chapter nine

1.5K 98 9
                                    

[ chapter nine - kena deh! ]

"Minta maaf tapi gak ikhlas. Percuma"

◀▶

Gadis itu segera menghampiri dia yang baru saja berbelok ke arah perpustakaan. Hampir saja langkah yang lambat, membuatnya kehilangan jejak lelaki itu. Namun, ada hal aneh yang ia dapati. Azka ke ruang perpustakaan? Bagaimana mungkin?

Annie sempat berpikir bila Azka hanya ingin mencari buku-buku untuk pelajaran di kelas, tapi tidak sepenuhnya yakin. Laki-laki itu kam baru saja marah dengannya dan pergi ke tempat itu. Belum ke tempat lainnya, sejak dia mengejarnya tadi untuk meminta maaf karena singgungan darinya.

Mungkin, di sana juga tepat untuk ia minta maaf. Selain sepi, tak ada orang yang akan melihatnya bersama Azka. Maksudnya, sekedar permohonan maaf. Tidak lebih. Ya, menjaga image di depan lainnya.

Buru-buru di menyusul ke dalam.

Di sana, tak ada penjaga yang biasa duduk, sibuk menatap lalu lalang beberapa di ruangan tersebut seraya mengerjakan tugasnya di depan layar monitor. Bisa jadi, orang itu sedang keluar. Jadi, hanya ada dirinya dan Azka di sana. Tak ada orang lain. Sesuai yang diinginkan Annie.

Dengan gerakkan cepat, Annie menatap sekeliling untuk menemukan laki-laki yang baru saja masuk ke situ. Dari kiri ke kanan, dia belum mendapatinya. Di mana dia?

Tiba-tiba saja terdengar suara lembaran buku yang di balik oleh pembaca. Kira-kira siapa? Ah, pasti dia Azka. Annie langsung mencari asal suara dan berhasil bertemunya di balik rak-rak penuh oleh buku-buku yang berbaris rapi. Annie mengulum senyumnya, lantas mendekati dia yang tengah sibuk meneliti kata demi kata di dalamnya.

Satu sentuhan di bahu membuat Azka kaget. Dia menoleh namun tatapannya berubah sinis seketika. Annie mendengus.

"Lo marah ya sama gue?"

Tidak ada jawaban. Hanya kesunyian setelahnya. Azka sama sekali tidak berniat membalas, dia lebih memilih untuk melanjutkan kegiatannya.

Hal ini membuat Annie sebal. Diabaikan itu tidak enak rasanya. Ingin sekali dia mengetuk kepala batu itu yang baru saja dia buat kesal pula.

"Azka," panggilnya. Namun tetap saja dia tidak menoleh. "Jangan marah dong. Gue minta maaf."

Minta maaf?

Azka kontan berhenti pada bacaannya. Diam-diam pikirannya bertanya. Ternyata gadis itu mau minta maaf. Ah, tapi dia enggan peduli. Lagipun, hatinya masih merasa kesal. Dia sedang tidak mood mendengar siapapun. Dia pun kembali pada bukunya.

"Azka!" seru Annie. "Jawab dong!"

"Masa gue dikacangin kayak gini?"

"Azka!"

"Gue lagi minta maaf sama lo. Apa lo gak mau maafin gue?"

Rasanya telinganya ingin ia tutup dan mulut Annie ingin ia bungkam dengan kaus kaki. Berisik. Menganggu. Di tempat yang seharusnya tanpa kebisingan justru dihebohkan olehnya. Apa itu cara yang baik untuk memperoleh maaf dari seseorang? Dengan berteriak? Itu malah menjadikan Azka semakin tak merespon ucapan Annie.

Merasa tidak dijawab atau digubris, Annie kecewa. Dia menunduk lelah. Mungkin emosi Azka masih melekat. Untuk apa di sini? Pikirnya. Toh dia juga di abaikan. Annie pun memilih untuk pergi, hanya buang waktu saja kalau berlama-lama di sana bersama orang yang sedang sibuk itu.

Untuk memastikan bahwa Azka mau mendengarnya, Annie berkata lagi. "Gue udah minta maaf, kalo lo gak mau maafin ya udah. Itu urusan lo. Ya udah kalo lo gak mau maafin. Gue pergi."

Best Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang