Seseorang berjalan melintasi bangunan Manila Film Center pada pertengahan tahun 1990an, ketika itu dia didekati oleh seorang pria yang nanti memberinya sebuah kartu telepon. Pria itu mengatakan padanya untuk menghubungi keluarganya, memberitahu mereka bahwa dia baik-baik saja serta akan bebas tidak lama lagi. Orang itu mengikuti seluruh perintah pria tersebut.
Ketika menghubungi keluarga pria tadi, dia mendapat kabar yang cukup mencengangkan. Pihak keluarga mengatakan bahwa pria itu merupakan seorang suami yang sudah meninggal – tepat di tempat itu – sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Kisah ini boleh dibilang tidak terlalu aneh jika menyangkut Manila Film Center. Bangunan yang didirikan pada tahun 1982 ini ditujukan sebagai panggung utama dari Festival Film Internasional Manila yang pertama. Festival film ini merupakan buah pikiran dari seseorang yang nantinya menjadi seorang first lady Filipina, Imelda Marcos.
Marcos adalah seseorang yang menyukai kehidupan mewah, dan ingin gaya hidupnya itu tercermin dalam segala pekerjaannya, karyanya, dan juga pandangan di negerinya. Sebagian akan mengatakan Marcos seorang yang sangat ambisius, dengan tidak memberi proyek ini cukup waktu untuk didirikan bangunan yang akan menghelat fesival film tersebut. Walau begitu, rencana itu terus dijalankan.
Penampilan gedung itu terinspirasi dari Parthenon, dan lokasinya berada di sebuah lahan di atas laut – ujung Pasay City. ‘Daratan baru’ ini belum cukup kuat untuk menampung berat struktur bangunan, jadi pondasi kemudian dibuat sedemikian rupa hingga diyakini memperkokoh daratan tersebut.
Pembangunan lantas tetap berjalan sesuai rencana, tapi Marcos melakukan beberapa perubahan hingga menyebabkan penundaan dan kabarnya mengabaikan standar keselamatan. Walau begitu, dengan harta yang melimpah di tangan, keajaibanpun mungkin terjadi, dan tak membutuhkan waktu yang lama makin banyak pekerja bangunan bekerja di tempat itu. Sebuah perkemahan dibangun, di mana para pekerja serta sebagian kecil keluarga mereka dapat tinggal – agar dapat mengawasi mereka tiap waktu.
Demi laju pembangunannya, dan untuk memenuhi tenggat waktu yang mepet, lebih dari 4000 pekerja bangunan di pekerjakan dengan tiga sesi, 24 jam sehari. Beberapa bagian bangunan yang seharusnya membutuhkan enam minggu terselesaikan hanya dengan tiga hari. Tentu saja, itu sesuatu yang terlalu dipaksakan dan biasanya apa yang dipaksa itu akan berakhir buruk. Dan memang demikian.
Pada sekitar pukul 3 dinihari tanggal 17 November 1981, sebuah tragedi terjadi. Sebagian besar dari landasan langit-langit bangunan tersebut runtuh, dan menimpa sekurang-kurangnya 169 pekerja di bawahnya. Bukannya, menolong nyawa yang malang itu, menghubungi bala bantuan, atau apapun untuk membantu orang-orang itu keluar, Imelda Marcos dan juga beberapa bawahannya malah memerintahkan pihak keamanan untuk menutup area itu – agar tidak seorangpun masuk, tidak ada bala bantuan, atau apapun.
Area itu kemudian tertutup selama sembilan jam hingga akhirnya siapapun diperbolehkan memasukinya – untuk menolong orang-orang yang masih hidup. Banyak nyawa melayang akibat runtuhan itu, dan mungkin lebih banyak lagi diakibatkan tidak seorangpun bala bantuan dapat masuk ke dalamnya.
Banyak rumor yang beredar mengenai apa yang terjadi selama area tersebut ditutup berjam-jam. Ada yang mengatakan penyelidikan sedang dikerjakan untuk mengetahui penyebab runtuhnya bangunan, dan Marcos khawatir adanya sabotase dari pihak pengembang setelah melihat tiga belas landasan langit-langit itu terpotong. Sebagian orang lagi mengatakan bahwa Marcos cemas pembangunan itu tidak akan selesai tepat waktu, dan fesitval filmnya akan dibatalkan. Takut menanggung malu, dia malah meminta dibuatkan campuran beton lebih banyak lagi, untuk menyembunyikan bukti-bukti kejadian tersebut. Pada akhirnya, jasad para pekerja bangunan itu ditimbun dengan semen dan menjadi rata dengan tanah – menjadikan bangunan itu layaknya sebuah kuburan.
Dengan begitu banyaknya orang yang mengalami cedera dan terbunuh dari tragedi ini, jumlah sebenarnya tidak pernah terungkap. Namun menurut orang-orang yang berada di tempat kejadian, ada lebih banyak nyawa melayang dari yang di perkirakan. Langit-langit bangunan itu runtuh dan juga menghantam perkemahan, membunuh beberapa pekerja bangunan dan keluarganya. Ada banyak nyawa yang juga telah menyatu dalam lapisan beton yang baru saja dituang di tempat kejadian.
Eliodoro Ponio, yang bekerja di sana, diwawancarai dalam sebuah acara televisi, mengatakan bahwa seluruh mayat yang ada di sana sudah tertutup dan menggambarkan ‘bahkan sebuah kuku jari tidak ditinggalkan di sana’. Semua pekerja dikuburkan dengan sebaik-baiknya.
Saat pembangunan Manila Film Center ini akhirnya rampung tepat waktu untuk festival film itu, film-film seperti ‘Body Heat’, ‘Gallipoli’, dan ’36 Chowringhee Lane’ dari India diputar – film India ini lalu memenangkan gambar terbaik.
Setelah festival, bangunan ini dimasukkan ke dalam arsip film nasional hingga sebuah gempa bumi menghantamnya di tahun 1990an, menyebabkan bangunan ini rusak dan terbengkalai. Ditinggalkan selama satu dekade, bangunan ini akhirnya digunakan sebagai panggung pertunjukan ‘Amazing Show’, sebuah acara transgender yang diadakan pihak Amazing Philippines Theatre.
Beberapa orang yang mengunjungi tempat ini mungkin tidak mengetahui sejarah dari bangunan tersebut. Tragedi dari hilangnya banyak nyawa, dan jiwa-jiwa yang terperangkap di bawah kaki mereka. Kejadian aneh yang terjadi bukan hanya sosok asing yang meminta para pengunjung untuk menghubungi keluarga mereka, dan mengatakan keadaannya baik-baik saja tapi masih banyak kejadian-kejadian paranormal lainnya. Rintihan-rintihan meratap dan mengerang sering juga dilaporkan, keluar dari pondasi bangunan tersebut. Penampakan juga muncul dihadapan pengunjung, menyelinap keluar dari bawah lantainya. Orang-orang yang berlatih atau membersihkan tempat itu juga selalu melaporkan saat-saat mereka merasakan klaustrofobia ketika mereka berada di dalam, merasakan sesuatu tak kasat mata yang hadir di tengah-tengah mereka.
Beberapa paranormal melakukan ritual-ritual untuk berhubungan dengan yang mati di sana, sebagian besar mendapatkan sambutan yang tidak ramah, penolakan demi penolakan, aktivitas paranormal yang menakutkan, serta aktivitas poltergeist juga terjadi pada beberapa ritual yang dilakukan.
Seorang paranormal melakukan ritual pengusiran di sana dan berhasil mengontak beberapa makhluk halus yang menghuni tempat itu. Pada kesempatan kali ini, paranormal itu mengaku mendapatkan balasan dari beberapa arwah yang ada di sana. Mengatakan bahwa mereka akan pergi apabila kisah mereka diceritakan sehingga diketahui orang. Walau begitu, tidak semua menginginkan itu, beberapa dari mereka sudah tidak bisa lagi dipisahkan dari tempat itu. Jiwa dan kisah mereka tertawan di sana, menghantui tempat itu selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Urban Legends
HorrorIf you are alone, don't think that you're really alone. And maybe the things inside your head doesn't really leave it up.