"Terima aku untuk siapa diriku. Singkirkan kekhawatiran takutmu. Nikmati rasa sakit yang kau bisa menahannya. Jatuh lebih dalam."
[EXO-Monster]–––
Ohna'94_storyline
Beautiful poster by Chuly Design–––
Suhu di sekitar berubah panas, badan melemah, mata memerah, tangan dan kaki bergetar, air mata menetes perlahan seiring indra penglihatan ini melihat perlakuan sosok tak asing yang sedang 'bermain' bersama para wanita.
Sakit, perih, perasaan hatiku. Pria itu sudah meremukkan ulu hati, mematahkan menjadi dua bagian dengan sangat mudah setelah perlakuan manisnya beberapa jam yang lalu.
Mengapa takdir buruk selalu menimpaku? Sekian lama menunggu untuk dapat merasakan indahnya cinta bersama Jaebum selamanya. Namun, hanya sekejap kata bahagia berubah menyedihkan. Semua harapan hancur hari ini, berakhir. Tamat!
Tidak ada romeo dan juliet, tidak ada cinderella dan pangeran, tidak ada dongeng klasik yang bercerita tentang keindahan cinta. Dusta! Cinta adalah omong kosong belaka. Perasaan itu justru membuat seseorang terjun untuk menghadapi takdir memilukan.
Beberapa menit terdiam, mencerna kegiatan hina oleh mataku. Terekam jelas secara nyata perbuatan pria brengsek di depanku. Penyesalan datang untuk yang pertama kalinya. Mungkinkah ini adalah takdir untuk menjauh darinya?
"Jaebum—" Meski sempat terasa kelu, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan selain memanggilnya. Berniat menyadarkan pria itu.
Selalu. Harapan dan kenyataan berbeda. Jaebum menatapku datar seperti biasa, tanpa terlintas raut bersalah sedikit pun. Awalnya aku terkejut, mengingat dia memang pecinta 'bermain dengan wanita' mimik wajah berubah tak kalah datar.
"Aku menunggumu di luar."
Pandangan tajam saling beradu. Menusuk ulu hati mendalam. Sifat ini lah yang tidak ku harapkan pada sosoknya. Mengapa ia selalu tidak peka akan hal itu?
Aku berbalik, berjalan menjauh dari tempat penuh dosa ini. Sudah cukup muak rasanya mendengar alunan musik juga pandangan menyedihkan para manusia tak sadarkan diri di sini.
Angin malam langsung merengkuh tubuh rapuhku. Dingin. Seperti tatapan juga sikapnya tadi. Bolehkah aku menyalahkan diri sendiri? Betapa bodohnya aku yang telah dibutakan oleh perasaan bernama cinta, sehingga tidak menyadari, pilihan sesat sudah ku ambil.
Ingin rasanya aku berteriak, memaki diri bodoh ini, juga menghancurkan pria brengsek itu. Merah sudah wajahku untuk yang ke sekian kali. Amarah ini memuncak ketika suara derap langkah dari belakang terdengar.
Aku menghela napas panjang kemudian berbalik, menatap mata elang yang nampak malas tersebut. Aku tahu, pasti perintah tadi merusak acara bersenang-senangnya.
"Maaf, Im. Karena aku kau—"
"Cepat katakan apa yang ingin kau bicarakan."
Bahkan perkataanku dipotong. Nampaknya dia sedang bad mood atau memang sudah lelah denganku? Bosan? Secepat itu? Bukankah kami, oh bukan, aku dan dia resmi menjalin ikatan semalam?
Hampir saja air mata kembali menetes. Namun, bertahan menjadi kuat adalah prinsip teguh sekarang. Karena itu, aku sedang menahan kuat kepedihan hati melihat sikap kasar Jaebum malaam ini.
"Apa maksudmu mencium para gadis jalang itu, Im? Kau lupa jika sekarang aku sudah menjadi bagian hidupmu?"
Gagal. Suara kecilku sudah berubah serak. Cairan bening pun bersiap jatuh sebentar lagi. Badan kembali bergetar hebat. Pandangan datar Jaebum membuat jantungku serasa tidak berdetak lagi.
"Itu hobby-ku."
"Bukankah kita sudah membuat kesepakatan? Berjanji bahwa akan bersama untuk selamanya? Kau melupakan semua itu?"
Goyah sudah pertahan ini. Air mata kembali menetes deras, membasahi pipi. Pilu, sangat menyakitkan berdebag dengan pria ini. Sejak sekian lama, baru sekarang aku melihat sifat asli Jaebum. Biasanya dia terlihat perhatian, meskipun raut dingin selalu terpancar jelas. Tapi sekarang?
"Aku sudah bersamamu sekarang."
"Im, kau membodohiku?"
"Kau yang bodoh!"
Aku tertegun. Dia berteriak? Jaebum membentakku? Napasku bahkan berhenti, sepertinya aku akan melihat perubahan besar dirinya sekarang. Dia seperti bukan Jaebum yang ku kenal. Pria tampan meski dingin. Pria perhatian meski cuek. Pria romantis meski singkat. Bukan, dia bukan Jaebum. Dia monster!
"Im, kau—"
"Apa?" Dia memotong pembicaraan lagi, sembari berjalan mendekat. Reflek, aku memundurkan langkah. Menjauh dari wajah menyeramkannya. "Kau bilang akan mengabdi padaku. Dan kau bilang akan menjadi teman dan keluarga untukku. Sekarang, kenapa kau melarangku melakukannya?"
Nada bicara pria itu semakin tinggi. Juga langkah kaki yang masih berjalan mengarah padaku. Apa ini? Kenapa dia melakukan itu padaku?
"Im—" Suaraku tercekat di tenggorokan kala Jaebum tiba-tiba menarik pergelangan tanganku yang bebas. Mendekatkan tubuh ini ke padanya.
"Ingat satu hal—" Wajah pria itu mendekat ke wajahku. Seperri insiden di mobil. Jarak kami terpaut hanya beberapa centi. Namun kali ini aku tak menginginkan ciuman darinya. Aku berusaha menjauh, tapi apa daya jika kekuatannya lebih besar. Pandangannya menajam. "Kau! Hanya budak ku! Seorang budak tidak berhak mengatur hidupku. Kau mengerti?"
Penekanan kata 'budak' sudah cukup membuat hati ini benar-benar hancur berserakan. Tuhan, ada apa dengan dirinya? Kenapa dia tega melakukannya? Air mata terus berceceran dan semakin deras kala mendengar ucapan terakhirnya. Jaebum lalu melepas semua pegangannya di tubuku, berjalan menjauh dengan sempoyongan.
Ku rasa dia sedang mabuk. Tapi, bukankah jika seseorang mabuk, maka semua curahan hati akan tersampaikan dengan jujur? Berarti, selama ini dia berbohong padaku? Tentang semua sikap manisnya? Jaebum... Tega... Melakukannya!
Tubuh bergetar ini dalam sekejap ambruk, tidak bisa menopang terlalu lama beban berat. Semuanya menyakitkan. Malam ini terasa kelam bagiku. Tentang cinta, Jaebum, ah— bagiku tidak ada. Hatiku hancur, perasaanku sedih, pilu, perih.
Haruskah aku bertemu Tuhan untuk bisa mendengar jawaban atas semua rasa kekesalanku selama ini? Kurasa, takdir pun berkata seperti itu.
Tapi sekali lagi. Badan rapuhku masih tidak sanggup untuk di gerakkan. Membeku bak patung. Namun bergetar. Rasa sakit karena cinta sangatlah perih. Ini menyakitkan.
Jaebum. Aku tidak tahu lagi sekarang bagaimana perasaanku padamu. Entah tetap mencintaimu, atau sudah hilang tanpa bekas.
Kau sudah berubah total malam ini, Im. Kau tidak seperti manusia lagi. Bolehkah aku memanggilmu monster? Kau mirip seperti monster, kejam dan sadis. Bahkan kau tega membentak seorang wanita di tengah malam dan di tempat umum seperti ini.
Suara tangisan mulai hilang. Sorot mata berubah menajam. Tubuhku pun menegang. Aku mendongak, memastikan bahwa sudah merasa baik.
"Aku akan melakukannya, Im—"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER IM [COMPLETED] √
FanfictionAku terlalu mencintaimu, hingga semua yang ku punya, aku serahkan sepenuhnya padamu.