******************
Tepat satu bulan lamanya Tommy menyelesaikan pembelajaran Bahasa Jepang-nya bersama Minami. Setelah ia berjuang keras layaknya pekerja keras yang tak berhenti walaupun malam tiba, akhirnya tibalah hari yang ditunggu-tunggunya. Hari ini, adalah hari dimana Tommy harus mengerjakan ujian terakhirnya. Ujian yang dapat menentukan dirinya kemahiran dirinya dalam berbahasa Jepang.
“Seperti biasa, waktumu satu jam untuk menyelesaikan ujian ini,” Minami memberikan beberapa lembar kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang semuanya ditulis dengan huruf Jepang.
“Doain aku ya supaya aku bisa ngerjain dengan baik,” kata Tommy.
“Semangat!” Minami mengepalkan tangannya seperti yang kebanyakan gadis Jepang lakukan di film-film dengan ekspresi imut mereka.
Tommy mulai mengerjakan setiap soal pada lembaran-lembaran kertas itu. Walaupun ujian ini bukanlah ujian yang ia lakukan di lembaga kursus resmi yang sayang jika tidak diselesaikan dengan baik, ia tetap mengerjakan setiap soal yang ada dengan segenap hati. Selama tiga minggu ini, ia tidak hanya belajar bahasa Jepang, tapi ia juga belajar untuk memahami papanya yang mungkin menyimpan sesuatu yang tidak ia ketahui hingga ia tega meninggalkannya bersama dengan mama dan Naka selama sepuluh tahun terakhir ini ketika ia menerima pesan dari mamanya yang berkata papa akan pulang ke Indonesia. Sambil memikirkan hal itu, ia juga memikirkan bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan yang Minami buat itu sampai akhirnya satu jam berakhir dan Tommy berhasil menyelesaikan semuanya tepat waktu.
Minami melirik ke jam dinding. “Udah belum, Tom? Udah sejam nih,” ia mengingatkan.
“Udah nih,” Tommy menyerahkan kertas-kertas ujiannya pada Minami.
“Oke deh, aku akan periksa semuanya,” Minami mengambil kertas itu dari tangan Tommy. “Berdoa aja supaya kamu bener semuanya dan lulus dengan nilai baik. Bukan ding, sempurna.”
“Amen,” sahut Tommy memakai aksen bahasa Inggris.
Minami pun memeriksa pekerjaan Tommy dengan seksama. Lima belas menit pun telah berlangsung.
“Nih,” Minami menyerahkan kertas itu kembali kepada Tommy tanpa berkomentar apapun.
Sesaat setelah Tommy mengambil kertas itu dari tangan Minami, matanya pun tertuju pada huruf yang tercetak besar sekali dan sangat jelas di kertas itu. “A plus! Woohoo!” serunya sambil mencium kertas itu. “Aku dapet A plus. Aku nggak nyangka kalo aku bisa!” Ia bersorak girang. Ia bahkan melompat-melompat sambil berjalan mengelilingi sofa dimana ia dan Minami duduk berseberangan.
“Kamu emang hebat, Tom,” puji Minami. “Otakmu lebih encer deh dari Einstein.”
“Ini juga karena kamu, Mi!” Tommy pun memeluk Minami dengan erat.
Selang beberapa waktu lamanya mereka hanya terdiam saling berpelukan. Tommy merasa bahagia karena akhirnya ia bisa menguasai bahasa Jepang dan membawa papa tirinya kembali ke keluarganya. Sementara Minami merasa bahagia karena orang yang telah mewarnai harinya menjadi bahagia karenanya.
“Tom, Tom, aku kepanasan,” kata Minami yang hanya berusaha menghindari Tommy mengetahui jantungnya berdebar kencang.
“Oh, maaf,” Tommy pun melepaskan pelukannya dari Minami. Ia meringis saja melihat gadis yang telah berhasil mengajari bahasa Jepang kepadanya dengan baik itu. Ia menatap dalam-dalam mata Minami seolah ingin melakukan sesuatu padanya. Entah apa yang ada di pikirannya, ia mendekatkan wajahnya kepada wajah Minami sehingga membuat gadis yang sekarang seolah terkunci di hadapannya itu tidak berkutik memandangnya. Namun tiba-tiba apa yang di pikiran Minami tentang niat Tommy menciumnya itu menghilang ketika pemuda itu berkata, “Ayo kita berlayar pake kapal nelayan!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Minami Fujita
JugendliteraturMinami Fujita itu cewek blasteran Indonesia-Jepang. Gimana ya kalau ketemu sama cowok blasteran Indonesia-Amerika tapi punya papa tiri orang Jepang? Si cowok minta diajarin bahasa Jepang sama Minami yang biasanya diraguin dalam hal mengajar. Dalam s...