Part 4

8K 367 5
                                        

Jangan lupa vote dan kritikan yang membangunnya ya biar makin bagus.

Nail's Pov.

"Bang, kapan?" tanya Abi tiba-tiba saat kami sedang berkumpul. Sudah beberapa kali aku selalu ditanya kapan dan kapan. Apakah ini seperti kutukan untuk setiap anak sulung yang ditinggal menikah adiknya?

"Kapan apanya, Bi?" aku mengangkat satu alisku, pura-pura mempertanyakan maksud Abi. Berlagak tidak tahu sajalah biar sedikit aman. 

"Yaa kapan kita bertamu ke rumah gadis yang mau kamu jadikan istri," MasyaAllah, benar kan dugaanku. Sabar Nail sabar

"Ya Allah, Bi, acara Arsy aja belum selesai kok, Abi sudah mikir mantu lagi, Bi." Memang benar walimahan Arsy saja belum selesai ini abi malah sudah ingin mantu lagi.

"La nggak papa to? Malah kalau bisa resepsinya bareng sama adekmu kan seru ya nggak, Umi?"

"Iya Bi, biar tambah rame, kita kan tinggal bertiga di rumah ini, nah kalau kamu sama Abi kerja Umi sendirian, jadi carikan teman umi masaklah, Bang," Umi malah ikutan menggodaku. Ya kali Mi, nyari istri seperti nyari baju, kalau suka tinggal bayar. Batinku

"Umi, Abi. Nikah kan perlu modal, apalagi Nail juga masih kuliah, Bi. Magang juga baru mulai kan, usaha juga baru merangkak, Bi? Mau Nail kasih makan apa istri Nail coba?" kilahku pada kedua orangtuangku siapa tahu mereka menghentikan godaan dan keinginan mereka.

"Hmmm masa kamu kalah sama Daffa, Bang? Dia yang di bawah kamu saja sudah berani ngehalalin adekmu," goda Abi padaku.

"Ya beda atu, Bi, kan Daffa juga sebelumnya sudah punya penghasilan dan sekarang sudah akan meneruskan usaha ayahnya, Bi."

"Abang, juga bisa nerusin usaha Abi," celetuk umi, tidak mau kalah untuk mengompori abi untuk memintaku mencari istri. Astaghfirullah,

"Nah bener kata Umi, biar Abi sama Umi bisa santai di rumah. Bang..., dengerin ya, jangan jadikan modal sebagai penghalang untuk menikah. Kitakan punya Allah, kalau kita punya niatan baik untuk ibadah, insyaAllah, Allah akan beri jalan, Bang." Nah kalau abi sudah ngomong begitu aku harus jawab apa coba?

Aku mengambil napas dalam sebelum memberikan jawaban.  "Baiklah Umi dan Abi, Abang akan segera melamar seorang gadis untuk jadi menantu kalian."

"Alhamdulillah siapa, Bang?" melihat Abi bersorak senang saat aku mengatakan akan melamar gadis, kok rasanya sakit yaa? Ya Allah maafkan hamba ya Allah.

"InsyaAllah, Bi. Dia yang terbaik untuk Nail"

"Iya Bang, tapi siapa dia?" tanya Umi makin penasaran, ada binar bahagia di netranya saat memandangku. Aku merasa sangat bersalah pada mereka.

"Diaaa..." Ya Allah ampuni hamba.

"Dia masih bersiap diri menjadi makmumku, Umi, sama seperti Nail yang sedang mempersiapkan diri untuk jadi imamnya. Umi, Abi, Allah akan mendatangkan jodoh di saat dan di waktu yang tepat, tidak lambat atau terlalu cepat."

"Yaahhh, Abang," keluh Umi sedikit kecewa. Mungkin Umi merasa kehilangan Arsy, tapi Nail tidak mau istri Nail hanya dijadikan ganti saja, jadi biarlah ini mengalir apa adanya. Biarlah Allah dan takdir yang menuntunku bertemu dengan jodohku.

"Tapi, Bang, jodoh juga nggak akan datang kalau kita cuma menunggu, jodoh di tangan Allah itu memang benar, tapi usahanya untuk mencari jodoh itu di tangan kita, ada ayatnya kan?"

"Iya, Abi. Nail akan usaha dan doa."

"Nah gitu dong, Bang, kalau sudah ada yang berkenan di hati, istikharah dan cari tahu bagaimana dia, kalau sudah klop dan diridhoi Allah maka segerakanlah, jangan lama-lama ditunda nanti takutnya nafsu yang bicara."

Di penghujung Penantian #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang