Part 1

20.9K 608 13
                                    

Amanda's Pov

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyat: 56)

###

Aku tidak tahu untuk apa aku hidup di dunia ini, aku ibarat sebuah robot yang diperintahkan untuk selalu patuh. Bahkan aku sendiri tidak tahu apakah aku masih mempunyai hak atas tubuh dan hatiku ini. Aku hidup tapi aku juga merasa mati, aku bernyawa tapi seolah tak punya rasa.

***

Hari ini tepat setahun setelah kejadian naas di hari pernikahanku dengannya. Sosok lelaki yang sama-sekali tidak aku kenali sebelumnya. Hari di mana harusnya menjadi hari berbahagia bagi kami berubah menjadi bencana. Amar nama lelaki itu, mengalami kecelakaan tunggal saat perjalanannya menuju ke tempat pernikahan kami, sesaat setelah dia selesai bertugas. Kecelakaan yang begitu luar biasa parahnya membuatnya meninggal di tempat saat itu juga.

Kematiannya menjadi pukulan keras untuk Pak Rama dan bu Santi atau saat ini aku memangil mereka papa dan mama. Tapi bukan itu masalahnya. Melainkan pada perubahan sikap papanya Amar setelah dia meninggal. Papa seolah punya kehidupan sendiri bahkan seolah dia menganggap Amar belum meninggal

"Tasya ... Mama ingin kamu nanti datang ke kantor papa untuk mengantar bekal untuk papa ya, Nak?" Seketika aku tersadar dari lamunanku mendengar permintaan dari seorang perempuan paruh baya yang tak lain adalah mama dari Amar calon suamiku yang telah tiada. Perempuan baik yang selama ini mendampingi papa, beliau tak pernah mengelum sebagai seorang istri, hanya saja terkadang ... ahh sudahlah tak baik aku teruskan.

"Iyaa, Ma." Aku mencoba menjawab meski singkat. Entah kenapa mendengra kata papa aku merasa sungkan. Meski beliau baik terhadapku tapi tetap saja baiknya beliau tidak aku rasakan sampai ke dalam hati.

"Tasya ... Mama paham dengan apa yang kamu rasakan," benarkah? Tanyaku dalam hati. Aku ingin tertawa rasanya.

"Mama sudah berusaha menasehati papamu agar dia paham kalau Amar sudah meninggal." Mama menghela nafas sebentar sebelum melanjutkan ucapannya, "kamu berhak bahagia, Sya, kamu tidak harus di sini dan membenarkan tindakan papa yang menggangap Amar masih hidup dan menganggap kamu adalah menantunya."

"Ma .... "

"Mama ikut sakit melihatmu seperti ini, Mama memang bukan ibu kandungmu tapi melihatmu seperti ini Mama merasa sangat bersalah." Aku hanya bisa menarik sedikit bibirku membentuk sebuah lengkungan yang orang sebut senyum, saat melihat Mama. Aku tidak tahu apa itu sakit, apa itu hidup, apa itu cinta. Yang aku tahu adalah aku bangun, bernapas, lalu tidur lagi. Selalu seperti itu. Tidak ada lagi warna dalam hidupku sejak kematian Amar.

"Jangan berusaha untuk tersenyum kalau kamu terluka, Nak. Mama lebih suka kamu menangis kalau memang kamu tidak sanggup."

"Ma... Tasya tidak apa-apa Mama jangan khawatir, anggap saja ini balas budi Tasya untuk Mama dan papa. Tasya bahagia kok, kalian sudah jadi orang tua yang tidak pernah Tasya miliki. Sudah ya, Mama jangan bersedih lagi. Tersenyumlah Ma, agar Tasya juga bisa ikut senyum."

Mama memelukku tanpa mengatakan apapun hanya mengucapkan banyak terima kasih. Entah terima kasih untuk apa.

###

"Permisi Kak Mita, apa papa ada di ruangannya?" tanyaku pada resepsionis di kantor papa. Namanya Mita dia sudah mengenalku karena aku sering mengantarkan makan siang untuk papa sebelum pergi ke Panti Asuhan tempat aku mengabdi. Aku suka anak-anak dan bersama anak-anak aku merasa apa itu hidup.

Papa melarang ku bekerja karena Amar selalu mengirim uang padaku. Hemmm aku hanya bisa tersenyum mendengarnya. Dalam hati sering aku menjerit. Apakah ada orang meninggal yang bisa mengirim uang dari dalam kubur?

Di penghujung Penantian #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang