5). Tak Padam

62 5 0
                                        

     Aku baru saja tiba di stasiun. Aku turun dari kereta dan mataku menatap menuju sebuah kios penjual makanan. Perutku yang kerocongan membawa ku kesana. Aku membeli mi instan, ku nikmati dengan duduk disini memandang hilir lalu lalang orang distasiun.

     Setelah beberapa lamanya aku menunggu, temanku tak kunjung datang. Aku pindah kerja disini, dan sekost dengan temanku, Ridwan. Pekerjaan ku sebagai seorang yang mengecek rel setiap hari ketika ada kereta yang ingin melintas. Jika terjadi kerusakan dan tak segera diperbaiki itu tanggung jawabku.

     Untuk menghilangkan rasa jenuh, aku berjalan jalan disekitaran stasiun, melihat-lihat keadaan yang ada disini. Ku lihat seorang wanita, yang sedari tadi menunggu seseorang, mungkin. Namun apa yang dia lakukan, sudah lima kereta lewat dan menurunkan juga menaikan penumpang. Apa yang dia cari. Dia hanya duduk di sebuah bangku didekat pilar stasiun. Sesekali dia berdiri, melongok melihat-lihat, seperti ada seseorang yang dia cari.

      Sudah hampir dua jam aku menunggu Ridwan, akhirnya dia datang. Keterlambatannya di karena kan sangat macet dijalan, katanya. Aku masih menatap dari jauh wanita itu, mengapa dia tak kunjung pergi. Karena penasaran, aku bertanya pada Ridwan. Ridwan menjawab,

'Setiap hari dia duduk disitu, entah apa yang dia lakukan, akupun tak tau. Atau mungkin dia sudah tidak waras lagi, tidak ada kerjaan.'

     Aku hanya diam. Masih penasaran akan wanita itu. Lalu, kami segera meninggalkan stasiun itu, hari mulai senja.

     Hari pertama aku bekerja distasiun itu, ku lihat wanita itu lagi. Benar kata Ridwan, dia setiap hari berada disitu. Tanpa kupikirkan, aku melanjutkan pekerjaan ku, mengecek setiap rangka rel kereta api. Keselamatan penumpang tanggung jawabku juga, bila aku sampai tidak teliti, bisa berakibat fatal apabila relnya bergeser.

 Keselamatan penumpang tanggung jawabku juga, bila aku sampai tidak teliti, bisa berakibat fatal apabila relnya bergeser

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Sebulan, aku bekerja disana. Setiap hari aku melihatnya duduk disana, tak jenuh. Ketika senja telah tiba, baru dia bergegas pulang. Apa yang dia lakukan, aku semakin penasaran. Aku lupakan hal itu, ku lanjutkan kerja ku(lagi).

     Sudah enam bulan, aku menatap kesegala penjuru, mencari sosok wanita itu. Ternyata dia disana, kudekati dia. Karena rasa penasaran ku aku bertanya padanya,

'Nyonya, apa yang engkau lakukan disini?'

Dia hanya menatapku, matanya berbinar. Dia masih diam. Aku duduk disampingnya. Menemaninya. Aku mencoba menjelaskan siapa aku, dan aku mulai membuka pembicaraan dengannya.

'Siapa namamu, nyonya?'

     Kali ini dia mencoba menjelaskannya kepadaku, sebisanya.

.
.
Ratih.
     Distasiun ini, tempat kali pertama Ratih bertemu dengan kekasihnya yang akan menikahinya dua bulan lagi, Irwan. Namun kekasihnya harus pergi karena ada tugas panggilan. Irwan seorang Tentara, dia ditugaskan untuk turun kelapangan mengamankan saat kericuhan 1965 G30SPKI di Jawa Tengah. Mau tak mau, Ratih harus memberi ijin pada Irwan, karena itu adalah tugas.

     Dengan berat hati Ratih mengizinkan kepergian kekasihnya itu. Mengikat satu janji dalam ikatan kesetiaan. Langit berubah mendung, seperti melukiskan kisah sedih di hati mereka. Bagaimana kuatnya hati manusia, perpisahan adalah upacara kesedihan.

'Kamu harus menunggu ku disini, hingga aku kembali'

'Kamu pun harus kembali untukku' Ratih memeluk erat kekasihnya itu.

'Aku janji, pasti aku akan kembali untuk menikahimu'

'Aku janji, akan selalu menunggumu, sampai kapanpun'

     Distasiun ini juga tempat terakhir Ratih bertemu dengan kekasihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Distasiun ini juga tempat terakhir Ratih bertemu dengan kekasihnya. Tak kembali, Sampai hari ini.
.
.

     Ia selalu duduk disini, setiap hari. Selama 40tahun dia telah menunggu kekasihnya itu. Langit mulai redup, senja pun tiba. Dia tak ingin pulang, bahkan tak terpikirkan ingin pulang sama sekali. Hatinya pedih tak terkira, matanya begitu sendu. Ada ribuan urat pilu dipipinya. Ada rasa sakit yang tak tertahan didadanya. Ada pertanyaan yang tak dapat dia temukan jawabannya. Mengapa Tuhan menciptakan cinta, jika tak ingin mempersatukan?

     Dia masih memegang janjinya, dia percaya bahwa kekasihnya akan datang menjemputnya.

     Senja mulai terlihat tua, begitu juga keriput diwajah Ratih. Namun, dia tetap terlihat menarik. Meski rambutnya mulai memutih. Tubuhnya mulai renta. Dia tetap menunggu kekasihnya yang tak kunjung kembali. Dia tetap yakin, Irwan akan menjemputnya suatu hari nanti. Pasti.

     Karena baginya, memperjuangkan cinta tak boleh setengah hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Karena baginya, memperjuangkan cinta tak boleh setengah hati. Begitu juga dengan menepati janji, adalah termasuk cara mencintai.

     Aku terpaku, mendengar kisahnya. Hari mulai gelap,

'Ayo nyonya, ku antar kau pulang'

     Ku tuntun wanita itu, ia menggunakan tongkatnya untuk berjalan. Ku antar dia sampai rumahnya. Sampai disana, terlihat suasana rumahnya sepi, sunyi, dan senyap. Dia kesepian seorang diri di usianya yang renta.

'Terima kasih nak, telah mengantarku pulang' ucapnya.

[Hiatus] Tell You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang