"Buka baju, lu!" perintah Gio sewaktu mereka sudah berdua di dalam kamar. Gio membawa Valerie ke sebuah villa di daerah puncak.
Sialan! Maki Val. Ia mati kutu, nggak bisa mengelak lagi. Sekarang ia benar-benar jadi pelacurnya Gio. Bedanya Valerie nggak di bayar sama sekali.
"Lu budeg! Buka baju, lu!" Gio memandangi Val yang masih berdiri mematung dengan seragam sekolah.
"Harus langsung gitu, ya? Nggak bisa lebih lembut gitu, apa?" rungut Val sambil membuka kancing bajunya dengan gemetar. Ia takut, tapi terlalu gengsi buat mengakui perasaannya itu.
"Udah bagus nggak gue sobek baju, lu!"
"Se-semua?" Suara Val bergetar. Dia merasa terhina sekali.
"Eh-he ...." Gio tak sanggup berkata ketika melihat Val yang perlahan membuka kancing seragamnya dan menanggalkannya.
Gio sudah melihat banyak tubuh perempuan telanjang. Dari yang grade A sampai grade D. Dan Valerie bukan perempuan dengan tubuh istimewa, tapi pengaruh gadis itu padanya begitu besar. Gio mengatur napas sebaik-baiknya. Merasakan sesak yang membuat celananya menggembung.
“Shiit! Gue nggak tahan,” batin Gio.
Didekatinya tubuh Valerie dengan sekali Langkah lalu diraupnya bibir gadis itu. Dikecupnya bibir atas dan bawah bergantian dan Gio pun memasukkan lidahnya.
Val yang tidak paham hal-hal seperti ini hanya diam. Bingung dan tidak tahu harus apa. Masih ada kemarahan di hatinya dan perasaan terhina yang membuatnya ingin menendang selangkangann Gio. Tapi ditahannya karena terbayang wajah Mama dan keluarganya. Lagi pula, rasanya tidak terlalu buruk. Gio tampan meski ciumannya terlalu menggebu.
Gio merebahkan Val di kasur. Menghimpitnya dan mulai merayapi tubuhnya. Melihat Val yang tak bereaksi dan hanya diam mematung, Gio kesal. Seperti meniduri gedebog pisang saja.
“Kenapa diam?” tanyanya kesal.
Val bingung. Memang dia harus apa? Salto bolak balik? Atau jogged chicken dance?
“Gu-gue nggak tahu ….”
“Nggak tahu mau ngapain? Lu beneran baru pertama kali?” tanya Gio sambal merenggangkan jarak mereka. Val mengangguk. Gio memaki pelan.
“Ciuman juga belum pernah?” tanyanya lagi. Val menggeleng.
Gio mendengkus. Dia nggak percaya masih ada gadis seperti Val di era sekarang. Gio sering meniduri anak SMA makanya dia paham kalau anak SMA sekarang sudah banyak yang jebol.
“Umur lu berapa, sih? Masa selama berapa tahun … 17 tahun? Lu nggak pernah pacaran?”
Val mulai risih dengan pertanyaan-pertanyaan Gio. Didorongnya tubuh lelaki itu, tapi Gio tidak mau bergerak. Dia asyik mengamati wajah Val yang terlihat imut. Bibirnya yang memerah sangat lucu kalau sudah manyun. Bola matanya besar dengan alis lebat dan bulu mata lentik yang sempurna. Tatapannya sering meredup, membuat Val terlihat sangat seksi. Hidung Val mungil. Tidak terlalu mancung seperti hidungnya tapi jauh dari pesek. Dan yang membuat wajah itu semakin menggairahhkan untuk dilihat, ada tahi lalat di atas bibirnya yang membuat Gio ingin mencium terus dan terus.
“Lu cantik. Sangat cantik. Kenapa nggak pacaran? Nggak mungkin nggak ada lelaki yang suka sama lu, kan?”
Val enggan menjawab. Dia juga nggak tahu kenapa enggan pacaran. Rasanya semua anak lelaki di sekolahnya kelihatan kekanakan dan tidak dewasa. Val tidak suka kalau mereka sudah ngumpul dan ngomongin game. Game dan game. Sejauh ini memang belum ada lelaki seumurannya yang membuatnya terpikat. Meski diakui, ada banyak lelaki yang mengiriminya surcin – surat cinta – atau bahkan menembaknya terang-terangan. Sayang semua harus Val tolak karena dia memang … tidak minat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET MISTAKES (FULL VERSION DI DREAME/INNOVEL)
Romansa[COMPLETED] PINDAH KE DREAME/INNOVEL Di hapus sebagian =*= Hidupnya berubah setelah malam jahanam yang merenggut keperawanannya. Valerie yang hancur dan mencoba bangkit sendirian, terpaksa menuruti keinginan Gio karena Gio memiliki foto dan video k...