16

7.9K 1K 222
                                    

Vote!

.

Kesempatan itu datang padaku, haruskah aku menyiakan?

.

.

.

Otaknya masih memutar apa yang telah terjadi beberapa jam lalu, ketika pria itu menciumnya dengan lembut yang membuat pipinya merona hangat. Liana membencinya, namun tak dapat menolak ketika ada perasaan yang menyusup hangat memenuhi rongga dadanya, barangkali itu pengaruh janin. Kemudian ia harus terbangun, ketika lidahnya ingin mencecapi buah manis di tengah malam. Anaknya yang di rahim menginginkan apel segar yang dipotong dalam bentuk dadu.

Oleh karena itu, dengan gaun biru safir setengah paha tanpa lengan yang Liana pakai dibawa turun menapaki tangga. Lampu redup serta remang, yang ia lakukan hanyalah berjalan seorang diri menuju lemari pendingin dan mengambil secarik buah apel segar kemudian mengelupas kulitnya.

Lidahnya tidak sabaran ingin memakan, dan ketika ia mulai memasukan potongan apel tersebut, lampu dapur menyala, berhenti seketika. Menoleh, jantung Liana berpacu cepat ketika Sehun berjalan sembari mengernyit ke arahnya.

"Apa yang sedang kau lakukan, Li ?"

Memberi anakmu makan, memangnya apalagi ?!

Seharusnya Liana biasa saja ketika Sehun bertanya demikian, namun rasa rasionalnya menjerit gugup dengan tatapan Sehun yang gemilang dilihat. "A-aku ? hanya lapar dan ingin memakan ini. Kau mau?" katanya gugup sembari menyodorkan apa yang Liana pegang.

Sehun menggeleng, sebelum berucap. "Tidak."

Sehun meneliti roman wajah gadis itu, oh Tuhan! Kenapa Liana bisa sesensual ini? Entah kapan Sehun sadar, gadisnya memakai sebuah gaun pendek dan belahan dada rendah yang mampu membuat kedua payudaranya sesak! Sehun tidak memungkiri ketika sisi kelakiannya mulai berteriak bak kesetanan, bahu Liana yang terbuka terasa menggiurkan untuk dicecap. Kemudian ia mengingat betapa manisnya bibir mungil yang tengah mengunyah apel dikecupnya. Sehun terkecoh dibuatnya.

Namun irasionalan itu segera Sehun enyahkan kendati sulit, ia berdeham pelan. Sekarang posisinya sulit untuk segala keadaan. "Kenapa tidak meminta memasakan sesuatu pada Bibi Han ?" Perlahan mendekati Liana, mengambil alih pisau serta apel. Mengelupasnya seluruh bagian.

Oh Sehun dangkal dalam menangkis gairah, dan ketika tatapan sayu Liana layangkan padanya, sepenuh hati ia mengerang dalam diri. Bibir molek Liana yang terbuka begitu membangkitkan dalam kemalaman yang kelabus dingin. Tiba-tiba saja Sehun merasa penuh, ia merasa menjadi lelaki paling bejat yang ada di Bumi. Bias bisikan birahi mulai mengumpul satu di atas ubun-ubun membuatnya pening.

"Bibi Han sudah tidur, tidak sopan kalau aku membangunkannya tengah malam hanya untuk membuatkan makanan yang bahkan sepele aku bisa membuatnya sendiri." Lantas Liana menjawab seadanya, ia menerima begitu saja ketika tangan Sehun memberikan potongan apel. Tangan pria itu dingin namun sanggup membuatnya merasa panas.

Oh ada apa ini dengan dirinya? Liana ingin meluruh cair ketika Sehun menatap dirinya penuh, ia menunduk sembari makan. Kenapa pria itu tidak kunjung pergi dari hadapannya! Membuat idiot dirinya saja!

"Kau tidak ingin kembali ke kamar? Barangkali kau mengantuk."

Oh Sehun tak menjawab, tungkai melangkah. Menjumput air dingin dalam satu genggaman tangan, kemudian meneguknya dalam ritme teratur. Liana memperhatikan ketika jakun pria itu bergerak naik turun secara tenang. Sadarkanlah bahwa mereka beberapa saat lalu masih bersikeras dalam sebuah tutur penolakan, bukan Sehun. Namun Liana.

Sekelebat Liana menahan nafas, kala tatapan Sehun kembali penuh ke arah Liana. Kelabus penuh rintih disana, kornea pekatnya yang tajam. "Kau tidak mengantuk?"

DAUGHTER [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang