Aku harus bergegas. Jam sudah menunjukkan lewat petang hari. Sialnya, aku bahkan belum mencuci wajahku. Aku bisa saja melewatkannya tapi kurasa aku harus melakukannya.
Aku memutar kran airnya dan membasuh seluruh wajahku dengan air. Mengambil sedikit sabun dengan jariku dan mulai menggosoknya ke kulitku, mengusapnya hingga busa menutupi wajahku seraya memijat di sekeliling pori-porinya.
Deras suara air jatuh di salurannya hingga menggema di sekeliling ruanganku. Mungkin aku membiarkannya terlalu lama. Aku harus mencuci sabun yang ada di wajahku sekarang. Tanganku berusaha mengumpulkan air.
Heh? Apa? Di mana airnya? Tanganku tidak dapat menyentuh airnya walau sudah kucoba berkali-kali. Aku terpaksa menahan pedihnya busa sabun yang masuk ke dalam mataku, ketika membuka mata mencoba melihatnya.
Kran itu, Kran air itu ... di mana?
Ah, ini dia krannya. Aku memutar krannya dan air mulai keluar dari sana.
Dengan cepat kubasuh wajahku ... dan akhirnya, bersih. Ku ambil handuk untuk mengeringkannya.
Aku juga belum bercukur, tapi sudahlah. Aku lalu meninggalkan rumah dengan cepat seperti kelelawar yang baru keluar dari sarangnya.
Keep vomment if you good people
KAMU SEDANG MEMBACA
Urban Legends
HorrorIf you are alone, don't think that you're really alone. And maybe the things inside your head doesn't really leave it up.