(7)

51 10 0
                                    

Perasaan ini akan tetap ada, dan selalu ada diHati. Mungkin kamu tak menganggapnya. Tapi tenanglah, aku sudah biasa.

[Ardiansyah]

***********

Suasana kelas IX-F saat ini sangat sepi, karena tengah berlangsung ujian fisika dadakan yang dibuat oleh guru mereka. Tidak begitu sepi memang, masih ada sedikit suara desas-desus siswa-siswi yang mencari contekan. Begitupun Ardi yang diam-diam masih melirik-lirik kearah Maira yang tengah asik dengan soal yang didepannya.

"Ra.... Maira.. Ssstt", panggil Ardi.

Maira hanya menanggapinya dengan lirikan. Bukannya menjawab Maira malah mengulum senyumnya melihat raut muka Ardi yang sangat amat menunggu dan ingin meminta contekan Fisika Maira.

Beruntung Maira duduk dengan Cintya yang pendiam lagi pintar. Tidak seperti Ardi yang pecicilan mencari jawaban ketika Ulangan-ulangan harian berlangsung.

Dua jam pelajaran IPA yang semuanya berkutat pada Fisika hitung-hitungan telah selesai dan berlalu. Kini saatnya pergantian pelajaran, untungnya saja guru kali ini adalah guru favorit murid. Gurunya friendly dan yang terpenting dipelajarannya itu diperbolehkan mengobrol, bahkan tak jarang dari para siswi yang bercurhat padanya disaat jam pelajaran berlangsung.

Tapi walaupun demikian, KBM masih tetap ada karena Sekretaris kelas yang mencatat dari buku paket. Hanya ada beberapa murid saja yang mencatat, sisanya pada mengobrol dan akan menyalin untuk tugasnya.

"Ah Ra, gitu lo ya ama gue. Oke fine. Gue marah sama lo." ancam Ardi tepat disamping Maira yang tengah mencatat materi dipapan tulis.

Maira melirik lalu memukulkan pulpen yang digenggamannya ke Ardi. "Lagian lo tuh udah tau mau ulangan, bukannya belajar semalem." balas Maira.

"Gue sibuk Ra."

"Sibuk apaan sih lo?"

"Itu bola semalem tuh seru banget. Gue kira lo mau nyontekin makanya gue gak belajar." ujar Ardi

"Bodo. Udah sono, gue mau nulis. Lo berisik." usir Maira sambil mengkibaskan tangannya

"Rajin banget lo nulis. Tar juga ujung-ujungnya kerja didapur-dapur juga." gurau Ardi, namun rupanya Maira menanggapinya dengan serius.

"Iya emang, semua wanita ujungnya bakal didapur juga nantinya. Tapi selain itu, dia juga harus pinter. Karena wanita kelak akan menjadi Madrasah utama Anaknya."

"Iya gue tau. Gue bercanda!"

"Candaan lo saat ini gak penting!"

       ******
"Eh Fen mau ikut gak kekantin?" tanya Maira.

"Ah, gak deh Mai. Aku mau kebelakang sekolah dulu, lagipun aku bawa bekal." tolak Fena.

"Fena mau kebelakang sekolah. Hanum boleh ikut?"

Fena tersenyum, "tentu boleh."

Mereka berpisah, Hanum dan Fena menuju halaman belakang sekolah yang menjadi tempat favorit Fena. Sedangkan Cintya dan Maira pergi kekantin.

"Mm.. Fen, aku ke toilet dulu ya. Kamu duluan aja." Pamit Hanum.

"Silahkan."

Hanum sedari tadi sudah sangat kebelet untuk ketoilet, dan saat ini rasanya air seni itu akan segera tumpah. Buru-buru ia berlari kearah Toilet sampai ia tak melihat ada gerombolan anak laki-laki yang diam-diam sedang merokok. Hanum menabrak salah satu diantaranya hingga rokok yang laki-laki itu  gengam jatuh dan juga Hanum  menginjak rokok itu.

WE ARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang