4

12.6K 1.6K 128
                                    

Kebohongannya menipuku atas sikap lembut yang ia berikan.

.

.

.

Dalam pikiran lelaki itu, semua cinta dikategorikan kewajaran. Wajar hanya karena cinta Sehun buta pada posisi ia terikat oleh Liana di atas status yang artian Sehun tak boleh menyentuhnya seperti ini, seberapa kali Sehun memikirkan perasaannya untuk tidak dilanjutkan.

Namun rasa sayang pada Liana meluruhkan niatnya untuk tak membiarkan perasaan terjebak di luar kendali, lagi-lagi Sehun jatuh tanpa daya untuk Liana, Sehun sadarkan diri sendiri. Untuk posisi intim yang enggan Sehun lepaskan, ia harus memikirkan segala resiko jika Liana terbangun.

Gadis kecilnya akan terkejut  jika menemui keadaan mereka yang setengah telanjang tertempel dengan saling memeluk satu sama lain, meskipun sanggup Sehun katakan ini demi pulihnya suhu tubuh Liana, namun kewarasan Sehun masih berjalan dan memikirkan bagaimana reaksi Liana berikutnya.

Gadis itu akan malu dan canggung.

Maka pada pukul lima, ia melepaskan pelukannya sembari menulusuri gadis cantiknya yang tampak luruh di bawah, wajahnya tak lagi pucat seperti semalam, rona pipinya yang kemerah-merahan telah kembali. Membuat Sehun tak mau tersenyum lega karenanya, kemudian memakaikan Liana dengan seragam sekolahnya semalam tadi. Dan Sehun kembali menuju kamar Liana pukul delapan pagi, percikan air terdengar di dalam kamar mandi.

Sehun tersenyum,

"Ayah.."

Dapat Sehun dengar suaranya seperti dawai angin saat menyebutnya, tubuhnya yang ramping terbalut bathrobe, surainya basah dan kemudian Sehun terbakar kembali olehnya. Dengan helaan napas yang sedikit kasar, Sehun mendekati Liana, membawa segumpal handuk kecil dan menggosok pada surai Liana. "Kau harus mengeringkan rambutmu, nanti demammu bisa kembali."

Sehun harus menekan gairahnya yang meninggi, kemudian obdisi gelapnya bersibobrok dengan bekas merah ciptaannya, Sehun berhasil menandainya.

"Ayah, terimakasih." Liana beralih memeluknya, dan Sehun tahu bahwa apa yang tengah berkelut dipikiran gadis itu. "Maafkan aku telah membuatmu repot."

Kemudian Sehun hanya akan mengikuti alur yang Liana ciptakan, meski sepercik rasa bersalah memenuhi relung hatinya atas apa yang telah ia perbuat pada Liana, namun Sehun tetap bersyukur atas kesakitan Liana yang lagi-lagi membawa berkah padanya. "Hei, kenapa?" Lantas mulutnya berucap penuh tanya meskipun Sehun tahu apa alasan Liana mengatakan itu pada Sehun. Sehun harus menahan senyum ketika gadis kecilnya diam-diam tersipu akan tatapan dalamnya.

Sehun hanya menunggu ucapan Liana selanjutnya.

"Aku akan segera turun."

Senyuman Sehun terkembag, "Baiklah, ayah tunggu."

Sehun akan menunggu Liana berserta pelukannya karena rasa bersalah gadis itu padanya karena telah curiga atas bekas kemerahan yang timbul pada leher gadis itu.

.

.

.

Maka disinilah Sehun berserta Liana, di depan pantry dengan Liana bergelayut manja di pinggang kokoh Sehun yang tengah menuangkan kari ayam ke mangkok untuk sarapan pagi, suasana hangat merasuki ruangan. Liana yang tengah menikmati perhatian Sehun, dan Sehun, senyumannya tak pernah luntur atas sentuhan yang Liana berikan padanya. Sehun pikir ia sudah seperti lelaki gila karena kasmaran pada anak angkatnya yang jelita.

"Ayah, cepatlah sedikit, perutku sudah berbunyi sejak mencium aroma masakanmu." Liana berucap semangat, sementara ekor matanya tak henti memperhatikan ke arah mangkok yang Sehun pegang.

DAUGHTER [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang