SATU

88 15 27
                                    

※※※

Banyak orang yang sering mengambil kesimpulan, tanpa mencari tahu kebenaran. Dan entah kenapa, aku selalu menganggap mereka sebagai orang tak berperasaan.

※※※

"REL!! FARREL!!" Neva terus berteriak sambil mengguncang tubuh adik semata wayangnya itu. Dua puluh menit sudah ia berkacak pinggang dengan cowok dihadapannya ini.

"Bangun Farrel!!" Neva mulai kesal. Ia melirik jam dinding putih yang setia ternggantung di dinding kamar Farrel yang menunjukan pukul setengah tujuh lewat lima. Ah, bisa bisa ia terancam telat kalau begini caranya. Padahal ini adalah hari pertama Farrel masuk SMA, dan apa yang ia lakukan di hari pertama nya ini? Farrel sama sekali tak bersemangat seperti siswa lain yang mungkin sudah dalam perjalanan menuju sekolah. Sementara ia? Ia malah masih enak enak ngorok di ranjang tanpa ada niatan untuk bangun sedikitpun.

"ANGKASA FARREL PUTRA!!" Neva berteriak tepat di telinga cowok itu, seakan kehabisan akal untuk menghadapi makhluk paling kebo semacam Farrel ini. Eh, kalau ini sih melebihi kebo atau bisa dibilang Farrel kalau udah tidur itu mirip beruang lagi hibernasi. Pasti ini karena semalam ia bermain game sampai larut malam. Neva tahu betul tabiat adiknya ini. Sekarang? Malah Neva yang kena imbasnya. Andai saja mamanya tersayang mengizinkannya berangkat duluan, ya paling tidak Neva kan bisa naik taksi atau angkutan umum lainnya dan tidak perlu repot repot menghadapi kelakuan Farrel seperti saat ini.

"Lima menit." Farrel malah menarik selanjutnya hingga menutupi wajahnya.

Neva berpikir sejenak. Lalu mimik wajahnya berubah sumringah ketika mendapat ide. Layaknya siswa yang baru saja mendapat hidayah tak terduga ketika tak bisa menjawab soal ujian saat detik detik terakhir.

"Bangun atau gue gelitikin?" Neva mengangkat tangannya siap menggelitik Farrel. Ah, bagaimana Neva bisa lupa soal satu kelemahan adiknya ini.

Mendengar perkataan Neva, Farrel membuka matanya kaget. Layaknya narapidana yang baru diberi tahu akan mendapat hukuman mati. Ia mendengus kesal, lalu beranjak pergi ke kamar mandi sambil mengecek matanya agar terbuka. Lebih baik ia bangun daripada harus mendapat gelitikan maut dari Neva. Padahal ia masih sangat mengantuk tapi kakaknya ini malah mengganggunya.

"Gitu dong." Neva tersenyum penuh kemenangan memandang punggung Farrel yang berjalan menjauh.

※※※


"Pelan pelan dong rel!" Neva mengingatkan adiknya yang mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata rata.

"Katanya nggak mau telat, gimana sih lo? Labil banget sih jadi cewek. Gue udah rela'in sarapan berharga gue biar nggak telat tau nggak. " Farrel membalas ucapan Neva.

"Ya nggak gini juga kali. Kalo gini caranya, kita sampe sekolah bisa tinggal nama doang tau nggak." Neva menoleh, mengamati wajah adiknya. Ganteng, mungkin satu kata yang terlintas di pikiran gadis manapun yang melihatnya. Alis yang cukup tebal, hidung mancung, kulit putih, juga bibir tipis yang semakin melengkapi wajah Farrel. Juga tubuhnya yang bisa dibilang pelukable banget. Kalau bukan adik, mungkin Neva sudah menjadikan Farrel pacarnya. Eh?

"Eh iya, inget kesepakatan kita kemarin!" Neva kembali menegaskan perihal kesepakatan mereka kemarin.

"Kita? Lebih tepatnya itu kesepakatan yang Lo buat secara sepihak." Farrel membantah ucapan Neva barusan.

"Iya iya. Apapun itu, Lo harus ikutin yang gue minta." Sebenarnya bukan kesepakatan, tapi permintaan. Kemarin, Neva meminta agar Farrel tidak menunjukkan kalau ia adalah adik Neva. Tujuannya sih sederhana, Neva hanya malas menanggapi cewek cewek yang meminta di dekatkan dengan Farrel lah atau titip kado buat Farrel.

ARNEVVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang