Mampus, 10 menit lagi gerbang ditutup dan gue masih di rumah dengan perut melilit begini.
Sheryl akhirnya mengambil keputusan akhir yaitu tidak menuntaskan kegiatannya dan langsung berlari mencari angkutan.
Saat jam pelajaran berlangsung, perutnya tampak tak bisa diajak berkompromi. Ia sudah dua kali meminta izin Pak Guru ke toilet, tak enak rasanya bila izin untuk yang ketiga kalinya.
Sialan ini perut, ah bodo amat pokoknya gue harus lari ke toilet
"Misi, Pak. Saya izin ke toilet lagi hehe" Cengir Sheryl sambil langsung berlari sekuat tenaga menuju toilet, meninggalkan Pak Husein yang hendak membuka mulutnya memberikan sindiran pedas yang hanya akan membuat perutnya tambah melilit
BRUK
"Anjir, nggak tau orang kebelet apa?" Bentak Sheryl kesal. Saat ia melihat siapa yang menabraknya, tatapannya terpaku beberapa detik. Mata orang itu hitam pekat. Memaksa Sheryl hanyut di dalamnya. Beberapa detik hingga perutnya kembali tak beres. Tanpa memerdulikan lelaki di hadapannya yang barusan tertabrak, Sheryl langsung berlari ke toilet yang tinggal beberapa langkah lagi di depannya.
Selesainya dari toilet, Sheryl kembali teringat lelaki itu dan entah sejak kapan, pipinya memerah. Lelaki itu berantakan, tetapi Sheryl tetap saja malu karena jelas-jelas ia mengucakan kata "Kebelet" di depan lawan jenisnya.
Sheryl kembali ke kelas dengan keadaan kelas yang kosong. Ia tampak bingung karena jam istirahat sudah lewat 10 menit yang lalu. Saat hendak duduk di kursinya, seseorang tampak berlari sambil berteriak sepanjang koridor.
"AAAAA GUE NGGAK BOLEH SAMPE KETINGGALAN" jerit beberapa di antara mereka. Sheryl langsung berlari keluar kelasnya dan mengikuti larinya anak tadi disusul oleh siswa lain yang masih berada di kelas. Dari kejauhan tampak anak-anak menggerubungi lapangan basket. Ramai sekali membuat Sheryl bingung sendiri melihatnya. Ia memilih tetap mengamati dari lantai dua. Siswa- siswa di bawahnya bagaikan semut yang sedang menggrubungi cokat. Membuat Sheryl ingin muntah.
Saat akan memalingkan mukanya dan kembali ke kelas, teriakan demi teriakan kembali terdengar, membuatnya mengurungkan niat dan pandangannya kembali ke tengah-tengah lapangan basket. Terlihat dua orag siswa laki-laki yang sedang berhadapan sambil memegang sebuah bola basket. Kayaknya bakalan ada pertandingan dadakan nih, tapi siapa lawan siapa? Tanya Sheryl dalam hati.
Sheryl terus memperhatikan, lelaki yang pertama dengan baju dikeluarkan dan rambut berantakan yang hampir melewati kerahnya. Lelaki yang satunya tidak beda jauh, namun yang satu ini rambutnya terlihat lebih rapih dan terangkat ke atas.
Merasa tak asing dengan salah satu diantara mereka berdua, Sheryl kembali mengamati dengan lebih teliti. Si lelaki dengan rambut berantakan itu. Anjir, dia cowok yang gue tabrak di depan kamar mandi. Pipinya memanas, tapi pandangannya tetap tertuju pada dua lelaki di tengah lapangan itu.
"Woi" Pundak Sheryl ditepuk oleh seseorang dari belakangnya.
"Turun aja kali kalo mau nonton, Sher" Sambung orang itu lagi.
"Sialan, Wira. Lo bikin gue jantungan, kalo gue kaget terus langsung lompat gitu gimana? Lo mau tanggung jawab ha?" Kata Sheryl dengan satu napas.
Sedikit tentang Wira. Wira ini adalah sahabat sekaligus tetangga Sheryl yang super baik. Namanya Difadi Wirawan. Sudah berteman dengan Sheryl dari masih ingusan sampai ganteng seperti sekarang. Begini kira-kira deskripsi tentang Wira, kulitnya sawo matang, rambutnya sedikit ikal namun benar-benar hanya sedikit, jadi jangan kalian bayangkan Wira itu kribo. Tubuhnya atletis dan ia adalah kapten sepak bola di Rajawali, lumayan pintar, dan yang paling penting. Wira ini humoris, itu yang membuat Sheryl betah berteman lama-lama dengan Wira.
"Elah sante kali sist, gue tangkep lah kalo lo jatoh" Jawab Wira santai
"Rese emang. Eh itu siapa sih yang lagi main?" Tanya Sheryl yang rasa penasarannya melebihi kesalnya pada Wira.
"Udah bilang gue rese, malah tanya-tanya. Ngga mau gue jawab" Ucap Wira sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan berlagak membuang muka sambil memejamkan matanya menyebalkan.
"Ah cepet jawab gue anjir" Sheryl menggerakkan tangannya ke wajah Wira dan ditariknya wajah itu supaya kembali berhadapan dengannya.
"Ih brisik lo, nih gue kenalin ya. Salah satu dari dua cowok itu ada yang namanya Naufal dan ada juga yang namanya Adrian. Lo tebak sendiri siapa siapa yang punya nama itu." Ucap Wira yang membuat Sheryl makin kesal, pasalnya ia sudah dengan telaten mendengarkan setiap kata yang diucapkan Wira. Tapi yang di dapatnya malah tebak-tebakan ambigu.
"Wir, lo tau nggak tinggi lantai dua berapa meter?"
"Kayaknya sih sekitar 3 atau 4 meteran, kenapa?"
"Kira-kira kalo lo gue jatohin dari sini, mati nggak sih? Gemes gue" Sheryl segera berlalu dan kembali ke kelasnya. Di belakangnya Wira tertawa terbahak melihat ekspresinya "Bye, Sher. Gue ke kelas dulu. Muah" Ucap Wira genit
"Najis lo" teriak Sheryl dari dalam kelasnya.
Sheryl memutuskan untuk ke kantin karena bingung juga ia di kelas hanya bersama Budi, teman kelasnya yang freak parah. Saat sedang menikmati siomay di depan matanya, rombongan siswa perempuan terdengar heboh dari kejauhan. Sepertinya mereka menuju ke kantin.
Namun sebelum rombongan siswa perempuan datang, ada seseorang yang berlari cepat menuju kantin, seperti orang kebingungan mencari tempat bersembunyi. Lelaki itu. Tanpa berlama-lama, lelaki itu bersembunyi di kolong bawah meja yang di tempati oleh Sheryl. Sheryl yang melihat langsung sontak melongokkan kepalanya ke bawah kolong.
"Eh, kurang ajar lo. Mau ngintip gue?"
"Shh" Lelaki it hanya meletakkan jari telunjuknya di depan mulut. Menyuruhnya untuk berhenti bicara. Sheryl langsung paham. Ia bersembunyi dari rombongan siswa perempuan yang datang tak lama setelahnya. Sheryl hanya diam sambil berpura-pura menikmati siomaynya yang tinggal separuh.
"Eh cupu, liat ada cowok ganteng ke sini nggak?" Ucap seorang siswi yang kalau tidak salah namanya Diana. Anak XI IPS 3. Sheryl tau Diana karena Alesha sering menceritakan kecentilan Diana kepadanya, sampai membuat Sheryl muak sendiri. Sebagai jawaban atas pertanyaan Diana, Sheryl hanya diam sambil memainkan ponselnya.
"Anjir, budek lo?" Makinya salah satu teman Diana
"Lo ngomong sama gue?" Sheryl mengangkat kepalanya.
"Iya bego."
"Nama gue bukan cupu." Ucap Sheryl sambil beranjak dari duduknya.
"Sialan banget nih cewek" Ujar Diana kepada teman-temannya.
Di dalam kolong meja terihat lelaki itu yang tersenyum diam-diam.
Keren juga nih cewek. Batinnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal
Teen Fictionhis affection was invisible but detectable *caution : this story occasionally contain harsh word (which may be unsuitable for some people)*