11

10.1K 1.2K 135
                                    

Audinya terus melangkah membelah pada sisi hamparan jalan. Beberapa jenis mobil pun tampak terlihat pada netranya di sekitar saat melaju, semilir angin hampir mencapai musim dingin pun tampak meninggi suhunya menembus kaca setebal mobil.

Bunga Sakura yang semula memekar indah sepanjang jalan kini telah gugur tersapu oleh hembusan angin yang senantiasa berkibar menjatuhkan. Tubuh butuh kehangatan oleh beberapa coat berbahan tebal yang harus disiapkan untuk menyambut datangnya musim dingin esok.

Namun bukan itu hal yang utama, bukan permasalahan yang mudah lalu selesai untuk sekiannya, tapi kini adalah hanya diam yang terlihat lebih sering mendominasi saat keduanya bersama, sang wanita lebih menyukai membuang muka ke luar jendela saat satu udara, sirkulasi kecanggungan bagai orang asing kini menyeruak kembali.

Bagaimana, yang hanya dentingan napas berhembus signifikan lebih sering terdengar pada telinga keduanya. Suara penghangat begitu gusar dan kasar saat terdengar, ruangan kosong demikian pula tidak ada musik yang terputar sebagai pengiring di setiap jalannya audi. Sehun tidak pernah menyerah, bagaimana ia terus mencari topik agar ia dan Liana tidak lagi bagai orang asing yang terpaksa menghirup pada udara yang sama, bukan sepasang manusia yang terlihat terpaksa saat tertumpah pada satu tempat. Bukan sepasang manusia dengan mulut banyak diam seperti ini.

Berkali Sehun mencoba, namun gadis itu hanya mengabaikan tak acuh seraya terus melempar pandangannya ke luar jendela yang mungkin Sehun rasa di sana lebih menarik. Tidak pernah Sehun pikir akan berakibat fatal pada segalanya.

Terlebih yang lebih miris terjadi sangat fatal pada hatinya, sesak dilanda rindu ia rasakan yang hanya bisa menahan kepalan tangan pada stir kemudi untuk tidak mengelus surai hitam Liana. Kaku tubuhnya yang kini tidak bisa merengkuh Liana ke dalam pelukan kokohnya, yang akhirnya ia akan berhenti kembali bagai orang idiot bersikap gagu.

"Tiga minggu lagi kau ujian kelulusan kan?" Susah payah Sehun membuka suaranya, mencoba dan berharap gadis itu mau untuk sekedar menjawab jawaban singkat dari perkataannya. Ekor matanya melirik raut dingin Liana yang tertorehkan di setiap harinya.

"Ya.." Cukup lama Liana menjawab pertanyaan Sehun. Tanpa melepaskan pandangannya pada luar.

Sehun tersenyum separuh getir di sela-sela fokusnya menyetir. "Aku mendoakan kelulusanmu, Li."

"Ya."

Hanya itu yang terjadi di setiap harinya, bagaimana Sehun yang harus menelan pahit pada kalimat yang akan ia keluarkan untuk menjaga hubungannya dengan Liana. Sehun berjanji, tidak akan terlalu memaksakan persaannya pada Liana, tidak terlalu membebani kalimat cintanya yang akan ia ucapkan pada gadisnya. Liana yang masih di bawah status anak, entah sampai kapan ia akan terjebak dengan situsasi memilukan ini. Maka dari itu, Sehun akan menunggu untuk Liana yang menoleh berlari memeluknya, walaupun itu mustahil terjadi.

Lajunya berhenti pada gedung bertingkat , para murid berseragam terlihat berlalu lalang memasuki gerbang utama, begitu elok ketika dipandang saat netranya melihat mereka semua begitu ria menghamburkan tawanya tanpa beban, senyuman yang lantas ia ingin ukir juga walaupun kenyataan sulit untuk dilakukan. Lantas Liana segera turun untuk keluar, tanpa peduli Sehun yang terus menatapnya sendu.

"Li.." Sehun mencekal lengan Liana cepat dengan gerakan cepat, membuat gadis itu gagal membuka pintu mobil.

Liana menoleh mendapati raut Sehun yang tidak terbaca, Liana tidak pernah menyukai ini, ia tidak suka merasakan sesak yang semakin menjadi setiap bersitatap dengan bidik kelam milik Sehun. Bagaimana hatinya serasa diremas dengan kuat saat melihat wajah kuyu Sehun yang terus menampilkan segala senyum pura-puranya saat menerima penolakan yang ia berikan pada pria itu. Liana muak dengan perasaan aneh yang kini mulai menggelayuti benaknya. Nama Oh Sehun mulai memenuhi atensinya kini.

DAUGHTER [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang