Pertemuan Pertama

70 8 0
                                    

"Kamu adalah anak super nyebelin yang aku kenal. Dan aku nggak tahu rencana Tuhan mempertemukanku dengan anak sepertimu." ~Hana~

Hari ini sangat membahagiakan bagi seluruh siswa. Apalagi untuk seorang Hana Amalia karena penilaian akhir semester yang berakhir.

"Huft, akhirnya selesai juga nih. Horee, merasa bebas."

Hana kegirangan. Dia memasukkan semua alat tulis dan nomor ujian di dalam tas. Dia juga mengumpulkan lembar jawaban paling awal.

"Tumben banget kamu senang karena ujian selesai. Kamu kan anak yang rajin."

"Yaelah, Ris. Aku mah gak niat banget ujian ini. Ingin nya cepat selesai. Entahlah sering tidak fokus aja."

"Han, kamu jangan terlalu banyak fikiran gitu lah. Iya bener kamu cerdas, tapi ya kamu tidak bisa nutupin kesedihanmu begitu."

"Insya Allah lah, Ris. Aku ke masjid dulu ya."

"Baiklah, aku juga mau pulang."
Hana masih menunggu Rana, teman sebangkunya yang juga anggota forum islam. Tapi sudah menjadi kebiasaannya kalau mengumpulkan lembar jawaban telat.

Dika berjalan keluar dari pintu kelas. Kebetulan dia sekelas dengan Rilla.  Hana malas menatapnya. Dia tidak mau berurusan dengan anak super nyebelin itu yang banyak membawa masalah dalam hidupnya. Kenapa juga dia harus kenal sama Dika. Hana duduk di kursi depan kelas. Dia mengingat dua bulan lalu yang menyebabkan dia harus mengenal Dika.

Flashback on :

Saat itu, Dika menjadi wakil ketua  peringatan hari besar Islam. Saat itu dia dikabarkan dekat dengan teman sekelas Hana yang masih terbawa perasaan karena Dika. Tapi entah kenapa saat itu Dika bisa dekat dengan Hana. Saat itu Dika memilih Hana untuk menjadi bendahara. Padahal saat itu Hana sedang persiapan untuk lomba.

Hari itu hari Jumat dimana selalu ada kajian putri di masjid lantai dua. Matahari mulai menyongsong ke barat. Dika memanggil nama Hana dari bawah untuk memberitahu bahwa dia jadi bendahara. Anak itu memang tidak tahu malu atau tidak dengar perkataan Hana jika dia tidak bisa. Tapi percakapan keduanya berakhir karena Dika yang pulang duluan.

Keesokan harinya Hana tetap berangkat seperti biasanya. Dia tahu di kelasnya ada Dika yang sedang menemui Habibi, teman sekelasnya.

"Ah, males banget pagi-pagi sudah ketemu Dika." Pikir Hana

Hana berjalan tidak semangat dengan wajah yang cuek. Dia berjalan dengan  tas ransel biru di punggungnya dengan memakai jaket abu-abu.

"Hai, Hana."
Sapaan itu tiba saat mereka ketemu.

"Hmm"

Hana melihat Dika tanpa ada keinginan untuk  bicara. Dia hanya ingin segera masuk ke kelas.

"Yaelah, ini anak kok nyebelin."

"Terserah aku dong."

Hana langsung masuk dan duduk di bangkunya tidak peduli seperti apa wajah Dika setelahnya. Teman-temannya menertawakan mereka. Lalu, Habibi pergi bersama Dika ke lantai dua.

Seperti biasa, Hana mengeluarkan buku paket lombanya. Dia tidak mau membuang waktu. Pagi hari adalah waktu yang cocok untuk belajar baginya.

"Han, aku mau bicara sama kamu."

"Hah, aku?"

Hana menengok ke orang yang tiba-tiba nongol di sampingnya, Dika. Habibi justru masih belum ada.

"Iya, kamu."

"Kamu mau jadi bendahara?"
Ucap Dika meneruskan.

"Tidak."

"Kenapa?"

"Sibuk menyiapkan lomba."

"Diganti Puput saja, gimana?"

"Ya sudah, bagus."

"Terus kamu gantikan posisi dia."

"Iya."

Habibi datang menghampiri mereka berdua yang masih berada dalam percakapan. Bel masuk berbunyi. Dika kembali ke kelasnya.

Saat itu dua bulan yang lalu Hana pergi ke masjid saat istirahat pertama untuk sholat dhuha. Dia bertemu Reina yang juga akan sholat dhuha.

"Kalian so sweet deh."

"Hah, siapa?"

"Kamu sama Habibi."

"Kok bisa?"

"Tadi Habibi datang ke kelasku bersama Dika. Tadi saat Dika bicara sama aku, dia malah salah memanggil namaku. Dia selalu memanggil namaku dengan namamu."

"Terus?"

"Aduh, ini anak sok polos atau gimana sih?"

Reina mencubit pipi Hana.

"Ekspresi Habibi seperti cemburu gitu. Dia bilang ciee ke Dika."

"Ih, biasa aja deh."

Iya mungkin memang demikian . Dalam diam Hana menyukai Habibi. Atau ini hanya sebuah rasa kagum yang hinggap di hatinya  Dan entah apa yang dirasakan Habibi kepadanya. Hana tak pernah mempermasalahkan hal itu.

Selesai sholat Dhuha, Hana melihat papan pengumuman di masjid. Setiap nama panitia peringatan hari besar islam dipajang di papan pengumuman masjid.

*Bendahara 2 = Hana Amalia

"Hah, aku kok masih jadi bendahara sih? Wah gak benar ini."

Hana segera kembali ke kelas menemui Habibi.

"Bi, aku kok tetap jadi bendahara sih?"

"Nggak tahu aku Han. Dika yang sudah memilih kamu padahal aku sudah bilang kalau kamu tidak bisa jadi bendahara ."

"Dasar tuh anak, nyebelin banget. Padahal tadi dia yang udah bilang kalau bendahara itu digantikan Puput. Dasar, anak tidak konsisten" Kata Hana yang marah.

***
F

lashback off:

"Eh, kamu ngapain."

"Dasar, ya nunggu kamu lah."

"Aduh, ini tadi susah banget ya ujian sejarahnya."

"Huft. Sudah lah gak usah dibahas. Emang kita gak jadi tokohnya. Ya jelas saja susah."

"Maksudnya?"

"Ya kalau kita yang melakukan itu, kita pasti masih ingat tuh sejarahnya. Jadi tidak bisa move on."

"Haduh, kamu ini ya masih bilang move on."

Rilla menatap sinis Hana yang sedang berjalan di depannya.

"Emang kan sejarah itu mengajarkan kita biar tidak move on."

"Ah, sudahlah ayo ke masjid."

Mereka berjalan beriringan seperti biasanya.

🌼

@idmasa25

Jangan lupa baca Al-Qur'an 🌻

Angin Memeluk AirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang