*
*
*Sejak saat pintu putih itu terbuka beberapa detik yang lalu, Clara seolah masih terhipnotis dengan pemandangan di hadapannya. Pria yang tidak pernah muncul lagi setelah hari kelulusan jaman SMP dulu, setelah sepuluh tahun lamanya, semudah ini Tuhan mempertemukan mereka kembali?
"Ketinggalan" Arya mungkin mulai merasa bingung atas sikap bengong Clara, ia menyodorkan sebuah plastik kecil.
Clara menerimanya dengan tatapan yang tidak kunjung teralih, sampai saat tangannya mulai meraba isi dari kantung tersebut, akhirnya ia menunduk untuk memastikan, "cukuran?"
"Tadi gue ke supermarket lagi beli sesuatu, terus dititipin ini sama Yeshin, dia ngasih tahu nomor kamar lo. Itung-itung balasan terimakasih karena udah ngebalikin dompet gue tadi"
Clara melongo, "lo ke supermarket beli cd lagi?"
"Eh? Enggak bukan, gue beli bahan-bahan buat di kulkas"
"Oh, lo tinggal disini?" Arya mengangguk ragu.
"Lo bener lupa sama gue, Ar?"
Arya terdiam sejenak, kerutan halus di keningnya menandakan bahwa pria itu sedang berpikir, "ya"
"Serius? Gila kali!" Clara mendorong bahu Arya pelan, namun yang berefek justru pria itu yang sampai terjengkang kebelakang.
"Eh maaf" Clara menampakan jejeran gigi putihnya.
"Gue permisi dulu kalo gitu" pamit Arya.
"Minta nomor telfon lo boleh? Boleh dong"
oOo
Suara ketukan dari tangan pria itu membuat Clara menoleh kesal. Tatapan Clara bahkan bisa di kategorikan sebagai tatapan membunuh.
"Berisik ah!" Protes Clara sambil menimpuk sahabat satunya ini dengan bantal.
"Ama gue aja kasarnya kayak ama tikus got, giliran Afan lembut banget kayak ama kucing persia. Emang dasar cewek, tau mana yang kaya mana yang enggak." Kata Radit dengan wajah sedih yang dibuat-buat tentunya.
"Nah nah, mulai nih, irian bubar. Gue sih adil ya Dit, lo jangan cemburu lah, Afan kan juga pacar gue"
"Palalu bejetuk" Clara tertawa cekikikan mendengarnya, ia kembali melahap bubur Manado yang Radit bawakan sesuai pesanannya.
"Ra, gue mau ngelamar Dian, pendapat lo apa?"
Uhuk uhuk
Clara buru-buru meneguk air mineral yang berdiri kokoh di sisi mangkok buburnya, "niat lo jahat banget ya Dit! Gue lagi makan malah di kasih berita semenyekik itu! Terus mau di bawa kemana hubungan kita?"
Radit mendelik jijik , "ayo, jangan mulai. Gue serius!"
"Afan tahu?"
Radit menggeleng, "bisa abis gue, diakan sayang banget ama elu, harus elu dulu yang kawin baru kitah! Gue berasa adek kakak ama lu, terus Afan bapaknya, dan dia pilih kasih gitu"
Clara mengulum senyumnya, "lo kan cowok, nikahnya tar-taran dulu. Kalo gue kan harus cepet, gak boleh ketuaan"
"Bodat"
"Dit, gue ketemu Arya pagi ini. Gue udah cerita ke Afan, dan kita belom omongin lagi karena dia udah keburu pengen balik ke kantor. Gue dapet kartu namanya dia, tapi lo percaya gak kalo dia gak ngenalin gue?"
"Percaya"
"Kok?"
"Muka lu pasaran, siapa juga orang kagak mau nginget elu"
Pletak
Satu jitakan mendarat mulus di kening pria itu. Otomatis Radit segera mengelusnya, takut-takut timbul benjolan disana.
"Gue serius Radit!!"
Radit bangkit dari duduknya, ia memutar pinggangnya ke kanan dan ke kiri, wujud dari kelelahannya seharian ini. Perenggangan otot keci.
"Gue balik ya?"
Clara menyipitkan matanya, "lo berubah"
"Power ranger kali ah"
"Belom nikah aja lo udah lupa daratan"
"Gue ngantuk, bener dah. Kita bahas pas ada Afan juga aja yak?"
Clara memajukan bibirnya beberapa senti sambil bersedekap, "oke, deal!"
oOo
Hari ini cuaca Ibukota tidak begitu mendukung. Namun rasanya sudah cukup kemarin ia mengambil cuti, hari ini ia sudah harus kembali bekerja.
Seperti biasa, Clara bangun pukul lima pagi dan segera pergi bersiap diri. Hari ini ia akan menyetor pakaiannya kepada Yanto (si tukang laundry). Sebenarnya Clara masih sangat malas dengan lelaki itu. Namun mau bagaimana lagi, jika tidak buru-buru di setorkan, bisa menambah stress yang ada karena tumpukan yang mungkin akan membabi buta.
Tling
Pintu terbuka dengan susah payah. Clara benar-benar kesulitan membawa keranjang bajunya. Dan yang paling menjengkelkan adalah keadaan laundry yang sedang cukup ramai.
Clara meletakkan keranjangnya di atas meja. Ia melongok ke sana kemari, mencari seorang pegawai yang mungkin sedang menganggur. Dan, yap, lelaki itu, lagi .
"Too!" Teriak Clara, alhasil si pemilik namapun menoleh.
"Eh Mba Clara, mau nyuci Mba? Yaudah taro sini aja, abis ini langsung Yanto cuci. Mau di ambil kapan Mba?" Tanya lelaki itu saat sudah berdiri tepat di hadapan Clara.
Clara menyelipkan poninya ke belakang telinga, "jam delapan malem"
"Baik Mba"
Tling
Suara terbukanya pintu membuat perhatian Clara teralihkan. Seorang gadis cantik melangkah masuk, ia berjalan ke arah... Yanto?
"Eh Mba Kaniya, udah sembuh Mba?" Tanya Yanto pada gadis cantik itu. Dan tak tahu mengapa, Clara terus saja diam memerhatikan, seolah dia adalah pihak yang bersangkutan.
Gadis yang disebut Yanto bernama Kaniya itu tersenyum ramah, "udah, baru tadi pagi di jemput sama Arya"
Tunggu-tunggu, siapa? Arya? Jadi ini Kaniya yang menjadi topik singkat di lift kemarin (?) Ada hubungan apa antara Kaniya dan Arya? Seingatnya, Arya adalah anak semata wayang di keluarganya, jadi Kaniya ini siapa?
"Oh begitu, tadi Mas Arya sempet kesini, Mba mau ambil cuciannya Mas Arya?" Gadis itu mengangguk.
Tunggu sebentar, atas hak apa gadis itu mengurusi pakaian Arya? Atau jangan-jangan... ?
"Sebentar ya, Mba. Mba Clara, saya tinggal sebentar" gadis itu menoleh ke arah Clara, Clarapun seolah kagok, ia justru menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.
"I..iya" jawab Clara tergagu.
"Ehm, lo siapanya Arya?" Bodoh! Ya, mau diapakan lagi? Daripada ia menahan rasa penasarannya? Bisa gila yang ada.
Kaniya menoleh, keningnya sempat berkerut, lalu ia mulai tersenyum hangat," tunangannya Arya. Kamu kenal sama Arya?"
Deg. Blep. Deg. Blep
Clara menyentuh dadanya yang seperti di sengat tawon bagong, sesak. Clara mengedipkan matanya beberapa kali, berharap jika apa yang baru saja ia dengar barusan hanyalah sebuah lelucon jayus saja.
Dengan berani Clara menyodorkan tangannya, "Clara, temen SMP nya Arya. Gue titip salam buat Arya, bilang, salam dari cewe mie ayam kang Jono!"
Setelah menyambut tangan Clara, Kaniya tersenyum kikuk, lalu ia pun mengangguk.
Clara melepaskan genggaman keduanya, "kalo gitu gue balik dulu, bye!"
Tling
Pintu tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Won't Say A Word
RomanceJika seseorang mungkin menolakmu, setidaknya akan baik-baik saja jika ia bisa mengingat bagaimana besarnya cintamu atau bahkan caramu demi balasan darinya. Namun bagaimana jika ia malah tidak mengingat satu kejadianpun? Satu perjuanganpun? Jawabann...