14. Sandiwara

120 22 2
                                    

14. Sandiwara

<>

Kesepakatan telah dibuat, kini adalah hari dimana Kevan dan Iren harus ber-ekting saling tidak mengenal.
Mereka adalah saudara,Kevan sebagai kakak sedang Iren adiknya, mereka kembar tapi tidak serupa.
Mulai hari ini status mereka hanyalah Teman biasa selama di sekolah.

Iren tau ini salah, tapi dia akan membuatnya menjadi benar. Iren tau tidak seharusnya dia menyembunyikan ini pada teman-temannya, tapi dia pasti akan memberitahunya suatu saat nanti. Dan Iren jelas tau bahwa bukan hanya dirinya yang tersiksa dengan sandiwara ini karna Kevan pun sama tersiksanya.

"Permisi, apa gue boleh gabung ?" Iren menurunkan novel yang dibacanya, matanya menemukan sosok laki-laki yang baru saja bertanya pada teman-temannya.

"Boleh lah, duduk aja." Jawab Amanda.

Diam-diam Iren tersenyum dari balik bukunya, ia memberi sebuah apresiasi untuk trik yang digunakan Kevan.
Cowok itu kini duduk tepat di sebelahnya.

"Lo anak baru ya ?"

Kevan tersenyum, cowok itu mengulurkan tangannya ke arah Amanda.

"Iya, gue Kevan." Ucapnya memperkenalkan diri.

Amanda menerima uluran tangan Kevan dengan senang hati, sambil tersenyum ia balas menyebutkan namanya. "Amanda, kalau kepanjangan Manda aja juga boleh."

Kevan mengangguk, tangannya beralih ke arah Audi tapi tidak ditanggapi oleh cewek itu.

"Di itu diajak kenalan, lo mah buku cuma di pandangin mulu." Tegur Amanda yang malah dibalas dengusan oleh Audi.
Tak urung Audi pun menjabat tangan Kevan.

"Audi." Ucapnya singkat. Sejenak Audi memperhatikan Kevan, entah mungkin hanya perasaannya saja, tapi ia seperti pernah bertemu Kevan sebelumnya.
"Lo bukannya cowok songong kemarin ya ?" Tunjuk Audi penuh selidik.

Kevan yang hendak berkenalan pada gadis disampingnya kembali menoleh pada Audi. Ingatannya melayang saat kemarin bertemu gadis jutek yang tidak sengaja menginjak ponselnya.

"Oh jadi cewek jutek yang kemarin namanya Audi." Ucap Kevan tersenyum.

"Apasih lo, gue itu enggak jutek ya."

"Iya iya enggak jutek cuma judes."gumam Kevan. "Ah yaudah sekarang apa ada yang bisa ngenalin gue sama cewek ini?" Tanya Kevan melirik Iren.
Iren yang faham dengan maksud Kevan langsung menaruh novel yang sedari tadi ia pegang, bahkan ia sudah tidak bisa lagi fokus membaca sejak Kevan datang.

Dengan senyum mengembang Kevan mengulangi cara perkenalan yang ia lakukan pada dua sahabat Iren kepada Iren sindiri.

"Kevan Anggara." Ucapnya bangga, ia menggenggam tangan Iren dengan erat seakan enggan melepasnya.

"Irenia Azni." Balas Iren menatap manik mata Kevan.
Tangan mereka bertautan cukup lama, hingga seseorang datang dan melepas tautan tangan Iren digantikan tangannya.

"Gibran." Tanpa diminta ia langsung menyebutkan namanya.

Kevan yang bingung hanya mengangguk dan balas menyebut namanya.

Gibran sendiri tidak mau berlama-lama menjabat tangan Kevan seperti yang dilakukan Iren, ia langsung ambil duduk tepat di samping kiri Iren. Dan sekarang posisi Iren tengah diapit dua cowok yang mana salah satunya sudah sangat-sangat ia kenal luar dalam, dan satu nya lagi baru ia kenal beberapa minggu lalu.

Iren sendiri kembali mengangkat novelnya hingga menutupi wajah.

Sejak jam pelajaran kedua tadi Iren sudah berada di perpustakaan bersama Amanda dan Audi. Mereka sengaja tidak masuk kelas karena para guru sedang mengadakan rapat. Awalnya mereka akan ke kantin tapi urung saat melihat keadaan kantin yang penuh sesak.


"Kevan."Panggil Amanda.

Kevan yang semula sedang meminkan game diponsel langsung mendongakkan kepalanya.

"Iya ?" Jawab Kevan.

"Lo pindahan dari mana ?" Amanda memang sudah terkenal dengan hobinya yang selalu ingin tahu —garis besarnya kepo, tapi Iren berani bertaruh jika barusan ia mrndengar suara Amanda seperti malu-malu saat sedang melancarkan aksi keponya.

"Gue pindahan dari German."

"What the.." Pekik Amanda.

"Da suara lo ya ampun, ini perpus kali." Omel Audi sambil menggosok telinganya.

"Jauh banget, kenapa pindah kesini ?" Kali ini Iren yang bertanya. Rupanya Iren sedang melakukan sandiwaranya.

Kevan sendiri tersenyum geli mendengar pertanyaan Iren. 'Gue pindah kesini karna lo,buat lo,demi lo' mungkin jika bisa Kevan sudah menjawab seperti itu. Tapi sayangnya ia hanya bisa menjawab "Gue kesini karena kangen sama orangtua, sama adek gue apalagi."

"Loh jadi lo tinggal sama siapa disana kalo bukan sama orangtua lo?"

"Sama Nenek."

Iren mengangguk. Diliriknya Gibran yang sedari tadi hanya diam saja. Cowok itu sudah sangat mirip dengan pantung, tidak bicara sama sekali.

"Eh ngomong-ngomong adek lo cowok apa cewek ? Kalo cowok kenalin ke Audi nih biar gak jomblo mulu doi."
Audi mendelik mendengar ucapan Amanda, dilemparnya buku yang sedari tadi hanya ia bolak-balik tanpa minat.

"Enak aja, lo juga jomblo somplak." Ujar Audi yang dibalas sebuah cengiran oleh Amanda

"Duh sayang banget adek gue cewek." Ucap Kevan dibuat seolah-olah menyesa.

"Tu dengerin adeknya cewek, kalo lo gak tau cewek- PEREMPUAN." Ucap Audi tepat disamping telinga Amanda, membuat cewek itu meringis.

"Ishh iya gue denger."

Iren berdecak melihat perdebatan kecil itu." Eh udah kali. Contoh dikit ngapa si Gibran, dari tadi diem aja gak kaya kalian."

"Aduh Iren sayang, nanti kalau kita diem kaya tu bocah jadinya malah kaya kesambet setan gang gori." Protes Amanda.

"Iya betul." Audi ikut menimpali.

Gibran sendiri sepertinya tidak merasa tersindir sama sekali,entah karena terlalu cuek atau tidak dengar akibat telinganya tersumpal headset.
Cowok itu masih anteng adem ayem bersama dunianya sendiri.

"Kalo si Gibran mah udah macem arca batu." Celetuk Audi yang langsung mengundang tawa. Kecuali Gibran tentunya.

<>

Duh, makin aneh ya ? Maap-maap deh ya.

Memilih Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang