Bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan ke luar kelas. Tetapi tidak denganku. Aku memilih membaca novel yang kemarin lusa ku pinjam di perpustakaan sekolah sambil memasang earphone.
"Eh eh kalian tau nggak, tadi gua lihat Arka di kantin sama temen-temennya."
Aku melepas earphone-ku sebelah ketika Agni and the gengs menyebut nama Arka. Arka, tak henti-hentinya nama itu selalu menjadi trending topic para remaja putri di sekolah. Meskipun aku tak mempunyai banyak teman untuk bergosip, tetapi aku selalu mengikuti beritanya.
"Itu mah udah biasa kali. Dia kan tiap hari di kantin." Salah satu dari mereka menambahi. Wajahku masih terfokus ke arah novel di depanku.
"Bukan itu. Gua tadi lihat bajunya basah banyak keringat," sambung Agni.
"Nggak biasanya dia kaya gitu. Mungkin habis kena masalah gara gara cewe nya yang suka bikin onar itu."
"Eh bicaranya jangan keras-keras Van, lo tau kan banyak mata-mata Laras di sekolah ini," ucap Agni lagi. Kulihat dari ekor mataku, perempuan yang ku ketahui namanya Vani itu langsung menutup mulut dengan kedua tangannya.
Benar yang dikatakan Agni. Bahkan di kelasku saja, ada sahabat sekaligus mata-mata Laras. Namanya Lusi, ia duduk persis di belakangku. Yang kutahu, ia dulu sangat baik tetapi entah mengapa sekarang dia menjadi gadis yang 'bodo amat' dengan lingkungannya. Teman sekelasku banyak yang sudah menjadi korban mata-matanya. Kalau sudah begitu, tak lama kemudian pasti Laras sendiri yang akan menghampiri mereka dan mem-bully nya habis habisan.
"Iya gua lupa. Yaudah mendingan bubar aja keburu si Lusi dateng," ucap Vani.
Ketika mereka membubarkan diri, earphone yang tadi ku lepas kini ku pasang lagi. Tetapi tak lama setelah itu bel tanda masuk berbunyi.
"Ren.." sayup sayup kudengar seseorang memanggilku.
"Ren.. ish, Ren..."
"Ha? Apa? Maaf nih nggak kedengeran," kataku sambil melepas earphone yang masih ku pakai. Ternyata yang memanggil adalah Lusi.
"Pinjem PR lo dong, gua belum ngerjain nih." Langsung saja ku serahkan buku ku kepadanya tanpa berpikir panjang. Aku hanya ingin mencari aman daripada harus berhadapan dengannya.
Ketika aku akan memasang earphone ku lagi, teman sebangku ku, Gita, menyenggol tanganku.
"Eh lo mau aja sih nyontekkin PR ke dia," ucapnya sangat lirih hampir aku tak dapat mendengarnya, "Biarin aja daripada gua kena semprot," ucapku sambil tertawa pelan.
Sepuluh menit berlalu. Lusi mengembalikan buku milikku lalu diikuti dengan kedatangan Bu Rita, guru matematika. Earphone yang ku gunakan dengan segera ku lepas dan ku masukkan dengan sembarangan ke dalam tas.
Akhirnya jam pelajaran matematika telah usai. Lalu berganti dengan pelajaran Ekonomi. Meski aku ada di jurusan IPA, tetapi masih ada pelajaran Ekonomi walau tak serinci anak IPS.
"Rena," panggil pak Guru tiba-tiba.
"Iya, Pak?"
"Bisa kamu pinjamkan buku di perpustakaan?" Tanya pak Rudi.
"Bisa, Pak." Aku bergegas menuju perpustakaan dengan Gita.
Di jalan menuju perpustakaan aku melewati kelas Laras. Aku menengok ke dalam kelas yang suasananya sangat ricuh. Hingga aku tak sengaja...
"Eh bego lo! Punya mata taro mana sih?"
Laras.
Ya, aku tak sengaja menabraknya.
"Eh maaf, Ras," ucapku sambil memegang tangannya. Tanpa berkata, ia melepaskan tanganku lalu masuk ke kelas sambil mengomel.
"Duh ngapain lo pake acara nabrak si Laras juga sih. Untung dia nggak sampe marah," ucap Gita di sebelahku. Aku hanya tersenyum cekikikan. Untung saja si nenek lampir tadi lagi nggak kumat. Kalau sampe kumat, nggak tau lagi aku harus ngapain.
Selanjutnya aku dan Gita hanya melewati kelas kelas lengkap dengan siswa terduduk bosan di dalamnya. Di ujung lorong terlihat papan kecil bertuliskan "Perpustakaan" aku dan Gita memasukinya.
Baru saja aku memasukki perpustakaan, mataku tertuju kepada sosok siswa yang sedang asyik memainkan handphone-nya.
"Hai Mita!" sapaan Gita menjawab rasa penasaranku kepada siswa tersebut.
"Siapa Git?" tanyaku setelah menjauh dari siswa yang bernama Mita tadi.
"Masa lo gak kenal? Dia Mita temennya Lusi, cuman beda kelas sih," ujar Gita menjelaskan.
"Berarti dia juga geng-nya Laras?" tanyaku lagi.
"Yaiyalah Renaaa," balas Gita dengan nada yang malas.
Hanya segelintir siswa yang ada di perpustakaan saat ini. Entah siswa yang memang ada tugas atau bosan di kelas. Tempat ini merupakan pelarian dari tak sedikit siswa. Ruangan ber-AC dan tidak boleh berisik sangat pas untuk mendinginkan otak.
Aku dan Gita langsung mengisi buku pengunjung perpustakaan. Setelah selesai, Gita menghampiri petugas perpus dan mengatakan bahwa ia akan meminjam buku Ekonomi. Petugas perpus dengan sigap membawa tumpukan tinggi buku bertuliskan "Ekonomi Kelas XI". Ketika aku membantu mengambilkan buku, keseimbanganku terganggu hingga dua buku di puncak jatuh.
.
thank's for reading. don't forget to vote and comment.
terima kasih karena vomment kalian memberiku semangat.
^abekaze.
![](https://img.wattpad.com/cover/112106647-288-k999951.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Pain
Teen FictionAku bertindak seakan aku tidak peduli. Namun sejujurnya, ini sangat menyakitkan