two

6 2 0
                                    

"Hans!" Teriak ku saat aku melihat Hans yang sedang duduk sendirian di garden samping rumah Hans. Sudah biasa bagi ku untuk keluar masuk ke rumah Hans. Karena mama Hans sangat menyukaiku.

"Bising ah Alle"

"Aelah Hans. Hang-out yuk. Udah lama banget kita gak jalan bareng" kataku yang kini aku sudah ada tepat di hadapannya. Duduk di bangku lainnya yang tersedia di tempat Hans juga duduk.

"Males"

"Malesnya di tunda dulu ya. Dari pada kamu murung di sini terus, gak nganggap orang yang ada di sekitar kamu, mending kamu ikut aku aja deh" ajak ku meski itu termasuk sindiran secara tidak langsung kepada Hans, mengingat Hans yang selalu acuh kepadaku.

"Aku males. Kamu pergi sendiri aja atau ajak teman mu yang lain"

"Teman?"

"Iya teman. Kamu udah punya teman kan" ntah kenapa, aku merasa bahwa Hans mengetahui sesuatu. Di dalam kalimat Hans terselip pernyataan bukan pertanyaan yang berarti dia tahu kalau aku punya teman baru. Karena selama ini teman ku hanya Hans dan Hans tahu itu.

"Eh? Kok kamu ngomong gitu sih? Teman aku kan cuma kamu doang Hans" elak ku dengan nada yang tetap terlihat tenang.

"Sudahlah. Pergi sana. Aku ingin sendiri"

"Selalu saja begini. Kapan sih kamu kembali seperti dulu. Seperti Hans yang aku kenal. Hans yang selalu ada untuk ku, bukan seperti sekarang ini. Malah menjauh gini" ucapku. Aku berdiri dari bangku yang aku duduki, menatap sendu ke arah Hans.

Dan yang benar saja, dia malah menyuruhku berhenti berbicara. "Setop alle"

Emosi ku naik, aku juga gak tahu kenapa aku jadi lebih mudah emosi dengan melihat tingkah Hans yang berbeda ini.

"Kenapa Hans? Kenapa berubah? Apa semua karena dia? Apa semuanya karena Angel? Hah! Kenapa Hans?" Teriak ku di depan wajah Hans, meski aku harus mendongakkan wajahku, menengadah ke atas agar bisa mengimbangi tinggi badan Hans. Tapi yang ku terima benar-benar bukan keinginan ku.

Plakkkkk...

Aku merasakan panas di sekitar area wajah ku.

"Ka-mu?" Ucapku terbata-bata. Mata ku terasa penuh. Sesuatu tertahan di dalam kelopak mata ku.

"Ka-mu menampar ku Hans" kataku sambil terus memegangi pipi sebelah kanan ku.

Aku gak pernah nyangka kalau Hans akan menamparku. Selama berteman, dan ini adalah tamparan pertama yang di berikan Hans padaku.

"Pergi Alle" kata Hans. Terdengar suaranya yang datar.
"Pergi!" Ulangnya lagi. Dan aku masih bergeming di tempatku.
"AKU BILANG PERGI ALLE!" Dan kali ini Hans mengusirku dengan suara besarnya.

Aku berjalan dengan cepat meninggalkan Hans disana. Perasaan kecewa melandaku. Baru kali pertamanya Hans marah dengan memakai kekerasan fisiknya. Biasa, meskipun kami bertengkar dia tidak pernah memainkan fisiknya. Aku terus berjalan cepat dengan air mata yang terus saja mengalir. Tangisku tidak bersuara. Aku merasa mendadak tak dapat berbicara setelah mendapat bentakan dari Hans. Benar kata orang-orang: mulut tak berbicara, namun air mata yang menggantikannya.

Tidak butuh waktu lama untuk tiba di rumah,  karena rumahku dengan rumah Hans yang hanya depan-depanan. Langsung saja aku masuk kerumah dan menuju kamar. Menguncinya dengan rapat agar tak ada orang yang mengetahui kalau aku sedang menangis.

"Kamu berubah Hans! Kamu berubah! Dulu kamu gak seperti sekarang ini. Ini semua karena Angel! Semua karena Angel!" Aku terus menangis sambil menatap tajam foto yang ada di nakas. Foto ku dan Hans.

"Aku akan mengembalikanmu seperti dulu Hans. Aku janji. Aku akan terus bertahan meskipun kamu gak pernah anggap aku ada Hans. Aku janji" aku pun menghapus air mataku dengan kasar. Mengucapkan janji agar bisa mengembalikan Hans seperti dulu lagi.

Sore harinya, aku kembali lagi kerumah Hans. Ku pikir emosinya sudah hilang karena Hans bukan tipe orang yang suka marah-marah dengan waktu yang lama. Langsung saja aku menemui Hans di kamarnya. Benar, dia ada di dalam sana sesuai dugaan ku.

"Hans, maaf" kata ku lirih.

Aku memberanikan diri untuk mendekatinya. Aku teringat akan kata-kata yang di ucapkan Radit kemarin: "Coba aja buat ngedeketi dia lebih dari sekedar teman. Kali aja dia sadar kalau masih ada orang yang perduli dan sayang kedia. Coba aja Alle"

Kata-kata Radit terus mengiang di pendengaranku. Benar juga, pikirku. Aku akan mencobanya.

"Hans. Maaf. Maaf udah sebut-sebut nama dia. Maaf udah buat kamu jadi keinget sama dia. Maaf udah-" belum lagi aku menyelesaikan perkataanku. Hans memotongnya dengan meletakkan telunjuknya di atas bibirku.

"Ku mohon. Stop Alle" aku hanya mengangguk saja. Dan aku pun langsung memeluknya.

"Jadi? Apa kamu mau keluar dengan ku?" Tanyaku dengan senyuman lebarku. Dia mengangguk. Dan ini untuk kali pertamanya Hans menerima ajakan ku setelah kejadian yang dulu pernah terjadi. Ketika Hans putus dengan Angel dan Hans pun berubah. Kepribadiannya berubah saat itu.

Kini aku dan Hans sedang menuju salah satu taman yang ada di pusat kota tempat kami tinggal. Cukup 30 menit waktu yang dihabiskan di perjalanan dari rumah Hans menuju taman. Kami melakukan hal yang dulu pernah kami lakukan meskipun terasa beda karena Hans yang lebih banyak diam mengikutiku. Tapi aku tetap menerimanya dan bersama sambilah aku berdoa kepada Tuhan agar ia bisa mengembalikan sifat asli Hans.

Dirasa lelah karena terlalu banyak jalan, aku dan Hans memutuskan untuk beristirahat di salah satu bangku yang ada di pinggir taman. Di lengkapi dengan dua buah Ice cream rasa stroberi. Satu hal yang perlu di ingat, aku dan Hans memiliki selera yang sama yaitu-sama'sama menyukai stroberi.

Canda tawa kami berhenti ketika aku menatap langsung Hans yang sedang menatap lurus ke arah depan. Pandangannya tajam setajam burung rajawali. Rahang kokohnya menegang kala melihat sosok yang ada di hadapannya dan aku pun mengikuti arah pandangnya.

"Angel" bisikku dan mungkin Hans masih bisa mendengarnya mengingat jarak kami yang sangat dekat.

Aku kembali melihat Hans yang kini tubuhnya menegang.

"Oh tidak. Ini tidak sesuai harapanku" ucapku membatin.

Aku langsung berdiri menarik lengan Hans mengisyaratkan untuk segera pergi dari tempat ini. Tapi Hans menolaknya. Dia masih menyimpan rasa. Pikirku. Dan aku harus siap menerimanya.

"Hai Hans" sapa wanita itu, Angel.

"Angel" ku dengar lirihan Hans. Suaranya tercekat seperti suara kerinduan yang mendalam.

Aku yang merasa terabaikan memilih pergi meninggalkan mereka di taman. Sakit tapi gak berdarah. Itulah kalimat yang cocok untuk ku saat ini. Aku pergi dengan membawa pulang air mata itu kembali.

All About AllesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang