"Pantaskah rasa cemburu hadir dalam hatiku saat aku melihatmu tersenyum untuk orang lain sedangkan aku hanya sebatas pengagum rahasiamu."
Pagi itu masih seperti hari-hari sebelumnya. Hana berangkat pagi karena ada bimbingan lomba. Namun, tetap saja pembimbingnya telat datang.
Pukul 06.15 pagi, lorong kelas masih sepi. Hana memilih duduk di depan kelas di bawah pohon yang rindang dengan membaca novel. Dia teringat kemarin Habibi tidak masuk sekolah karena sakit. Hana berada pada dimensi waktu kemarin dia binging mencari Habibi yang tak kunjung tiba di sekolah padahal bel masuk sudah berbunyi. Raut wajahnya seketika menjadi cemas.
Ada kekhawatiran dalam dirinya. Entah sejak kapan rasa khawatir itu datang. Sampai 15 menit setelah masuk, Habibi belum terlihat memasuki kelas. Banyak prasangka buruk di benak Hana. Bagaimana jika Habibi kecelakaan? Atau dia sakit? Tapi kemarin dia tampak sehat dan ceria. Saat itu Hana mengacak rambutnya gusar.
Pikirannya entah melayang kemana. Habibi membuatnya khawatir . Hana mencoba mengecek handphonenya.
"Han, aku izin tidak masuk. Aku sakit. Surat izinnya sudah aku titipkan. Terimakasih."
Pesan itu didapatkan 15 menit yang lalu. Ada kelegaan yang tampak pada raut wajah Hana. Habibi sakit. Dan Hana yang diberitahu dari 40 siswa yang ada di kelas. Hana masih menatap layar handphonenya, ingin sekali dia bertanya banyak hal tentang sakitnya dan tentang kekhawatiran yang masih berkecamuk dalam hatinya. Tapi, Hana hanya bisa mengirim pesan dengan balasan iya. Cukup itu saja yang terkirim.
Pukul 06.45, guru pembimbing belum juga datang. Hana masih merasa cemas. Selain itu dia juga merasakan kerinduan kepada Habibi. Hana masih belum percaya dengan perasaan itu. Bukankah rasa khawatir dan rindu itu pertanda awal ada rasa cinta untuk Habibi dari Hana? Hana mendengus pelan. Hari ini dia buru-buru pergi ke sekolah, tapi kenyataan nya tidak ada pembinaan. Bel sekolah berbunyi, Hana langsung memasuki kelasnya.
***
"Han, tidak ada tugas bahasa Indonesia kan?" Suara itu sudah tidak asing baginya. Ya, itu suara Habibi.
Hana langsung menengok ke arah Habibi. Saat ini mereka sedang bertatapan. Habibi tersenyum melihat Hana. Hana terdiam, belum menjawab. Dilihatnya lelaki yang ada di depannya ini dengan saksama. Spontan dia pun membalas senyum Habibi.
"Aduh Ya Allah ingat zina mata."Hana mengalihkan pandangannya dan segera menjawab pertanyaan Habibi. Habibi masih menatap Hana yang telah merona pipinya karena rasa malu tak terkira.
Bu Salma masuk ke kelas. Dia adalah guru Bahasa Indonesia. Pagi ini beliau menerangkan tentang hikayat.
"Hana, kamu cari buku hikayat di perpustakaan ya."
"Emm, tapi saya belum tahu bagaimana itu buku hikayat."
"Kamu kesana saja, nanti tanya pustakawan."
Hana segera melangkahkan kakinya keluar kelas. Perpustakaan sepagi itu masih terlihat sepi. Hanya ada pustakawan yang sedang merapikan buku. Hana mainkan jarinya yang kecil mencari buku hijayat di bagian sastra. Dari banyak buku, dia belum menemukan buku yang ada tulisan hikayat.
"Bu, saya tadi disuruh pinjam buku hikayat. Tapi belum tahu yang mana. Ini sudah saya cari tapi belum ketemu juga."
"Ambil saja yang mana terus kamu bawa ke kelas tanyakan ke bu Salma."
Hana menghela nafas panjang. Pustakawan itu jutek banget. Dia nggak ngerti perasaan Hana yang tidak tahu mana bukunya. Dia segera melangkahkan lali kembali ke kelas.
"Sial banget, pintu kelas tertutup. Aku gak bisa masuk. Tanganku tak sampai membuka kunci pintunya."
Hana mematung di depan kelas. Tangannya tidak berani membuka pintu karena itu sama saja mempermalukan dirinya. Hana kehabisan akal. Dia pun mengetuk pintu kelasnya.
"Iya masuk."
Suara bu Salma terdengar sampai depan. Suara bising temannya juga terdengar.
"Dasar, teman tidak peka. Kalau aku bisa buka pintunya ya pasti aku langsung masuk."
Hana berbicara dengan dirinya sendiri. Dia pun tetap mengetuk pintunya. Akhirnya temannya ada yang membukakan pintu. Hana masuk dengan kepala menunduk. Dia benar-benar malu. Dia langsung menghampiri gurunya dan memberikan 2 buku yang entah itu termasuk hikayat atau tidak. Teman-temannya tertawa kecil menatap dirinya.
"Ini bukan hikayat. Ini buku cerita rakyat, Hana."
Kalimat itu berhasil membuat seisi kelas tertawa ricuh. Semua menertawakan Hana yang tidak bisa membuka pintu dan salah mengambil buku.
Bu Salma mempersilahkan Hana kembali duduk. Hana melirik Habibi yang juga menertawakannya. Saat-saat seperti itu membuat Hana semakin malu karena ditertawakan oleh orang yang dicintainya.Bel istirahat berbunyi. Anak-anak pergi ke kantin. Dan ada juga yang membuat suatu grup rumpi. Hana membawa mukena kecil berniat untuk ke masjid.
"Habibi dicari Reina. "
Benar saja, Reina sudah menunggu Habibi di depan pintu. Habibi segera menemuinya. Hana melewatkan mereka yang sedang terbawa dalam percakapan. Hana melangkahkan kaki dengan kesal. Entah kenapa dia merasakan cemburu saat akhir-akhir ini Habibi sering bertemu dengan orang lain. Tapi, Hana selalu meyakinkan dirinya jika Habibi memang anak yang disegani di sekolah.
"Han, Habibi ada di kelas?"
Suara Naura mengagetkannnya."Iya, ada apa?"
"Ada hal penting yang mau kita bicarakan."
Hana menghela nafasnya semakin panjang. Apa pembicaraan penting itu? Kenapa sekarang Habibi banyak dicari banyak wanita? Apakah Hana tidak perlu tahu tentang hal ini? Hana menenangkan hatinya yang sedang kesal.
"Ikut aku yuk di perpustakaan."
Hana menarik tangan Rilla yang sedang asyik melihat drama korea.
"Aduh, ini masih baper loh, Han. Kamu tidak tertarik melihat?"
"Nggak penting. Ayo ikut aku."
Akhirnya, Reina berhasil dibawa oleh Hana ke perpustakaan."Han, lihat Habibi dan Reina?"
Naura menghampirinya dengan raut wajah yang capek."Habibi tadi tidak ada di kelas. Bukannya tadi dengan kalian?"
"Iya sih. Tapi nggak ada sekarang."
Mereka masih terdiam di depan perpustakaan. Habibi menuju ke arah mereka. Hana langsung pergi meninggalkan mereka bertiga.
Bel pulang berbunyi. Hana segera ke masjid.Mata Hana tertuju pada Dika yang duduk di serambi masjid. Dia terlihat sangat capek. Seperti ada beban dalam hidupnya. Wajahnya terlihat pucat. Mungkin saja dia sedang sakit.
"Dik, uangnya sudah cair. Gimana untuk beli bannernya?"
"Uangnya berikan aku saja. Nanti aku pesankan."
Hana melihat Habibi yang sedang bergurau dengan Reina dan yang lainnya. Bolehkah Hana cemburu saat senyum itu tertuju untuk orang lain? Hana fikir ini hanya masalah waktu. Dia tidak tahu tepatnya perasaan itu datang. Inilah konsekuensi saat mencintai seseorang yang banyak disegani. Habibi selalu bisa membuat nyaman orang yang ada di dekatnya. Bukankah rasa nyaman itu akan menghadirkan rasa cinta? Kini Hana benar-benar terkena virus cemburu. Tapi, dia meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.
🌼
#idmasa25Jangan lupa baca Al-Qur'an 🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Memeluk Air
Teen FictionProlog Angin selalu identik dengan perusak. Dimana ia selalu dianggap perusuh saat orang lain sedang menyapu. Angin dianggap bencana saat hembusan nya terlalu besar. Bahkan angin yang terlalu besar menandakan hujan datang dan akan menyebabkan bencan...