Night 3 : Hoya

158 29 21
                                    




Pagi ini langit mendung. Semilir angin menerpa wajahku seolah memperjelas suasana. Aku berdiri diantara orang-orang berbaju hitam yang kini berkumpul mengelilingi batu nisan bertuliskan nama seseorang. Aku melihat beberapa orang menangis tersedu-sedu sambil memegangi batu nisan tersebut. Mungkin keluarganya. Yang lain hanya bisa diam melihat pemandangan di depannya dengan sendu. Kami bergantian untuk menaruh bunga persembahan di atas tanah yang berisi tubuh seseorang. Teman kami yang selama dua tahun ini kami kenal.

Jang Dongwoo.

Nama itulah yang tertera pada batu nisan. Dia adalah orang yang menyenangkan. Senyuman bodonya dapat membuat semua orang menyukainya. Umur memang tidak ada yang tahu. Rasanya baru saja kemarin aku bertemu dengannya, saat kami bertemu di perpustakaan dan dia sedang mencari-cari sesuatu di sana. Aku tidak menyangka ia akan berakhir seperti ini.

Saat aku terhanyut dalam pikiranku sendiri, tiba-tiba sesuatu bergerak-gerak di dekat pohon di depanku. Aku melihat cahaya aneh di sana. Cahaya itu berwarna putih, kemudian berganti menjadi merah, lalu kembali lagi menjadi putih. Cahaya itu bergerak-gerak di sekitar pohon seolah meminta perhatian. Jelas ada sesuatu di sana. Tapi aku tidak ingin mengetahuinya. Ini pemakaman, aku tidak ingin tahu apa saja yang ada di sini.

Ngomong-ngomong soal pemakaman, sejak memasuki tempat ini mereka sudah berdiri mengelilingi lubang yang hendak digunakan Dongwoo sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Yang kumaksud dengan mereka itu bukan manusia. Ada satu rahasia yang tidak diketahui siapapun selain orang tua dan teman kecilku.

Aku bisa melihat semua mahluk kasat mata.

Dan itu tidak menyenangkan. Meski sudah terbiasa, mengabaikan mahluk yang menyeramkan seolah-olah tidak melihatnya bukan hal mudah. Tapi yang terjadi saat ini berbeda. Aku tidak tahu mahluk apa yang kemarin meneror kami. Aku tidak bisa menyebutnya mahluk halus. Ini berbeda, dan aku takut. Terakhir aku takut oleh sesuatu yang diluar akal sehat adalah setahun yang lalu. Saat aku dan teman kecilku pertama kali berkunjung ke sekolah sebagai murid baru.

Yang kurasakan kemarin sama yang kurasakan setahun lalu. Tapi ini berbeda. Memang aku tahu tentang peraturan sekolah yang tidak mengijinkan siapapun pergi ke sekolah setelah jam sebelas malam. Karena akulah salah satu penyebab kematian beberapa kakak kelasku setahun yang lalu. Namun sekarang berbeda. Sejak naik kelas, peraturan diubah menjadi jam sembilan malam. Mahluk yang kulihat kemarin pun berbeda dengan mahluk yang kulihat tahun kemarin, dan yang lebih aneh, menurut penuturan Woohyun kemarin malam, mahluk itu muncul sebelum jam sembilan.

Kembali ke pemakaman, baru pertama kali aku melihat seseorang yang disambut oleh mahluk-mahluk tak kasat mata itu. Mereka semua berdiri melihat ke dalam lubang dengan wajah murung. Bukan berarti mereka berdiri dalam keadaan tubuh yang utuh. Wujudnya sangat menjijikan. Tapi hal itulah yang membuatku bingung. Aku sudah terbiasa melihat sesuatu yang seperti ini. Kenapa aku takut melihat boneka otot yang biasa dipajang di lab begerak?

"Pergi kau! Untuk apa kau mendatangi pemakaman anakku, hah?! Dasar pembunuh!"terdengar suara teriakan di belakangku. Aku menoleh. Yang berteriak adalah ibu Dongwoo dan yang diteriaki adalah sosok pucat mengenakan jas hitam yang di tangannya masih terlihat perban untuk menutupi luka infus. Woohyun. Kenapa dia ada di sini?

Flashback

"Di dalam...,"ujar Sungyeol. Semua tatapan mengarah padanya, "......masih ada orang,"lanjutnya pelan.

"Siapa?"tanya Bang Sonsaeng.

"Woohyun. Nam Woohyun,"jawab Sungyeol. Semua yang ada di sana nampak terkejut.

[4th Book Here] Anatomi Doll at 11 p.m. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang