Bintang

47 5 0
                                    

Hari ini adalah hari yang spesial. Bagaimana tidak, Diandra melangkah ke kampusnya sebagai seseorang yang sudah resmi sebagai mahasiswi universitas kecintaannya. Usai memarkirkan motor maticnya, Diandra berjalan gontai seraya membetulkan letak kerah kemejanya. Ospek sudah lewat, sekarang sudah tak ada lagi teriakan-teriakan kakak BEM yang memekakkan telinganya.

"Diandra!",seseorang memanggilnya dari belakang.

"Damai banget hidup gue udah selesai ospeknya haha",ujar Vera, gadis yang dikenalnya saat ospek kemarin. Kebetulan Vera juga sekelas dengannya.

"Eh gue ada sesuatu nih",gadis berambut pendek sebahu itu menyodorkan sebuah buku pada Diandra.

"Novel?",tanya Diandra heran.

"Baca aja, lo kan suka baca. Sekarang coba rubah kebiasaan lo selain baca buku yang berat banget bacaannya, baca juga novel, biar hidup lo tuh dinamis gitu"

"Apaan sih, Ver. Nggak jelas banget"

Vera memang baru saja mengenal Diandra, tetapi dia sudah bisa menebak bagaimana sosok Diandra. Dari caranya berbicara, dari caranya berpakaian, dari caranya memandang, dari caranya berpikir, Vera sangat tau sosok seperti apa Diandra. Dia juga punya kenalan anak Ekonomi yang pacarnya adalah sahabat Diandra semasa SMA sampai sekarang, hanya saja beda universitas dengan Diandra. Vera banyak mengorek informasi pada Stella, sahabat Diandra itu.

"Nanti malem nonton yuk, Di. Rame-rame sama temen gue"

"Mmm liat ntar ya bisa apa enggak"

"Ah udah, kebanyakan cincong lo. Pokoknya gue jemput di rumah lo ya jam tujuh"

"Kayak tau rumah gue aja, Ver"

"Tau-tau, lihat aja ntar juga tiba-tiba rumah lo rame"

"Ver...",dan Vera sudah melenggang pergi lebih dulu meninggalkan Diandra yang terheran-heran di posisinya. Ada satu lagi orang aneh yang ia temui setelah Theo. Vera.

***

Benar kata Vera. Tepat pukul tujuh malam, segerombol orang mendatangi rumahnya.

"Hai, Di. Kenalin nih temen-temen gue ada Rafael, Gerry, Kirana, dan dua lagi masih dibelakang, pacaran mulu nih orang dua"

"Hai, Di",sapa dua orang yang dikenali Diandra.

"Stella? Dodi? Loh kalian kenal Vera?",cecar Diandra tak percaya.

"Dunia emang seluas daun kelor, Di haha",timpal Dodi. "Gue sahabatnya Vera, Di",ujar Dodi yang notabene sebagai kekasih Stella itu.

"Berangkat sekarang yuk. Keburu mulai filmnya",ajak Vera.

Tak lama kemudian mereka melangkah keluar, namun belum sampai mobil, seseorang menghalangi dengan tingkah anehnya.

"Aduh anak-anak malem-malem mau kemana ?",tanya Theo seraya berkacak pinggang, yang tiba-tiba sudah berdiri menjulang di depan pintu rumah Diandra.

"Aduh om-om udah malem kok bertamu ke rumah orang?",celetuk salah seorang teman Vera, Gerry namanya.

"Eh, enak aja om-om. Masih juga 22 tahun"

"Nggak ada yang tanya juga, om...om, kayak sales mobil aja ngejelasin spek",kembali lagi Gerry menimpali.

"Wah belum tau siapa gue nih anak. Mau kemana sih kalian? Sini gue traktir, mau kemana, ha? Gue traktir malem ini sampe puas"

"Wah kebeneran om, mau nonton nih. Traktir tiket ya, sekalian makan juga nggak apa, ane doain makin kaya. Yuk guys",sambung Gerry membuat seluruh mata memandangnya geli.

Gerry memang yang paling somplak diantara semua teman Vera, tapi juga yang paling baik.

***

Selepas nonton, Diandra pamit pulang. Suasananya sudah berubah sejak kehadiran Theo. Dia jadi badmood. Karena Diandra ingin pulang, terpaksa semuanya ikut mundur demi Diandra. Mereka sangat tak enak hati jika Diandra pulang sedangkan yang lain masih asik main.

"Kalian tetep lanjut aja, biar Diandra gue yang antar"

"Enggak. Gue mending naik taksi",kilah Diandra cepat.

"Udah ayo kita pulang semua. Pulang satu ya pulang semua lah",seloroh Vera membuat Rafael, Gerry, Kirana, Dodi dan Stella mengangguk kompak.

"Ya udah pulang semua. Diandra ikut mobil aku aja yuk",pinta Theo seraya melempar senyuman yang mampu menggugurkan hati gadis mana saja terkecuali Diandra. Vera, Stella dan Kirana saja sempat leleh melihat senyuman itu.

"Gue tetep ikut mobil Dodi!",sahut Diandra tegas setengah memekik.

"Oke oke, it's oke",Theo mengangkat tangan menyerah.

Sesampainya di rumah Diandra, semua berpamitan. Diandra sangat lega. Urusannya dengan Theo sudah selesai. Dia tak harus bertemu dengan cowok itu lagi. Tapi ternyata dugaannya salah. Suara Theo menggema di udara tatkala Diandra hendak memasuki rumahnya.

"Diandra",panggil Theo. Diandra menghembuskan nafas lelah, kemudian dengan sangat terpaksa membalikkan tubuhnya menghadap Theo. Theo yang berada di ujung anak tangga terbawah, naik ke pelataran rumah Diandra hingga dirinya berjarak beberapa senti saja dengan gadis itu.

Ada yang berbeda. Sangat berbeda. Tatapan itu tidak seperti biasanya. Theo seperti bukan Theo. Diandra merasakan keganjilan. Tiba-tiba Theo menggenggam kedua telapak tangan Diandra. Tatkala Diandra hendak melepas genggaman itu, Theo kembali meneguhkan genggamannya.
"Sepuluh detik aja, izinin aku lihat bola mata kamu. Sepuluh detik. Kamu hitung aja kalo nggak percaya",bisik Theo lirih. Diandra tak paham dengan maksud Theo tetapi dia secara spontan menghitung dalam hati, dan ketika hitungannya telah selesai, Diandra mundur selangkah seraya melepaskan genggaman Theo.

"Makasih. Udah izinin aku tidur nyenyak. Bye, maaf ganggu malem-malem. Jangan lupa berdoa sebelum tidur ya",ucap Theo setelahnya. Nada itu sangat tulus, sangat lirih, sangat tenang, sungguh berbeda dengan Nada bicara Theo yang tampak bermain-main. Diandra sampai berpikir apa sepulang dari bioskop, Theo kerasukan atau bagaimana.

Theo mundur, berbalik dan menuju mobilnya. Tak berselang lama, honda jazz merah itu telah memunggungi Diandra. Meninggalkan Diandra sendiri di ambang pintu rumahnya.

Diandra sudah hendak berbalik untuk masuk ke rumahnya,namun kembali lagi ada yang ganjil, sesuatu tergeletak di lantai tempat Theo tadi berdiri menjulang. Ada sebuah kartu ucapan kecil sekali berwarna merah. Ia raih kartu itu, dan dibacanya tulisan yang tertera.

Ya, mungkin aku memang bukan bintangmu dan mungkin kamu sudah menemukan bintangmu. Tapi kamu, selalu jadi bintangku. Selamat malam.

Diandra mendesah pelan, menghembuskan nafas lelah. Kali ini bukan karena kesal dengan kejutan yang diberikan Theo. Melainkan jawaban hatinya atas kalimat yang tertera di kartu ucapan itu.

Kamu salah, Theo. Bukan itu alasannya. Kamu hanya belum tau. Dan mungkin memang lebih baik begitu, katanya dalam hati. []

Maaf ya readers, ada perubahan nama tokoh.
Nana menjadi Kirana
Milla menjadi Stellla

Yang udah baca, semoga nggak bingung. Yang baru gabung, selamat menikmati :)

Jangan lupa vomment ya, biar lanjut ceritanya :)

Makasih

Septa,
1 Juli 2017

RIGIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang