Dua : We've Life

89 49 38
                                    

Sahabat adalah harta yang paling ingin aku jaga dari siapapun yang ingin menariknya dari sisiku, setelah orangtua. Tapi saat Ibuku pergi, sebagai sahabat dan seorang anak tidak ada yang bisa aku lakukan lagi. Dan aku tidak ingin itu terjadi dua kali.

Renata Aini

***

Bel pulang berbunyi.

Adalah suara yang paling disukai para siswa, setelah Ben bagi Audi. Ben adalah penyanyi wanita asal Korea Selatan yang beberapa lagunya mengiringi melodrama Korea dengan suara emasnya.

"Memangnya kita mirip ya, Ren ? Perasaan lebih cantik, putih dan—pendek kamu deh." Dengan menekan kata menjatuhkan pujian-pujian yang dilontarkan sebelumnya.

"Terima kasih—pujiannya." Renata ketus. "Hei, Nda."

Seorang gadis yang badannya lebih berisi dibanding Audi dan Renata sedang berjalan dengan memijat lengan kanannya. Sebegitu lelahnyakah di Ruang Lutut ? Seperti sehabis bergulat dengan aligator yang lebih besar dari badannya.

"Capek ?" Salah satu dari gadis berkuncir yang kemudian dikepangkan sama itu, dibalas anggukan pasrah. Dan sisanya membantu memijat lengan kiri Amanda.

"Amanda, kamu segitu lelahnya di Ruang Lutut ? Tapi masih puasa kan ?" Dua pertanyaan dilayangkan sekaligus oleh gadis berkerudung yang baru saja menghampiri ketiga sahabatnya.

Salmalea Shadika, Anggota paling pintar dan paling laku dalam hal laki-laki. Kemudian bertobat setelah memutuskan mengenakan hijab menyusul Erika Valeria dan Amanda. Namun, sikapnya yang sedikit egois dan terkadang bersumbu pendek membuatnya sering berselisih dengan Audi. Tetapi, persahabatan mereka yang telah terjalin sejak Masa Orientasi SMP memaklumkan sifat masing-masing. Ditambah dengan 3 tahun menempuh pendidikan di kelas yang sama bersama Amanda.

Sebenarnya, Amanda tidak satu kelas dengan Salma, Audi, Ren dan Val saat MOS SMP. Perkenalannya dengan Audi pun bukan dengan cara yang bersahabat. Saat Kelas VII, gadis berbadan gempal ini sering menyendiri dan dibully termasuk oleh Audi. Namun, pada akhirnya mereka menjadi dekat dan bersahabat hingga MOS SMA.

Dan beruntungnya, 5 sekawan ini termasuk 30 besar dalam daftar nilai kelulusan. Sehingga berhasil dalam seleksi di Sekolah Favorit ini.

"Masih." Gadis ini berkata lirih. Memang sadis para pengurus menjahili calon siswi dengan menggodanya dengan botol air wudhu yang mereka bawa.

Gadis berkepang kelahiran tahun 2000 itu menepuk dahinya, teringat sesuatu. "Sudah lewat pukul 12, belum ? Aku minta dijemput Aba pukul segitu tadi pagi. Yuk, ke gerbang." Menarik tangan Audi dan mengayunkan tangan sebelahnya untuk mengajak dua temannya yang lain.

Amanda menggeleng. "Nunggu Val. Toilet."

"Oh oke.... Kita duluan ya." Renata membalas dengan melambaikan tangan sejenak, kemudian menyusuri koridor bersama sahabat yang lain.

Mereka bertiga berjalan dalam pembicaraan tentang ruang MOS masing-masing. Tentang Pengurus MOS salma yang malah mengajak berdiskusi tentang 'Bagaimana cara efektif mengatasi permasalahan sampah ?', 'Bagaimana usaha yang akan dilakukan untuk sekolah jika terpilih menjadi Ketua OSIS ?' hingga 'Apa Donald Trump cocok menjadi Presiden RI ?'. Dan hal itu tentu saja bukan masalah jika cukup didiskusikan. Namun, yang dipersoalkan oleh Salma adalah semua pertanyaan tersebut harus dibuat dalam bentuk esai 1 halaman dan dalam Ruang Perut tadi siang membicarakan hampir 10 pertanyaan.
Dua gadis yang berkuncir sama itu tidak ketinggalan dengan menceritakan tentang Kak Reno yang menyebutnya kembaran.

"Sumpah, Sal. Kita jadi dikepung waktu istirahat tadi, ditanya-tanya sama CaSis lain. Kalau kembar sungguhan sekalipun, itu tetap bikin kesal. Apalagi kita kan bukan kembar, jadi temen-temen banyak tanya 'Kok bisa mirip sih ?' 'Bapaknya sama gak ?'. Pusing deh." Lontar Audi dan menoleh pada Renata. Dibalas anggukan tanda pembenaran.

"Oh ya by the way, kalau masuk sekolah. Aku pakai hijab. Ren, ikutan lah. Nanti cuma kamu doang yang ditinggal 'pulang'."

Renata spontan membunyikan jari jempol ke jari tengahnya. "Abaku dari dulu bilang gitu.".

Sesampainya di gerbang depan, seorang senior menawarkan tebengan motor kepada Renata. "Dek, Mau gak pulang sama, Kakak ?" Yang dibalas anggukan.

"Pulang dulu ya, Audi, Sal." Kemudian melesat bersama Motor Matic sepupunya hingga tidak terlihat di ujung jalan lagi.

Bunyi adzan Dzuhur dari dalam sekolah berbunyi dan Salma menepuk pundak Audi. "Shalat dulu, yuk mare.". Kemudian menunjuk arah Musolah.
"Baiklah, Salman. Banci Komplek."

***

Sekitar pukul 12.34 siang.

"Assalamualaikum, Audi pulang." Melepas sepatu dan masuk, karena pintu rumahnya hanya ditutup tanpa dikunci.

Seorang anak kecil perempuan berlari menghampirinya. "Di....di" memeluk Audi.

"Rel, mana Ibu ?"

"To—toko."

Gadis ini mengelus kepala salah satu adiknya, Aurel. Kemudian berganti pakaian untuk menjaga toko mainan punya ayahnya.

"Si Ius, di toko sama Ibu ya ?" Bertanya pada Audrey, adik perempuannya yang sedang menonton TV.

"Ho'oh."

Audi menggeleng melihat kelakuan adiknya itu. Dan mengajak Aurel ke toko.

Aurel Indah, adik perempuan Audi yang paling bungsu. Tepatnya adik kelima. Berusia 2 tahun.
"Ibu, pulang. Bawa Ius juga. Nanti nangis, aku repot." Sesampainya di toko mainan kecil yang baru sekitar 2 tahun dibangun. Namun, hanya ini pencaharian mereka.

"Iya, iya." Balas Ibu Audi dengan berusaha mengangkat badan Aulius untuk menggendongnya pulang.

Ya, Aulius Hassan belum mampu berjalan. Usianya sudah 3 tahun. Karena sejak terlahir dalam keadaan bibir sumbing dan langit-langit mulut yang kurang menutup. Sehingga sudah menyentuh meja operasi medis sejak dini. Beberapa obat-obat dokter menyebabkan perkembangan otaknya melambat hampir 2 tahun. Dirujuk sana-sini karena Rumah Sakit wilayah Tanjungpandan belum memadai dalam hal operasi tersebut. Salah satunya Oktober 2014. Ibu, Bapak dan Aulius berangkat ke Jakarta menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sehingga, Audi dan ketiga adiknya tinggal bersama nenek selama 2 bulan. Saat itu Aurel masih berusia belum genap 1 tahun dan tinggal bersama salah satu saudara dekat nenek yang belum punya anak dan dirawat sementara disana sampai Ibu dan Bapak pulang.

Audi, Audrey, Aubri, dan Aulan bahu membahu dalam menjaga toko mainannya. Memang sejak kecil sudah diajarkan mandiri. Bahkan Audi mencari uang dengan cara membuka Online Kshop.

Namun, Aulius sudah berangsur-angsur berkembang. Walau sesekali mengalami epilepsi dan harus ditahan di Rumah Sakit Umum Daerah.
Sebenarnya itu merupakan hal yang berat, pergi ke sekolah menggunakan sepeda, menjaga adik sekaligus toko, dan belajar keras untuk kelulusan SMP yang akan berlangsung dalam waktu dekat.

Mungkin itu hal yang biasa untuk orang-orang yang tidak tahu rasanya. Audi jarang menceritakan pada sahabatnya, cukup tahu saja. Karena bukan berharap untuk dikasihani. Tapi itulah hidup, terkadang cobaan itu memang sangat-sangat berat dan kau harus beradaptasi untuk mampu bertahan.

***

Tuhkan belum nyentuh Romance-nya. Karena Drei mau bikin sendiri mungkin dengan real life yang aslinya. Hidup kan gak selalu tentang cinta-cintaan. 😁 part-part selanjutnya bakal muncul kok Josh Hutcherson-nya.

Kasih kesan dan komentar dong tentang part ini. Kayaknya ada yang kurang gitu.
'Kurang bagus' dan 'Kurang apalah-apalah itu' 😂

9 Juli 2017
View 66, Vote 33

Typo kalau ada komen dibagiannya.

Closer #Wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang