Salam rindu dari IrenHappy reading :)
****
"Ini cewek yang Kak Gilang banggain? Cewek murahan ini? Cih, gue aja jijik liatnya."
Mata Iren kembali ber'air, kata-kata Amanda tadi siang terus-menerus berputar di otaknya bagai kaset rusak.
Sejak kejadian tadi Iren memutuskan untuk tidak masuk kelas, dia kembali ke rooftop seorang diri.
Menumpahkan semua rasa yang berkecamuk di dadanya.Jam pulang sekolah berakhir satu jam lagi, berarti Iren masih harus berlama-lama berdiam diri di atas sana. Ia tidak mungkin turun dengan kondisi yang jauh dari kata baik-baik saja.
Semuanya sudah hancur. Dalam sekejap Iren kehialangan banyak hal—cinta dan satu sahabatnya.
Tidak! Satu yang harus diralat, dia tidak kehilangan cintanya. Yah, dia memang kecewa, sakit hati, dan itu wajar. Semua wanita pasti akan merasakan hal yang sama ketika pasangannya berbohong dan sebagainya. Tapi Iren merasakan ada yang berbeda, ada sebuah perasaan lega yang tidak bisa dijelaskan, Iren merasakannya.
"Mungkin selama ini gue memang salah. Perasaan yang selama ini gue rasain bukan cinta."
Setelah sekian lama bermonolog, rasa kantuk perlahan menggelayuti matanya, terhitung sudah dua kali ia menguap. Mungkin matanya lelah akibat terlalu banyak menangis seharian ini.
Iren meletakkan kepalanya di sandaran sofa, perlahan matanya mulai terpejam.
"Semoga saat bangun nanti gue udah ada di surga," gumam Iren sebelum akhirnya benar-benar terlelap di bawah sinar matahari yang terhalang ranting pohon.
Tapi ternyata Iren tidak sendirian di sana. Di anak tangga nomor dua dari atas Gibran memperhatikan Iren dalam diamnya, membiarkan bahu yang sedari tadi bergerak naik turun tak beraturan itu diam dengan sendirinya.
Setelah yakin Iren benar-benar tenang, Gibran melangkahkan kakinya mendekati gadis itu. Ia duduk di samping Iren.
"Cengeng banget si jadi cewek, dikit-dikit mewek, dikit-dikit ngambek, ntar ketawa lagi. Labil bener," ucap Gibran tanpa menolehkan kepalanya ke arah Iren.
1 detik
2 detik
3 detik
Tidak ada sahutan dari gadis di sebelahnya. Pada detik berikutnya Gibran mencoba untuk melirik Iren. Sebuah dengusan keluar dari bibirnya saat melihat mata Iren yang terpejam.
"Pantes," gumam Gibran. Ia mengamati wajah Iren yang terlihat sangat damai saat tertidur seperti ini.
Tangan Gibran bergerak menyentuh kepala Iren, lalu turun ke mata gadis itu yang sedikit membengkak. Dibawanya kepala Iren ke bahunya, mengusapnya perlahan agar si empunya kepala tidak terbangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memilih Cinta
Fiksi Remaja[WARNING! Cerita ini dibuat sebelum saya mengenal kaidah-kaidah penulisan yang baik dan benar. Mengandung unsur ke-alayan yang teramat kental!] Hal paling bodoh yang pernah saya lakukan adalah, 'Terlambat menyadari perasaan saya sendiri'. Maaf telah...