Seperti jadwal yang telah ditentukan, setelah acara lamaran usai, siang harinya keluarga Mario dan Shila langsung terbang ke Padang. Mario memilih untuk menginap di Padang terlebih dahulu karena Ia akan berkunjung ke Rumah Sakit tempat Papa Shila dirawat. Sementara orangtuanya langsung melanjutkan perjalanan menuju Bukittinggi untuk menyiapkan beberapa hal.
Mario menghela nafasnya, mencoba menenangkan pikiran sebelum Ia masuk ke ruang rawat Papa Shila. Saat ini Shila masih ada di dalam ruangan untuk memberitahukan kepada Papanya akan keberadaan Mario. Kondisi yang cukup kritis serta berada di dalam ruangan intensif membuat Papa Shila tidak mudah untuk dikunjungi.
Shila keluar sesaat kemudian, perempuan itu mengisyaratkan kepada Mario agar segera masuk. Sekali lagi Mario menghela nafas, tidak lupa membaca do'a kemudian Ia segera masuk.
Begitu Mario membuka pintu, aroma obat-obatan khas rumah sakit semakin pekat menusuk indera penciuman Mario. Mario biss melihat seorang pria paruh baya tengah terbaring tidak berdaya namun berusaha tersenyum untuk menyambut Mario.
Dengan canggung Mario mendekat, lalu mendudukkan badannya di samping bangsal pria paruh baya itu. Entah mengapa rasanya saat itu juga Mario merasa begitu emosional. Ia tidak bisa membayangkan jika yang tengah berbaring di hadapannya adalah Papanya sendiri. Dan kini Mario paham, mengapa Shila berusaha keras untuk mewujudkan keinginan Papanya.
"Mario." Mario menoleh menatap pria yang terbaring lemah itu, diraihnya tangan yang terangkat kemudian Ia genggam.
"Iya om."
"Sebelumnya Om tidak pernah bertemu denganmu, Om juga belum terlalu mengenalmu. Tapi, entah mengapa, Om percaya bahwa kamu adalah laki-laki baik yang di kirim Allah untuk Arshila." Ucap Pria paruh baya itu dengan seluruh tenaganya. Sedangkan Mario hanya terdiam mendengarkannya.
"Nak.." Papa Shila terdiam. Mencoba mengatur nafasnya yang terasa berat, jelas sekali bahwa pria itu bersusah payah untjk berbicara.
"Arshila mungkin bukan perempuan paling sempurna, dia juga bukan perempuan paling cantik dia adalah perempuan dengan segala kekurangannya. Tapi dia adalah perempuan yang nantinya akan menemanimu selama sisa hidup kalian. Om percayakan Arshila padamu. Karena setelah akad nikah nanti Arshila adalah tanggung jawabmu. Segala perbuatan dan perilakunya adalah tanggung jawabmu. Tegur dan peringati dia kalau dia memang berjalan di jalan yang salah, buat dia merasa berada di rumah ketika bersamamu. Tidak ada yang lebih penting selain rumah karena di sana tempat kalian berteduh, berlindung dan berkumpul bersama."
Mario terdiam cukup lama, tanggung jawab yang barus saja Papa Shila sampaikan benar-benar terasa berat.
"Berat bukan?." Suara Papa Shila menyadarkan Mario.
Mario menggelengkan kepalanya. "Walaupun berat, InshaAllah Mario akan menjaga Arshila dengan baik, Om." Jawab Mario. Sementara laki-laki itu tersenyum.
"Satu lagi..."
"Dalam rumah tangga yang akan kalian bangun nanti pasti tidak luput dari sebuah masalah. tapi Om ingin kalian berdua tetap memegang erat tangan satu sama lain, jangan pernah lepaskan, sehebat apapun badai yang menerpa kalian." Sekali lagi Mario menganggukkan kepalanya mendengar nasehat dan pesan dari calon mertuanya itu.
"Mario. Jaga putri Om baik-baik karena setelah ini. Mungkin Om tidak bisa lagi menjaganya. Sayangi dia dan jangan buat dia terluka." Dan satu pesan terakhir itu pun menjadi penutup percakapan Mario dengan Papa Shila.
Mario berjalan keluar, kemudian memilih untuk berpamitan pulang, karena malam sudah begitu larut. Sementara ba'da subuh nanti Ia harus kembali lagi ke Rumah Sakit ini untuk melangsungkan pernikahan. Ya, secepat itu pernikahan mereka akan di laksanakan, semua begitu cepat dan rasa-rasanya Mario masih seperti bermimpi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Arshila [DREAME]
RomanceMungkin saat menikahimu tidak ada rasa cinta sedikitpun yang aku miliki. Tapi aku akan berusaha secepatnya untuk mencintaimu. Karena setelah ijab qabul yang aku ucapkan. Itu berarti kamulah penggenap separuh agamaku dan kamulah tanggung jawabku...