Memory of EnkyouCitadel
Jeritan pecah di heningnya malam. Suara dentingan pedang terus terdengar di sepanjang malam. Siapa yang bisa tidur di saat seperti ini?
Walau langit malam tampak cerah, sebenarnya di balik langit itu tersimpan langit yang merah merekah laksana darah. Di sanalah pertempuran itu berlangsung. Jauh dari citadel yang hening dan sunyi.
"Anda tidak menggunakan aku, Aruji?" tanya Higekiri yang berlutut di depan kamar saniwa.
Wajah tenang Higekiri menyimpan misteri di lubuk hatinya. Seperti siluman yang menjelma menjadi manusia.
Tidak ada jawaban dari saniwa. Pria tua itu duduk bersila, menghadap simbol-simbol lingkaran yang bermunculan di tatami. Jarinya mengetuk lututnya berkali-kali, menghitung berapa banyak simbol merah yang muncul di tatami.
"Aniki...," sahut Hizamaru yang berlutut menghadap Higekiri.
"Garis depan pertahanan kita sudah ditembus, Aruji," kata Higekiri lagi.
Pria tua itu menghembuskan napas berat. "Sudah kukatakan berkali-kali, Higekiri, Hizamaru. Aku tidak akan menggunakan kalian. Jika kalian patah, tamatlah sudah nyawa kalian."
Nadanya begitu tegas sampai Hizamaru gugup. Sedangkan Higekiri masih tenang, tersenyum, mengintip ke dalam untuk melihat Urashima Kotetsu, bocah lelaki berambut emas, dan Fudou Yukimitsu, lelaki bertubuh kecil yang meneguk sake. Dua tantou itu menjaga sang tuan di saat serangan terakhir.
Brak!!!
Pintu demi pintu didobrak hingga munculah Nagasone Kotetsu yang terpental ke ujung koridor. Laki-laki kekar itu terluka parah. Hal yang sangat tidak mungkin didapati sosok kuat itu. Ia merangkak menuju Higekiri dan Hizamaru di ujung koridor lainnya dengan sisa tenaganya.
"Urashimaa!!"
Urashima yang duduk di dalam langsung menangis. Saudara pedangnya terluka tapi ia tidak bisa berbuat apapun untuknya karena harus melindungi sang tuan.
"Aruji, mohon perintahmu," tutur Higekiri.
"Tidak," tegas sang tuan.
"Aaaaaa!!!"
Nagasone tertikam yari. Ia berbaring di lantai yang dingin, menatap darahnya yang menggenangi lantai.
Sang musuh, kebishi, maju menyusuri koridor itu sambil menyeret yari-nya yang berlumuran darah Nagasone. Di sepanjang koridor itu terdapat kamar-kamar yang tertutup rapat. Dari dalam kamar itu keluarlah Mikazuki Munechika, menerjang dengan gerakannya yang cepat untuk melumpuhkan kebishi itu.
"Aruji, Mikazuki takkan bertahan lama," kata Higekiri lagi.
"Aruji! Izinkan kami membantunya!" kata Hizamaru.
"Tidak," tegas sang tuan.
Pedang Mikazuki patah. Ia ditendang kebishi baru yang muncul setelah mendobrak kamar. Kimono biru gelapnya sobek, disayat pedang tajam kebishi-kebishi lainnya yang mendobrak masuk. Pedang indah itu kini terluka parah dan berlumuran darah, terkapar tak berdaya di depan mata Hizamaru.
"Hiza... maru...," lirih Mikazuki di saat senyum terakhirnya hilang...
Hizamaru tidak bisa menahan amarahnya lagi. Air matanya tumpah ruah disertai sakit yang mendera dadanya. Ia mencabut pedangnya dan menerjang ketiga kebishi itu dengan cepat.
"Haaaaaaaaaaa!!!!!!!"
Hizamaru menyerang, membabibuta, menusuk, menikam hingga ia tidak sadar kalau ia sudah mendesak mereka hingga keluar citadel. Ia berhenti, terkejut melihat para touken danshi terkapar di halaman citadel. Masih banyak kebishi yang berdatangan dari sebuah lubang di langit. Mereka seperti hujan yang tak henti-hentinya membasahi tanah citadel dengan darah.
Sedangkan Higekiri masih berlutut, kehilangan senyumnya ketika melihat darah Mikazuki. Mereka cukup dekat. Mereka hampir menghabiskan waktu minum teh mereka bersama. Tapi sang tuan membiarkan pedang itu terluka parah sampai tidak bisa bangun lagi.
Kebishi mendobrak masuk. Kebishi yang satu ini sangat besar. Senjatanya ootachi yang sangat panjang. Ada satu lagi yang mengikutinya: laba-laba berkepala manusia yang menggigit wakizashi.
"Fudou, Urashima, bunuh yang terakhir."
Fudou membuang gelas sakenya dan bersiap di depan pintu. Urashima berdiri di depan sang tuan, menyiapkan tantounya dengan genggaman mantap.
Higekiri mencabut pedangnya dan melesat menghajar kebishi bersenjata ootachi itu. Mereka berdua jatuh berguling ke kamar munculnya Mikazuki. Sengit. Pertarungan mereka hampir tidak ada celahnya. Sebentar saja Higekiri diam, ia akan tertebas.
Sedangkan sang laba-laba merayap menjebol pintu kamar sang tuan. Kertas mantra yang menempel di daun pintu membuat laba-laba itu kesulitan. Tapi mantra itu bukan jaminan. Fudou menunggu hingga mata kepala manusia itu dekat dengannya... Lalu ia menusuknya dengan tantou.
Laba-laba itu marah dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk meremukan pintu itu. Fudou mundur sedikit sambil sesegukan karena mabuk. Sedangkan Urashima membatu sang tuan berdiri. "Aruji, apa di sini tidak ada jalan rahasia?"
Pintu berhasil diremukan. Fudou menyerang membabibuta. Tapi karena lengan laba-laba itu banyak dan gesit, Fudou bolak-balik terluka karenanya. Urashima langsung membantunya, melupakan sang tuan yang diam tepat di bawah kebishi baru yang menjebol atap.
Sungguh serangan tak terduga...
Kebishi itu entah bagaimana bisa menembus atap, menikam sang tuan tepat dari atas...
"ARUJI!!!!!"
Malam itu begitu panjang, diisi oleh jeritan Urashima yang sangat terpukul melihat sang tuan meninggal...
KAMU SEDANG MEMBACA
Lords of Time (Hiatus For A While)
FanfictionSaniwa x Higekiri x Hizamaru Awalnya aku tidak percaya. Lalu aku tiba di ruangan ini, bertemu orang-orang berseragam saniwa yang sedang mengadakan rapat. Mereka bilang The Grand Saniwa is dead. But the battle must continue... Mereka menarik orang-or...