Dari ekor matanya, Park Jimin menemukan figur baru yang menurutnya cukup menarik. Setelan kaos berwarna krem pula celana pendek di bawah lutut, seolah mengecap tubuh tersebut dengan begitu pas. Padahal Jimin tahu benar bahwa sosok yang tengah diintainya adalah seorang pemuda, yang barangkali masih berusia tujuh belas tahun.
"Hallo, Jim. Cuaca yang bagus, ya?"
Jimin tersenyum kala Namjoon menyapa dengan lengan yang ia letakkan di bahu mangsanya. Aroma manis buah-buahan samar-samar tercium dari tubuh pemuda itu, yang mana serta-merta membuat Jimin makin tertarik untuk mengenalnya lebih dalam.
Kebahagiaannya makin meningkat kala menemukan fakta bahwa pasien baru tersebut mengisi ruangan di samping miliknya—14A. Setahu Jimin, ruangan itu memang sudah lama tidak terpakai sebab biaya yang dikeluarkan cukup banyak per bulannya. Tapi itu semua tentu tidak membohongi fasilitas apa saja yang ada di dalamnya. Ada sebuah televisi, kulkas kecil yang lengkap dengan camilan, AC, pula bilik kamar mandi tersendiri.
Well, malam ini tentu akan menjadi waktu yang sangat sempurna, pikirnya liar dengan senyum miring yang terpatri di wajah.
Detik jam yang menggantung di dinding terdengar lebih nyaring kala jarum pendeknya berada di angka sebelas malam. Gelap, senyap, dan lenggang seolah menyelimuti malam itu dengan begitu damai. Tak ada hiruk pikuk atau jeritan yang memekikkan telinga oleh pasien-pasien gila yang dirawat di sini. Semilir angin berembus pelan melalui celah ventilasi yang terpasang di atas bingkai jendela.
Park Jimin terjaga setelah tidur singkatnya. Sorot matanya menjadi lebih tajam dengan pendar bulan yang langsung menimpa kedua retina. Obsidiannya menangkap capung yang terperangkap di dalam. Menarik. Ia terus mengamati bagaimana sayap tersebut mengepak pelan menuju jendela. Pikirnya ia bisa keluar dari sini, namun Jimin tentu tidak akan membiarkannya kabur. Si Park itu bangkit, menangkap capung tersebut dengan mudahnya, lalu membiarkan jempol juga telunjuknya untuk menekan kepala kecil tersebut hingga cairan aneh menyembur keluar.
Membaui sebentar, Jimin nyatanya tidak begitu suka dengan aromanya. Ia melempar bangkai tersebut ke sembarang tempat dan membersihkan kotoran yang melekat di jarinya menggunakan tirai tipis jendela.
Menjilat bibir bawahnya yang terasa kering, Jimin beralih membuka nakas kecil di samping tempat tidurnya. Mengeluarkan bungkusan plastik yang berisi jarum suntik dan cairan lidocaine. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskannya dengan mulut. Setelah penantian panjang, akhinya sisi gelap dari Park Jimin telah kembali dengan seutuhnya.
Menyimpan benda tersebut di saku celana miliknya, Jimin lekas memutar kenop pintu dan menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri; memastikan bahwa tidak ada yang berlalu lalang di sekitar sini. Benar saja, memang tidak ada satu pun orang di sana. Hanya ada kucing oranye yang tertidur di salah satu bangku dengan nyenyak. Pun, Jimin mengambil langkah kecil untuk sampai ke ruangan sebelahnya. Ia sempat mengintip dan mendapati sosok tersebut tengah terlelap di bawah temaram lampu tidur. Nyenyak sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔
Fanfiction[Re-write] It doesn't have foot but it can run It always remind you of something ©ᴘʀᴀᴛɪᴡɪᴋɪᴍ ⚠️ ᴛʀɪɢɢᴇʀ ᴡᴀʀɴɪɴɢ - ᴅᴇᴘɪᴄᴛɪᴏɴ ᴏꜰ ᴍᴇɴᴛᴀʟ ɪʟʟɴᴇꜱꜱᴇꜱ, ꜱᴇxᴜᴀʟ ᴄᴏɴᴛᴇɴᴛ, ᴀʙᴜꜱᴇ, ʀᴀᴘᴇ, ɢᴏʀᴇ ᴀɴᴅ ꜱᴛʀᴏɴɢ ʟᴀɴɢᴜᴀɢᴇ ᴛʜᴀᴛ ᴡɪʟʟ ɴᴏᴛ ʙᴇ ꜱᴜɪᴛᴀʙʟᴇ ꜰᴏʀ ꜱᴏᴍᴇ ᴍɪɴᴏʀ ʀᴇ-ᴡʀɪᴛᴇ...