Part 4 Falling into you

135 13 0
                                    


Haiiii my beloved reader.....masih adakah yg nungguin kisahnya Dean??? mudah2an masih ada yg sabar yaaa, diharapkan bgt VOTE 'n komen baik uneg2 or saran biar ke depannya kisah Dean lebih seru buat kalian...makasih buat yg udah VOTE di part2 sebelumnya dan yg ninggalin jejaknya, respon kalian yg berupa VOTE 'n komen sangat bernilai dan bersemangat buat update part selanjutnya...happy reading my beloved reader ^.^


IA gugup setengah mati, jantungnya berdetak tidak karuan. Jika bisa ia ingin sekali berlari keluar dari tempatnya berdiri, tapi tubuhnya begitu kaku. Menggerakkan tangannya yang penuh keringat dingin saja, ia tidak bisa.

Samar-samar didengarnya riuh keramaian dan tepuk tangan yang membahana lalu salah seorang wanita yang berdiri disampingnya turun dari atas panggung.

"Akhirnya the last for the best."

Michelle merasakan semua pasang mata tertuju padanya, gemuruh jantungnya semakin liar sehingga mampu mengalahkan suara yang sedang mempromosikan dirinya. Bagaimana mungkin ia bisa berdiri didepan umum seperti ini dan membiarkan dirinya dinilai layaknya boneka hidup untuk dibawa pulang.

Ini untuk amal, Michelle. Ini untuk anak-anak yang sedang berjuang untuk tetap hidup. ini hanya untuk satu malam saja.

Ia menguatkan diri dan terus menyemangati dirinya untuk tetap bertahan walau beribu emosi berputar-putar dalam dirinya, ia tidak tahan ingin segera beranjak dari tempatnya berdiri.

Kalau ia tahu akan dijadikan bahan perebutan seperti yang terjadi saat ini, ia tidak akan mau datang ke acara ini walaupun tujuan acara ini untuk amal dan kepentingan anak-anak yang sekarang berjuang untuk tetap hidup.

Sebagai dokter kandungan sekaligus dokter anak, ia paling tahu bagaimana perjuangan anak-anak pengidap kanker yang sekarang terbaring tidak berdaya dan mengharapkan uluran tangan untuk pengobatan yang sedang mereka butuhkan.

Mahalnya pengobatan bagi sebagian anak-anak yang kurang mampu membuat rumah sakit kesulitan untuk menyediakan obat-obatan dan perawatan yang diperlukan sehingga terkadang pihak rumah sakit terpaksa memangkas di beberapa bagian agar bisa menyediakan perawatan bagi anak-anak yang berekonomi kurang.

"5000 dollar" seruan itu sanggup membawa Michelle dari lamunannya dan menyadari semua pasang mata sedang tertuju padanya.

Michelle melirik disampingnya namun tidak menemukan siapapun kecuali Mrs. Debby yang berdiri di ujung terjauh darinya dan sedang memandangnya dengan gembira seakan berterima kasih atas sumbangan yang didapat melalui dirinya.

Siapakah yang berani mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk makan malam bersamanya? Apa orang itu memang begitu murah hati ataukah termasuk si sombong yang hanya ingin menunjukkan dirinya bisa menyumbang sebanyak itu?

Michelle berusaha memusatkan matanya untuk mencari penyumbang terbesar malam itu sekaligus yang akan ia temani makan malam nanti, ia berdoa dan berharap jika orang itu bukan lelaki tua hidung belang atau playboy yang tangannya tidak bisa diam ditempatnya.

Ia menunggu siapapun penyumbang itu untuk datang mendekati panggung, namun tidak ada pergerakan apa-apa bahkan dilihatnya semua orang saling melihat seakan mencari siapakah orang itu.

"Sepertinya kita akan melanjutkan ke sesi berikutnya, mewakili anak-anak, saya ucapkan terima kasih banyak untuk bantuan anda malam ini." Mrs. Debby membungkuk lalu berjalan menghampirinya dengan wajah cerah dan senyum yang lebar.

"Malam ini kita berhasil mengumpulkan sumbangan yang banyak, semua ini berkat kamu." dengan patuh, Michelle menurut ketika wanita yang mendedikasikan hidupnya untuk anak-anak itu menuntunnya kembali ke balik panggung.

"Aku sudah bisa menduga kalau kamu yang akan membawa keberuntungan bagi kami malam ini dan ternyata benar." efuria Mrs. Debby tidak dapat menyurutkan rasa penasaran Michelle untuk mengetahui identitas penyumbang itu sekaligus yang sudah membayar waktu makan malamnya.

"Si-siapa orang itu?" ia tidak bisa menahan diri untuk mencari tahu siapa yang sudah 'membelinya'.

"Tadi saya hanya mendapat memo, katanya ia akan menghubungi untuk menentukan kapan kalian akan makan makan." Michelle mengerutkan dahinya, rasa penasarannya semakin membuncah.

"Kenapa?" ia benar-benar tidak mengerti alasan seseorang berani mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk makan malam dengannya, walau tujuannya untuk amal.

"Entahlah, mungkin....hei, hidangan itu seharusnya dikeluarkan nanti." jerit wanita setengah abad didepannya itu.

"Kita akan berbicara nanti, sepertinya situasi tidak akan terkendali jika aku tidak turun tangan langsung." pamit Mrs. Debby lalu meninggalkannya dengan sejuta tanya yang bermain-main dalam pikirannya.

Menghembuskan nafas berat, Michelle melangkah lesu menuju ke ruang utama dengan tujuan meja prasmana untuk mengisi perutnya yang kosong sebelum pulang ke apartemennya yang sunyi.

"Untuk ukuran seorang wanita, makananmu lumayan banyak juga." terdengar suara familiar dari balik tubuhnya, Michelle memejamkan matanya dan berharap jika orang itu bukanlah cassanova yang dikenalnya itu.

"Atau kamu sedang mengumpulkan energi untuk melakukan solo nanti malam." bisik lelaki itu tepat ditelinganya yang sanggup membuatnya bulu kuduknya berdiri dan jantungnya mulai berolah raga lagi.

Ia tidak menginginkan reaksi seperti yang dirasakannya saat ini sehingga dengan kasar, ia bergerak menjauh dan memasang wajah bermusuhan.

"Sedang apa anda disini?! Apa tidak ada wanita yang bisa anda rayu sampai tersesat kemari?!" ditatapnya dengan tidak suka lelaki yang berdiri dengan wajah mesum didepannya.

"Untuk apa repot-repot merayu wanita jika yang tersedia sudah ada didepan mata." dengan sengaja dan terang-terangan lelaki itu menelusuri tubuhnya dan berlama-lama didadanya dan daerah antara pahanya yang membuat darah Michelle semakin mendidih.

"Kamu pikir aku wanita murahan yang akan termakan rayuan picisan dari lelaki playboy sepertimu, jangan mimpi." desisnya menahan emosi yang semakin menggebu, cekalan di piringnya semakin kuat.

"Aku tidak perlu bermimpi untuk membayangkan bagaimana rasamu ditangan dan dilidahku, bukankah aku sudah mencicipimu sebelumnya." pernyataan Dean yang dibuatkan dengan suara mendesah semakin membuat darah Michelle semakin mendidih.

"Jangan ingatkan aku akan kejadian menjijikan itu, itu hanya sebuah kesalahan yang tidak akan pernah terjadi lagi." tegasnya sambil menatap tajam ke arah lelaki yang tidak pernah gagal mengaduk-aduk emosinya.

Lelaki didepannya hanya tersenyum dan melangkah semakin mendekat dan secara otomatis membuat Michelle mundur menjauh hingga tubuhnya menempel di dinding dibelakangnya sementara Dean makin memperpendek jarak antara mereka, jantung Michelle semakin keras berdetak penuh antisipasi.

Ketika tubuh Dean hanya sejengkal darinya dan wajah lelaki itu semakin dekat dengan wajahnya, Michelle menutup matanya.

"Aku ingin sekali menerima undangan untuk mencicipi bibir manismu, cantik. Tapi jika aku sampai menciummu, kita pasti akan menyuguhkan tontonan adegan tidak layak di depan umum." bisik Dean sensual ditelinganya lalu dirasakannya sapuan basah di daun telinganya.

Jantung Michelle berhenti berdetak lalu memacu dengan keras, tubuhnya meremang dan aliran darahnya berkumpul di beberapa titik sensitif yang membuatnya tidak nyaman.

Kedua payudaranya mengeras dengan puncaknya yang menegak seakan meminta untuk diperhatikan, ia merapatkan kedua pahanya untuk meredakan rasa gatal yang tidak tertahankan di area paling pribadinya.

Bagaimana bisa lelaki itu membuatnya sangat bergairah hanya dengan hal kecil yang dilakukannya barusan? Bagaimana jika lelaki itu benar-benar merayunya, ia tidak bisa membayangkannya.

Lelaki itu sangat berbahaya bagi dirinya, ia benar-benar harus menjauhilelaki itu. Harus.




------> to next part

Journey Of Love (pending) Where stories live. Discover now