[ chapter eight - sama saja ]
"Terkenal itu karena prestasi, bukan sensasi"
◀▶
Annie menuangkan cairan obat ke atas kapas lalu ia pijat perlahan pada pipi dan sudut bibir milik Azka, yang tengah duduk sembari meringis menahan sakitnya.
Sepertinya Annie tidak mau tahu rasa yang Azka rasakan. Dia tetap mengobatinya, hingga Azka memekik dan menghindar dari tangan Annie.
"Sakit?" tanya Annie datar. Wajahnya sama sekali bukan menunjukan raut kegelisahan, namun sebaliknya. Dia tenang dan menatap dingin cowok itu.
Azka mengeryit. "Kok nada lo kayak gitu?" Ia agak heran.
Annie bangkit dari bibir tempat tidur di ruangan tersebut lalu meletakkan kapas serta obat di meja kembali. Kemudian menghela napas panjang.
Laki-laki itu heran. Kenapa bawaan cewek itu sedari tadi aneh. Bukannya tampak peduli dia malah seperti ingin marah. Dam benar saja, setelahnya Annie membuka suara, mengomel di depan orang yang satu-satunya ada bersamanya di sana.
"Gue pikir itu cuma rumor. Gue pikir itu cuma gosip. Gue pikir--" Annie menggantung kalimatnya. Ia cukup kaget dengan fakta yang beredar. Baru kemarin ia mendengar dan diceritakan oleh Vanessa tentang kabar miring Azka, dan ternyata hasilnya benar. Semua benar, dengan adanya bukti kejadian yang ia lihat langsung tadi di lapangan.
"Maksud lo apa?"
"Lo gak sadar?" tekan Annie. "Mereka semua itu ngomongin lo. Mereka udah tau kalo lo keluar dari sekolah yang dulu karena hal yang serupa kayak tadi. Apa lo senang diomongin?
"Azka, apa lo gak kasihan sama orang tua lo?" tanya Annie nanar.
Dengan menahan sakit seraya memegang pipinya, ia mencoba untuk bangkit agar nyaman untuk bicara dengan Annie. Namun, perempuan itu menahannya. Dia menjulurkan telapak tangan kanannya pada Azka.
"Lo duduk aja, kalau perlu tidur. Istirahat aja. Nanti gue bakal balik lagi buat lihat lo," ucap Annie.
Mendengar perkataannya, Azka hanya bisa menurut. Tapi, ketika kaki Annie hendak melangkah keluar dari ruangan dari balik pintu, cowok itu menghentikannya.
"An," panggilnya. Annie terdiam. Tanpa berbalik, ia membiarkan Azka untuk terus bicara.
"Gue mau balik," sambung Azka. Kontan cewek itu meliriknya dan menggeleng.
"Nggak. Lo harus di sini." Ia takut nanti Azka melanjutkan perkelahian itu lagi. Sebab laki-laki tadi sudah mengatakan bahwa pertengkaran tadi belum selesai, dan akan berlanjut. Selain itu, Azka belum sepenuhnya pulih. Badannya masih lemah sehabis berkelahi tadi. Mungkin tepatnya ia harus beristirahat lebih dulu.
Cowok itu tetap bangkit dan memilih mengabaikan kata-kata Annie. "Makasih, udah mau ngobatin gue." Lantas ia pergi dengan langkah tertatih, melewati Annie yang masih terpaku. Annie sendiri enggan untuk menahan, karena itu haknya.
Tapi, dari jauh nanti akan Annie pantau terus laki-laki itu. Tak lama, ia ikut menyusul setelah menutup pintu kamar ruangan.
◀▶
Cowok itu berlari kecil menghampiri seseorang yang membelakangi dirinya. Lalu dengan cepat salah satu tangannya mengalungi leher gadis itu. Sontak saja, ia terkejut. Akibatnya, perut Alfa di tinju dengan sikut Annie, yang refleks melakukannya.
"Aduh!"
Mendengar pekikan Alfa yang nyaring, Annie berbalik meliriknya. Ia memutar bola matanya dan berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Boyfriend (SUDAH TERBIT)
Teen Fiction[BOOK 1] PART MASIH LENGKAP - Kepergian Alfa meninggalkan luka bagi Annie yang tak pernah menyangka kata perpisahan yang terucap dari bibir Alfa lewat panggilan malam itu. Setelahnya, ia tak dapat menemui Alfa lagi. Hingga akhirnya cowok itu kembali...