V. Korban Sesal

87 11 0
                                    

Korban itu....

.
.
.
♡♡♡

"Kak An.." Piko menyadarkanku dari lamunan. Ia mengenggam pergelangan tanganku, meminta kedua tangan kecil ini untuk tidak lagi menghalangi penglihatannya.

Ia berniat memberontak, tapi setelah aku sadar dengan apa yang aku lihat didepan, aku segera memeluk Piko. Kupeluk tubuhnya erat-erat. Sangat erat, masih dengan pandangan 'tidak percaya'-ku yang lurus kedepan.

Aku tidak ingin berpikiran buruk dulu, sebelum aku benar-benar memastikan yang kulihat tadi adalah nyata adanya.

Karena yah, ini terlalu sulit untuk dipercayai, walaupun telah disaksikan oleh mataku sendiri. Bagaimana mungkin? Batinku masih enggan menerima.

"Kak An, banyak orang lari-lari.." Masih berada dalam pelukanku, Piko berujar. "Mereka kok kayak ketakutan sih Kak An?"

Aku enggan menjawab pertanyaan Piko. Karena sejak tadi, pikiranku berkeliaran. Tepat saat aku melihat senyum itu, sebuah kendaraan besar berjuluk truk melaju kencang dari arah kanan.

Beberapa kali pengemudi truk itu membunyikan klaksonnya, dan untuk klakson terakhir, terdengar lebih lama dengan tambahan bunyi 'brak' yang membuat beberapa orang spontan berteriak.

Aku masih belum percaya, ada sebuah kecelakaan besar yang terjadi didepan mataku. Ini adalah pengalaman pertama aku melihat orang kecelakaan. "Pi, apa kita harus ikut kesana?" Tanyaku.

"Ada yang kecelakaan Kak An!!" Setelah melepas pelukanku, mata Piko langsung tertuju pada kerumunan orang di seberang jalan sana. "Kak An?"

Tanpa pikir panjang, aku menggendong tubuh Piko. Kecelakaan itu, membuat jalanan mendadak macet. Dan karena itu juga aku berani menyebrang jalan tanpa kesulitan.

Beberapa orang laki-laki langsung mengambil alih untuk mengatur lalu lintas dijalan ini. Sebelum polisi dan mobil ambulance datang, aku sempat ikut berdesakan. Menerobos masuk kedalam kerumunan.

Aku sedikit beruntung, karena tubuhku dan Piko yang masih sama-sama kecil, jadi untuk menerobos kedalam kerumunan orang dewasa itu tidak terlalu melelahkan.

Kami mencari celah diantara orang-orang itu. Kulihat, ada yang sedang mengambil gambar, ada yang sedang menutup mulutnya prihatin, ada juga yang tiba-tiba keluar dari kerumunan karena merasa mual.

Sebuah cairan merah kental yang kuketahui bernama darah itu, mengalir dari hidung, telinga dan kepala bagian belakang sang korban.

Bahkan yang tidak kusangka lagi, Kaki orang itu remuk, seperti baru saja terlindas oleh ban truk dengan berat puluhan kilogram.

Aku menutup mata Piko yang lagi-lagi mengerang kesal. Dia tidak boleh melihat ini, atau dia pasti akan menangis semalaman karena takut.

Wajah korban tabrakan itu tidak terlalu jelas, karena saat aku berusaha melihatnya lebih jeli, seseorang berseragam polisi menutupnya dengan koran.

"An.." Aku merasa bahuku dicolek seseorang.

Ahh, dia Budhe Nani. Tetangga dekat rumah yang selalu  membantu keluarga kami. Dia orang baik, dan Mama bilang, kami harus menghormatinya seperti kami menghormati nenek dan kakek yang sudah meninggal.

"Budhe, aku takut.." Aku mencengkeram daster biru muda yang ia kenakan.

"Kalau takut jangan dilihat.. Ayo pulang!!" Dia menggendong Piko, lalu menuntun lenganku untuk mengikutinya keluar dari gerombolan orang itu.

"Ayo An.." Budhe Nani memintaku berjalan lebih cepat. "Jangan pernah main di jalanan lagi, bahaya!" Aku lihat, mata Budhe memerah.

Budhe marah padaku?

♡♡♡
.
.
.

Katakan saja, aku bodoh. Kenapa aku tidak menanyakan sesuatu pada Budhe?

Kenapa? Budhe Nani, katakan kenapa saat itu aku sangat bodoh?

Perfume Regret (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang