chapter eleven

1.4K 93 2
                                    

[ chapter eleven - padam ]

"Kalau kita dulu berawal dari cinta dan berakhir menjadi benci, bisakah kita mengawalinya lagi menjadi benci lalu cinta?"

◀▶

Aktivitas yang rutin dilakukan Annie saat akhir pekan adalah berdiam diri di rumah. Tepatnya di sebuah ruangan yang nyaman untuk beristirahat, kamar. Ruangan pribadi miliknya itu tak terlalu luas, tapi ada banyak kenyamanan yang bisa didapat di sana.

Seperti saat ini, dia tengah asyik menghitung angka-angka di kalender, lalu tepat di salah satu tanggal ia lingkari dengan spidol bewarna merah muda. Sudut bibirnya terangkat tak sabar menanti hari tersebut.

Tiba-tiba seseorang masuk dari balik pintu kamarnya yang tak terkunci. Annie segera meletakkan kalender itu di meja dan beralih pada sosok itu.

"Tau cara ketok pintu 'kan sebelum masuk ke kamar orang?"

Laki-laki jangkung itu terkekeh, kemudian mendekat pada Annie sembari mengacak pelan kepalanya hingga rambutnya ikut berantakan.

Annie menepis tangan itu. "Lo mau ngapain ke sini?" tanyanya ketus.

"Mau ngajak makan."

Matanya menyelidik tingkah aneh sepupunya itu. Jarang sekali dia diajak makan bersama. Ralat, hampir tidak pernah sama sekali. Lantas, Annie tidak mudah percaya. Dia pasti ada sesuatu.

"Udah kali, gak usah curigaan." Ternyata dia telah membaca pikiran Annie. "Gue disuruh sama nyokap lo karena di rumah itu gak ada yang masak," jelasnya.

Baru saja ingin bertanya tentang kecurigaannya, laki-laki itu sudah lebih dulu berkata. Ya, baiklah.

"Dari pagi lo juga belum makan, kan?" tanya laki-laki bernama Bisma tersebut sembari memainkan kunci mobilnya dengan jari telunjuk.

Gadis itu mengangguk.

"Ya udah. Lo siap-siap dulu, gue tunggu di bawah." Setelahnya ia beranjak dari kamar Annie dan menghilang dari balik pintu.

Annie yang merasa kelaparan segera bersiap diri untuk pergi makan bersama lelaki itu.

◀▶

Mobil mereka berhenti tepat saat tiba di depan kafe. Setelah berhasil menempatkan benda raksasa itu di tempat yang telah ditentukan, mereka pun melenggang masuk ke dalam beriringan dengan pengunjung lainnya.

Kafe ini lumayan ramai. Maklum karena memang biasanya akan banyak dikunjungi saat hari libur seperti ini. Kadang-kadang bila Annie tak sibuk, ia akan menyempatkan diri ke sini bersama Vanessa sehabis dari sekolah.

Tentu yang menyambut mereka pertama adalah padatnya ruangan. Namun, masih tersisa beberapa tempat untuk bisa mereka miliki. Para pekerja di sana sibuk mondar-mandir melayani. Termasuk Laras, yang tak asing baginya saat berkunjung ke sini.

Setelah duduk di salah satu meja, Annie memanggil wanita itu untuk menulis apa saja yang mereka ingin untuk dipesan. Dengan senang hari wanita tersebut menghampiri mereka.

"Hai, Mbak!" sapa Annie. Sedang Bisma sibuk memainkan layar ponselnya tanpa peduli sekitar.

Laras menyunggingkan senyumnya. "Tumben ke sini, An?"

"Ini diajak sama Bisma," balas Annie seadanya.

Wanita itu melirik laki-laki yang hanya terfokus pada benda kesayangannya walaupun ia diam-diam mendengar apa yang menjadi percakapan keduanya.

"Bisma, Bisma. Kerjaannya pacaran mulu," kata Laras yang kontan membuat lelaki itu menoleh dan berhenti pada ponselnya sejenak.

"Sekolah dulu, pacaran urusan belakang aja."

Best Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang