*
*
*Suasana restoran bernuansa padang ini akhirnya sepi menjelang adzan isya. Karena sedang tidak sholat, Clara memanfaatkan jatah Sholatnya untuk menghubungi Afan. Walaupun pria itu tidak sempat menghubunginya, ia tetap harus mengabari pria itu. Ya, sekalipun tidak ada hal penting juga yang harus dikabari.
"Nomor yang anda tuju, terhubung dengan layanan voice mail. Tinggalkan pesan setelah bunyi, beep"
"Hay Fan. Baru sehari tapi gue udah kangen. Tadi pas makan siang gue izin keluar buat nemuin Dokter Oktar, gue udah terima hasil ronsen sama check upnya. Gue udah ngasih tau Radit, cuma dia juga lagi sibuk, jadi yaudah deh. Oh ya, kalo lo udah balik, langsung kabarin gue ya? Gue kangen kita hangout bertiga. Oh ya, masa tadi pagi gue ketemu cewek, dan cewek itu ngaku dia kenal Arya. Lo tau gak dia siapanya Arya? Dia tunangannya Arya, Fan" Clara tertawa sambil menyeka air matanya yang tiba-tiba saja menetes.
"Afan gue kangen kalian. Gue kesepian. Sampe ketemu nanti yaa, see you Fan"
Tut tut tut
"Clara" seseorang menepuk pundak si pemilik nama, lalu ikut bergabung di sebelahnya.
"Dian, udahan sholatnya?" Gadis berhijab itu mengangguk.
"Pulang sekarang? " tawar Dian.
"Ayo, lo udah pamit?"
"Udah, gue juga udah sampein salam pamit lo ke Bu Indah"
"Oke let's go!"
oOo
Motor metik milik Dian berhenti tepat di depan gerbang Apartemen Clara. Clara turun dan segera memberikan helm milik Dian.
"Makasih ya, lo hati-hati"
Dian mengangguk, "Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" sahut Clara, iapun melambaikan tangannya sampai motor Dian menghilang dibalik tikungan.
Clara berbalik, ia harus mengambil bajunya lebih dulu. Beruntung toko laundry itu masih buka.
Tling
Clara tersenyum ke arah keranjang ungu miliknya. Disana bajunya sudah tertata dengan rapih.
"Wihh, makasih lho, jadi berapa?"
Pegawai lain yang tentunya bukan Yanto, dan entah siapa namanya itu tersenyum singkat, "Rp. 62.000 Mba"
Clara merogoh saku jinsnya dan menemukan selembar uang seratus ribuan, "nih"
"Sebentar" pegawai itu tampak mencari kembaliannya di meja kasir.
Tling
Lagi perhatian Clara teralihkan, dan ternyata yang datang adalah, Arya.
"Mba Cukuran?" Sapa pria itu sambil menenteng plastik berisikan baju kotor?
"Kok cukuran sih?! Clara! Lo kok bisa lupa sih sama gue?! Curang! Gue aja gak ada tuh barang sehari aja gak mikirin lo!" Canda Clara.
Arya tampak menggaruk tengkuknya ragu, "Ingetan gue rada lemot"
"Lo kan ahli ipa dulu, ngibul aja. Eh, perasaan tadi cewek lo kesini buat ngambil baju lo, sekarang lo udah bawa baju kotor lagi? Gak salah?"
"Ini bajunya dia, lucu emang, dia selalu inget tentang baju kotor gue yang harus cepet dicuci, tapi dia sendiri lupaan"
"Hmm, gitu? Romantis banget kalian. Ah ya, lo masih nyimpen album perpisahan SMP kita dulu gak?"
"Kita satu SMP?"
"Iss, iyalah! Becanda lo receh, Ar"
"Kayaknya masih, kenapa?"
"Kayaknya lo harus buka-buka lagi deh, biar lo inget siapa gue"
"Gitu ya?"
"Iya! Apa jangan-jangan otak lo kecuci lagi! Kang Jono, lo inget?"
"Itumah gue inget, ah, gue kangen dia" kata Arya sambil menerawang ke atas, sepertinya ia sedang membayangkan semangkuk Mie Ayam khas Kang Jono yang taraf kenikmatannya tiada tara itu.
"Terus gimana ceritanya lo bisa gak inget gue?!" Pekik Clara sambil bersedekap.
"Gak tau ya. Nanti sampe kamar gue coba inget-inget lagi"
"Kamar lo nomor berapa? Sekali kali gue main gak papakan?"
"Gak boleh, gak pantes perempuan maen ke kamar cowo, begitu juga sebaliknya" beritahu Arya.
"Nih Mba" potong pegawai yang tadi mencarikan kembalian untuk Clara.
Clara mengambilnya sambil tersenyum ramah, "makasih"
"Mas Arya? Jadi?" Arya mengangguk dan segera memberikan kantung plastik bawaannya.
"Besok saya ambil ya Mas" pegawai itu mengangguk, "saya tinggal ke dalem sebentar" pamit pegawai itu.
"Arya! Lo abis ini mau kemana? Langsung balik kan?"
"Iya, kenapa?"
"Bantuin gue kek ya bawa keranjang gue, masa cewek kayak gue bawa ginian, gak kuat" rengek Clara pada Arya, masa bodo, hihi.
Arya mendelik geli, ia ragu antara mau mengangguk atau menggeleng.
oOo
Ting
Pintu lift tertutup, menyisahkan mereka berdua di dalamnya. Tangan Clara yang bebas asyik mengetuk-ngetuk dinding lift, berbeda dengan Arya yang justru harus membawa keranjang baju milik Clara ^_^
"Arya, lo gak mau mampir dulu? Kita ngobrol-ngobrol gitu? Banyak yang mau gue tanyain sama lo!"
"Tanyain aja sekarang, lantai kamar lo masih jauh kok"
"Oke. Nih, apa lo sama sekali gak inget gue? Apa lo cinta sama tunangan lo? Apa lo dijodohin atau karena alasan lain yang bukan cinta? Please, lo gak cintakan sama Kaniya Kaniya itu? Terus kalian kenal dimana? Lo kemana waktu kelulusan SMP waktu itu, padahal gue mau ngomong sesuatu sama lo? Terus lo SMA dimana? Kuliah dimana? Lo sekarang kerja apa gimana? Kaniya kerja atau gimana? Kok lo bisa mau sama dia? Ken--"
Ting
Pintu lift terbuka, Arya melangkah lebih dulu dan membiarkan Clara dengan mulut menganganya ternganga begitu saja.
Ti--
Sebelum pintu lift benar-benar tertutup, Arya menahannya dengan kaki tampannya yang terbalut sepatu North Star berwarna hitam.
"Lo mau disitu sampe kapan?"
Clara mencibir dalam hati, "jahat"
Keduanya berjalan bersisian menuju kamar Clara. Tidak ada yang membuka percakapan, sejujurnya Clara benar-benar jengkel. Namun ia tetap harus jual mahal.
Room 605
Clara merogoh kunci kamarnya di dalam saku celana. Ketemu.
Clek
Clara berbalik dan segera merebut keranjang bajunya, "makasih!" Ucap Clara penuh penekanan.
"Besok mau ikut gue?" Clara menahan langkahnya, "kemana?" Jawabnya jutek.
"Gue mau ke SMP kita, kebetulan gue dapet info kalo Kang Jono masih disana, mau ikut?"
Clara berbalik dengan wajah berbinar, ia mendekati Arya, dekat sekali, "berdua?"
Arya memundurkan wajanya, "enggaklah, satu temen gue ikut, cowok. Kalo mau besok jam sembilan gue tunggu di depan tempat laundry"
"Emang lo gak kerja? Gak takut di pecat?"
"Lo kepo. Udah ya, bye!" Arya berbalik dan berjalan masuk ke dalam lift.
Clek
Clara menutup pintu kamarnya rapat. Punggungnya ia senderkan kepada pintu, mulutnya sampai menganga sambil menyentuh dadanya yang terasa berdegup cukup menantang. Apakah ini yang sebut PDKT? Apa Arya mencoba mendekatinya dan menghianati tunangannya? Ah, mana mungkin
KAMU SEDANG MEMBACA
I Won't Say A Word
RomanceJika seseorang mungkin menolakmu, setidaknya akan baik-baik saja jika ia bisa mengingat bagaimana besarnya cintamu atau bahkan caramu demi balasan darinya. Namun bagaimana jika ia malah tidak mengingat satu kejadianpun? Satu perjuanganpun? Jawabann...