Usianya baru delapan tahun ketika Shuuzou tahu bahwa ibunya masih ada. Berada dekat dengannya, dan mampu ia jangkau dengan kedua tangan. Aida Riko, yang kini namanya berubah jadi Mayuzumi Riko—adalah sang ibu kandung, nama salah satu keluarga termahsyur yang hidup di negeri matahari terbit.
Shuuzou kecil sempat mengamuk, menolak makan, bahkan melakukan beberapa pengrusakan. Eksistensinya sebagai anak, serasa tak diinginkan. Ibu kandungnya membuang ia, dan menamai Shuuzou sebagai anak pungut.
Pergi dari sebuah bangunan megah yang dinamai rumah, di mana statusnya tak lebih dari sekadar peliharaan. Shuuzou terlunta-lunta di jalanan, mengais sisa-sisa makanan untuk menahan rasa lapar. Kenapa ibunya tak mau pakai nama Nijimura dan malah memilih jadi nyonya di sebuah rumah besar?
Kepala kecilnya ditelengkan saat tetiba sebuah ingatan masuk ke dalam benak. Bahkan Nijimura bukan nama ayahnya, hanya pemberian dari seorang nenek tua yang kini telah tiada. Yang mengurus Shuuzou sedari bayi merah, hingga tumbuh sampai sepinggang sang nenek.
Ia bertanya kenapa sang ibu tega membiarkan Shuuzou sendiri. Membuang Shuuzou dan memilih untuk punya anak lagi. Yang satu seumuran dengannya sementara yang paling kecil usianya belum sampai lima tahun.
Apa Shuuzou dulu begitu nakal? Seperti yang sering dituduhkan oleh para ibu di lingkungan tempat tinggalnya dulu? Katanya Shuuzou terlalu bandel, susah diatur, dan gemarnya menganiaya teman sebaya. Padahal sungguh, seaslinya ia tak pernah mulai duluan—Shuuzou hanya melawan ketika sudah terlalu sering dijadikan sasaran perundungan.
Tetungkai lemas terus melangkah. Berjalan di jalanan gelap ibu kota yang jarang diketahui banyak orang. Shuuzou sempat bermalam di teras gereja, tapi diusir seorang kakek pemarah karena dianggap bahwa ia terlihat begitu kumuh dan bisa saja menghilangkan keinginan para umat Tuhan untuk datang ke rumahnya.
Meringis pelan saat sudut bibirnya yang terluka kembali terbuka saat mulut sedikit menganga. Ia lelah juga lapar. Tubuhnya dekil dengan bau tak sedap yang mulai menguar. Wajah Shuuzou kumal, tidak berseri seperti kebanyakan anak seusianya. Ia sudah hidup dalam pelarian selama seminggu lamanya. Menyusuri jalanan kota, dari satu gang ke gang lain. Memasuki jalanan arteri, lalu kembali ke jalanan sempit yang lembap dekat bak sampah di belakang gedung tinggi yang seolah menjelma sebagai raksasa pencakar langit.
Taman yang terlihat paling terang sekarang. Dibandingkan belakang toko roti tempat Shuuzou kini berdiri. Berjalan lumayan cepat, Shuuzou melihat ada toilet umum di taman itu. Ia mau menumpang cuci muka sekalian mandi meski tak punya sabun. Biar penampilannya tak terlalu kumuh.
Memandang ke arah kiri dan kanan jalan, memastikan tak ada kendaraan yang melintas. Sebelum menyebrang, Shuuzou berdiam sebentar membiarkan sebuah truk mi instan melaju di jalanan. Bergambar semangkuk mi goreng bertabur bawang krispi yang berhasil mengundang nyanyian para cacing di perut saat Shuuzou memikirkannya.
Angin senja berembus lumayan kencang, menerbangkan beberapa dedaunan, juga surai arang lepek kepunyaannya. Tanpa sengaja membaui tubuh sendiri, rupa-rupanya aroma Shuuzou memang bisa membuat orang kepengin muntah.
“Bau sekali,” menggeleng tak suka, Shuuzou paham kenapa dirinya beberapa kali mendapat pengusiran. “Harusnya aku bawa beberapa baju.”
Kali ini ada sepeda motor yang lewat dengan sebuah ambulans yang tergesa-gesa membawa pasien ke rumah sakit. Shuuzou memperhatikan keduanya sampai hilang di ujung jalan. Setelah tak ada yang melintas, barulah Shuuzou berani menapakkan kaki pada aspal dengan garis-garis putih serupa corak kuda zebra.
YOU ARE READING
Bad Alpha
FanfictionNijimura dituntut untuk profesional. Baik ketika ia menjadi seorang saudara angkat yang lebih mirip pelayan, atau sebagai kekasih dari tuan muda bandel yang susah pulang. . . NijiMayu slight MayuOgi, AkaKuro