Hai, namaku Anya.
Aku suka menggambar, tanganku bahkan terasa sangat enteng untuk menyulap kertas putih itu menjadi gambaran indah.
Setidaknya itu dulu, ketika aku masih berusia 6 tahun.
.
.
.
♡♡♡Aku masih menangis tersedu-tedu sambil membuang benda apapun yang ada disekitarku. Mulai dari bantal kursi, taplak meja, bahkan boneka-boneka kecil yang sebenarnya sangat aku sayangi.
Aku sangat membenci wanita itu. Demi apapun, aku sangat benci dia yang sering kali tidak menepati janji. Sekalipun dia kadang baik padaku, tapi seperti saat ini. Ia bisa saja berubah jadi monster galak yang membuatku muak.
Melihat rambut bergelombang dengan tatapan menyala miliknya, aku semakin tersulut amarah. Dia pikir dia seseram apa? Aku bahkan bisa terlihat lebih seram darinya kalau aku mau.
"Jangan buang apapun lagi, Anya! Mama tidak suka.."
Wanita yang menyebut dirinya dengan sebutan 'Mama' itu mulai memunguti barang-barang yang baru saja kulempar keluar rumah.
Aku tak mengindahkan tegurannya. Melihat hanya ada pot kecil disekelilingku, aku kembali membantingnya. Aku ingin melampiaskan amarah. Aku hanya ingin didengarkan. Aku ingin dituruti keinginanku. Aku hanya ingin dia mengerti, kalau aku benci ketika dia tidak menepati janji.
"Belikan aku buku gambar.. aku tidak mau tauu!!!" Teriakku penuh amarah.
"Kamu tidak lihat, Mama sedang repot begini? Piko juga butuh Mama, jangan egois!"
Sial!
Jika tahu kalau Piko adalah orang yang bisa menghambat kebahagiaanku, aku tidak akan pernah ingin punya adik."Aku mau buku gambar, Ma.. Cepat belikan!!!" Aku kembali merengek, dengan memukul-mukul meja kayu didepanku.
Ahh, tanganku terasa sakit karena ini!
Mama pun menghampiriku setelah mengembalikan barang-barang yang tadi kulempar ketempat semula. Bukannya mendapat sebuah belaian tangan menenangkan, aku justru mendapat jeweran di telinga kiri.
"Auw"
Pekikku kesakitan. Tak cuma menjewer, dia bahkan kembali memarahiku dengan kalimatnya.
"Kamu nakal!! Jangan membuang benda apapun lagi, atau kamu tidak akan pernah mendapatkan buku gambar.."
Setelah itu, ia mengambil kunci motor dari dalam laci. Meninggalkan aku dan adikku sendirian didalam rumah untuk pergi.
"Mama akan belikan buku gambar sekarang!! Tunggu Mama dirumah.."
Aku mengangguk sambil menyeka air mata. Yes! Aku berhasil memaksa Mama untuk membeli benda yang kuinginkan. Setelah melihat ia keluar rumah dengan membawa motornya, aku baru sadar kalau dia melupakan sesuatu.
Dia lupa membawa helm miliknya.
Aku pun berniat mengejarnya. Sambil menggendong adikku yang saat itu berusia 2 tahun, aku berusaha meneriaki Mama. Memintanya kembali untuk mengenakan helm yang sudah kuambilkan dari atas meja.
"Ma.. Helm nya ketinggalan..!!"
Tapi sayangnya, Mama tidak lagi mendengarku. Karena beliau telah lebih dulu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Aku mengangkat bahu.
"Sudahlah, lagi pula tidak akan terjadi apa-apa dengan Mama. Tokonya juga hanya diseberang jalan raya.." ucapku. Kembali masuk kedalam rumah bersama Piko.
♡♡♡
.
.
.
Sampai saat ini, aku menyesal telah membiarkan Mama pergi tanpa Helmnya..Menyesal karena saat itu teriakanku tak cukup keras untuk membuat Mama kembali..
Kumohon, Ma. Kembalilah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfume Regret (END)
Short StoryPernah mencium wangi penyesalan? ** Ketika tak sedikit orang berkata "kalau saja saat itu... pasti aku akan..." Masa lalu ada untuk kita memperbaiki diri. Untuk membuat masa depan tak lantas menjadi sesal semacam dulu.