaha merebut bola basket dari Mark, membuat Mark menatap ayahnya lekat-lekat. " Sebaiknya kau persiapkan dirimu. Mungkin setelah kau menyelesaikan ujian kelulusanmu, kau bisa meneruskan belajar di Seoul."
Mark lantas memeluk ayahnya dengan erat. " Terimakasih ayah !"
Ayahnya menepuk-nepuk punggung Mark sembari tertawa.
...
" Jaehyun sonsaengnim, kenapa tidak bilang kepadaku lebih awal ?" Ten memberengut, tangannya memukul bahu Jaehyun pelan. " Jadi aku bisa mendapat beasiswa juga bersama denganmu."
" Aku minta maaf. Aku sibuk, jadi aku tidak bisa memberitahumu." Jaehyun tersenyum, dan menampilkan lesung pipitnya, kedua tangannya tengah membawa kardus besar berisi barang-barangnya. " Tapi, kudengar akan ada guru olahraga baru akan datang hari ini."
" Tidak akan ada yang bisa menggantikanmu, aku yakin." Ten memberengut. " Sebelum kau pergi, bolehkah aku meminta sesuatu darimu ?"
" Apa itu ?"
" Ini ," Ten menunjuk dada bidang Jaehyun sembari tersenyum genit.
Jaehyun meletakkan kardusnya ke lantai, sebelum akhirnya melepaskan sebuah peluit yang tergantung di lehernya, dan menyampirkannya ke leher Ten.
Ten menatap peluit tersebut bingung, sebelum akhirnya menarik nafas pelan dan bergumam. " Aku minta hatinya, dia malah memberi peluitnya."
Beruntung karena Jaehyun sepertinya tidak mendengar gerutuan Ten, karena ia langsung memandang ke arah lapangan. " Ah itu dia !"
Ten memalingkan pandangannya ke arah yang dimaksud oleh Jaehyun sebelum akhirnya ia terperangah.
Seorang lelaki bertubuh atletis keluar dari sebuah mobil sedan, sambil melepaskan kacamata hitamnya. Kemeja berwarna soft pink-nya melekat di tubuhnya, seolah-olah kemeja tersebut memang diciptakan khusus untuknya seorang. Surai kecokelatannya yang menjuntai nyaris menutupi matanya, tersibak oleh angin. Singkat cerita, guru olahraga baru itu amat sangat rupawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Little Thing Called Love | Markhyuck
FanficSemua orang pastilah memiliki seseorang yang tersembunyi di dasar hati. Seseorang itu akan tinggal disana, berputar-putar di dalam pikiranmu seperti sebuah kaset rusak. Sampai-sampai kau merasa ngilu setiap kali memikirkannya. Meskipun begitu, kita...