[ Prolog ]
◀▶
Langkah kakinya ia percepat, sebab air dari langit dengan deras terus menghantam ke arahnya dan sekitar. Awal yang sibuk bagi mereka di perkotaan. Tinggal di wilayah yang penuh dengan rutinitas di pagi hari. Melewati beberapa orang yang juga sibuk mencari ruang untuk sekedar mendapat tempat teduh dulu atau langsung pada pekerjaan yang mengejar.
Annie melindungi kepalanya hanya dengan tangan dan berjalan cepat hingga akhirnya terhenti di depan pintu kelasnya yang mulai berdatangan siswa-siswi lain. Mereka juga sama, baru saja terguyur oleh hujan. Ia mengusap wajahnya, menepis sisa-sisa air hujan yang menempel pada seragam.
Setelahnya, ia melenggang masuk ke dalam. Matanya menjelajah ke seluruh ruangan tersebut, mencari di mana keberadaan sahabatnya. Mungkin sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Saat hendak keluar, tiba-tiba saja muncul seseorang dari pintu.
Itu Vanessa, perempuan dengan rambut gelombangnya.
"Eh, udah sampai aja lo, An." Ya, biasanya yang lebih awal datang Vanessa. Tak jarang juga Annie.
"Iya, tadi takut hujan makin deras."
Vanessa masuk ke dalam untuk meletakkan tas lalu menyusul Annie yang telah berdiri dibatasi tembok dari atas, menatap orang-orang yang kini mulai bermunculan dari gerbang sekolah.
Matanya lurus ke depan. Pikirannya tak ada topik untuk sekarang. Kecuali, Vanessa yang memulai. Biasanya dia akan merespon ucapan sahabatnya tapi tidak dengan kalimat panjang. Mungkin hanya anggukan atau gumaman. Karena tidak terlalu tertarik atau bahkan tidak paham soal artis-artis Korea pujaan Vanessa.
"An," panggil Vanessa. Dan, dia akan memulai lagi percakapan seperti biasa. Dengan candaan dan tawa ringan yang tercipta antara kalimat keduanya. Begitu seterusnya hingga bel berbunyi.
◀▶
Hujan baru mereda saat istirahat pertama dimulai. Anak-anak dengan aman bisa pergi menyerbu kantin yang kian dipadati. Ada beberapa dari mereka yang malah menghabiskan waktu di tempat-tempat tertentu. Mungkin di perpustakaan untuk mencari bahan belajar, berlari-larian dengan temannya, bermain bola basket di lapangan, ata sekadar duduk seraya bercerita banyak hal di depan kelas mereka.
Contohnya Annie. Melihat keadaan yang sudah lumrah di kantin, ia memutuskan untuk tidak masuk dalam kerumunan orang-orang yang tengah berdesakan untuk mencari makan. Tidak bisa dia bayangkan betapa sesaknya di sana. Di dorong bahkan harus tersingkir hingga ke belakang lagi karena mereka memaksa masuk memesan segala tagihan perutnya.
Cukup dialaminya dan di sana sungguh pengap. Kadang-kadang ia meminta Vanessa untuk membeli apa yang ia inginkan di sana. Tak jarang juga, Vanessa menolak untuk membiasakan Annie mandiri tanpa menyuruh-nyuruh orang lain. Biar ia juga merasakan bagaimana kondisi yang ada.
"Nih." Vanessa menyodorkan barang yang berhasil ia beli tadi pada Annie.
"Yuk."
Mereka berdua sesuai dari kantin akan berjalan di area sekolah atau berkeliling saja sambil menikmati jajanan keduanya. Tidak lepas dari cerita masing-masing membumbui waktu istirahat yang tersisa.
Di saat keduanya asyik mengobrol, dari arah lapangan melambung benda bulat besar dari atas menuju ke arah salah satunya. Tepat di situ mengenai kepala Annie. Kontan ia memegangi kepalanya yang terkena bola itu. Dia meringis kesakitan. Kepalanya terasa pusing sekarang. Dia mengumpat kesal, sedang Vanessa hanya mencari siapa pelakunya.
"Jangan bilang kalau cowok itu yang lempar nih bola ke lo," kata Vanessa menerka sebab tampak raut kegelisahan dari laki-laki yang tengah berdiri di lapangan basket itu dengan teman-temannya yang mulai bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[BOOK 1] PART MASIH LENGKAP - Kepergian Alfa meninggalkan luka bagi Annie yang tak pernah menyangka kata perpisahan yang terucap dari bibir Alfa lewat panggilan malam itu. Setelahnya, ia tak dapat menemui Alfa lagi. Hingga akhirnya cowok itu kembali...