Alunan musik klasik menggaung di petak apartemen. Desau angin musim semi terdengar samar, menerobos pintu yang terbuka setengah. Ada jangkrik juga beberapa binatang malam lainnya yang berderik saling bersahutan.
Langkah ringan dibawa menapak lantai berlapis karpet semi empuk. Malam di negeri tetangga terasa seperti malam di negeri sendiri bagi Nijimura, tak ada sirat rindu kampung halaman atau apa pun itu namanya. Dua tahun di sini dan ia berharap tak usah pulang sekalian.
Siku digunakan menahan pada pinggiran pagar balkon. Sebelah lengannya yang lain digunakan merogoh kantung celana. Sebatang rokok keluar dari kotak bermerk Mayaboro.
Ia bukan seorang perokok. Hanya melakukannya sesekali di kala suntuk. Ataupun gabut.
Kepulan asap tipis keluar dari celah mulut yang terbuka. Kemudian ia mengisap batang penuh nikotin itu dalam-dalam. Kucing garong yang kebetulan lewat di atas atap mengeong gahar. Suara berisik dari atas genting ia abaikan. Memilih fokus mengisap lintingan tembakau yang dibakar pada ujungnya.
Dari pohon di seberang jalan, seekor burung hantu bertengger dengan wajah seram yang menghadap tepat ke Nijimura. Seolah mengajak pria muda itu untuk mengadu tatap tanpa berkedip. Siapa yang menang pasti kelilipan.
Tepukan pada pundak membuatnya agak terperanjat. Menoleh, sosok bermanik kelabu hampa menggeser posisi Nijimura yang bersender pada tiang balkon. Membuat tubuh yang sedikit lebih tinggi terimpit tubuh Nijimura serta tembok tipis yang membatasi wilayah mereka dengan teritorial milik tetangga sebelah.
"Kenapa belum tidur?" Pertanyaan singkat, sekadar memecah keheningan. "Besok kamu ada jam pagi, jika lupa."
Mendengus, "Tak pantas menceramahi orang yang selalu bangun lebih awal ketimbang dirimu sendiri, Shuu."
Kendaraan besar yang mengangkut mie instan melintas di depan gedung apartemen. Suara mesinnya agak ngilu jika didengar baik-baik. Mayuzumi menatap sekilas, kemudian berpaling tak tentu arah. Pandangannya random menatap apa saja yang bisa ditatap--asal jangan Nijimura.
Nijimura mengalihkan pandangannya lurus ke depan. Burung hantu yang sama, yang barusan beradu tatap dengannya masih ada. Tak ada bunyi-bunyian klenik yang keluar dari mulut Aves bermata besar tersebut.
"Mau tidur sekarang atau kutiduri?" Sejak dulu mulut Nijimura memang tak pernah lulus sensor. Filternya sudah jebol, kelihatannya. Di depan Mayuzumi, Nijimura sama sekali tak suka basa-basi. Segala urusan harus efektif. Jangan bertele-tele. Tak perlu menye-menye, keduanya sama-sama terlalu dominan.
"Jangan bicara dengan mulut bau abu gosok seperti itu."
Puntung kecil dijatuhkan ke lantai balkon. Sandal rumah digunakan menginjak lintingan yang menghitam di bagian ujung. Tangannya kembali bergerak menuju kantung celana, sebatang lagi mungkin bisa membuatnya puas.
"Chihiro, ke mana tanganmu meremas?" Tepat di atas mulut kantung celana, tangan milik Mayuzumi berdiam. Menghalangi akses masuk dari tangan milik pria yang lebih muda setahun di bawahnya.
"Sudah kubilang," Mayuzumi benar-benar meremas bokong sekal milik si alpha bersurai arang. "Jangan merokok jika sedang bersamaku."
Seringai manis mencuat di bibir. Bokongnya yang diremas oleh sang lawan main ia abaikan. Tubuhnya berbalik, mengimpit sosok Mayuzumi di antara dirinya sendiri dan dinding. "Mau main gosok-menggosok denganku?" Lengannya digunakan balas meremas bongkahan bulat yang jauh lebih kencang dan juga sintal ketimbang miliknya.
"Mau kumasuki kali ini?"
"Tidak, Sayang. Tetap kau yang kumasuki."
"Lepas, Monyong." Mendorong dada bidang yang berjarak terlalu dekat dengan dadanya sendiri, Mayuzumi kembali pada posisi semula. Kedua sikunya menumpu pada pagar balkon.
YOU ARE READING
Bad Alpha
FanfictionNijimura dituntut untuk profesional. Baik ketika ia menjadi seorang saudara angkat yang lebih mirip pelayan, atau sebagai kekasih dari tuan muda bandel yang susah pulang. . . NijiMayu slight MayuOgi, AkaKuro