"Sheryl, kemana aja lo?" Tanya Alesha
"Tadi gue habis dari toilet kan lo tau, terus pas gue mau masuk kelas tau-tau ada gedebugan gitu teriak-teriak, terus gue liatin ada apa sih dari lantai dua." Jelas Sheryl malas
Guru sejarah memasuki kelas. Membuat keadaan kelas yang tadinya ramai dengan siswa perempuan yang membanggakan dua jagoan mereka di lapangan tadi mendadak menjadi sunyi senyap bagai tak ada seorangpun di dalam kelas itu. Guru sejarah Sheryl memang terbilang cukup killer. Pak Sarino namanya. Beliau adalah guru senior dengan kumis tebal yang dominan berwarna putih. Baju dengan lipatan-lipatan tegas setrikaan itu selalu di masukkan ke dalam celana kainnya yang tak kalah licin. Ya. Persis seperti yang kalian bayangkan. Pak Sarino tak segan mengeluarkan muridnya yang terlambat masuk kelas, tidak membawa buku sejarah cetak maupun tulis, dan sebagainya.
Sheryl saja pernah di usir dari kelas karena ketahuan tertidur di kelas. Padahal sebenarnya Sheryl belum tidur, ia hanya memejamkan mata sebentar, namun Pak Sarino sudah keburu melihatnya. Alhasil Sheryl berhasil diusir dari kelasnya sampai pelajaran sejarah selesai.
"Gue ngantuk parah, Lesh" ucap Sheryl saat pelajaran selesai.
"Lo mah kapan sih nggak ngantuk?" Ledek Alesha sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya.
"Sialan lo" Balas Sheryl sambil menoyor pipi Alesha.
Kedua gadis itu beranjak dari duduknya untuk meninggalkan kelas. Alesha berjalan duluan karena sudah ditunggu Ayahnya di depan sekolah. Akhirnya dengan terpaksa Sheryl harus melewati koridor sekolah yang ramai itu seorang diri. Jujur saja, Sheryl bukanlah anak yang sangat pemalu, namun ia tak suka bila terlalu banyak orang. Membuatnya mual.
"Sheryl"
Seseorang memanggil namanya. Sheryl behenti sebentar, ia tak suka bila harus terlihat seperti orang linglung demi mencari asal suara itu diantara ratusan siswa sehingga ia memilih tetap melanjutkan jalannya menuju gerbang sekolah, dan suara itu tak terdengar lagi.
Saat Sheryl keluar dari gerbang sekolah, dilihatnya bus yang akan membawanya pulang sudah ada di halte. Ia berlari menyebrangi jalan tanpa melihat kanan kiri untuk kedua kalinya.
"Anjjj...." Umpat Sheryl tertahan. Rok putihnya kotor terkena roda motor. "Pak bus, nanti dulu dong saya belum naik" Namun bus tetap melaju tanpa memerdulikan Sheryl. Diliriknya si pengendara sepeda motor itu dengan sadis.
"Lo lagi, lo lagi. Lo ada rencana bunuh gue ha?" Maki Sheryl saat diketahuinya bahwa motor ninja berwarna biru itu kembali menabraknya dan mengakibatkan roknya kotor.
"Lo lagi. Kayaknya motor gue naksir deh sama lo, buktinya main sosor aja"
"Haha, nggak lucu." Ucap Sheryl sarkastik. "Dan sekarang gue ketinggalan bus. Gara-gara lo sih semuanya" Ucap Sheryl masih dengan nada suara tinggi yang tak berubah.
"Mau gue an..." Ucapan cowok itu terputus
"Sher?" Ucap seseorang dari belakang punggung Sheryl. Gadis itu menoleh, dilihatnya Wira dengan motornya. "Ngapain, Sher? Yuk pulang sama gue aja" Ajaknya kemudian. Tanpa ambil pusing Sheryl segera menaiki motor Wira dan pulang bersamanya
"Thank's ya, Wir. Sumpah gue benci banget sama tuh cowok. Yuk masuk dulu" Ucap Sheryl saat mereka sudah berada di rumahnya. Sheryl segera menuju ke kulkas untuk mengambilkan Wira minum.
"Hahaha, kenapa emang?" Tanya Wira sambil mengambil orange juice nya
"Lo nggak tau sih, dia tuh nyoba mbunuh gue, Wir." Wira yang mendengar jawaban Sheryl langsung terbatuk.
"Ih kenapa jadi lo yang mau mati?" Tanya Sheryl sambil memainkan ponselnya.
"Seriusan lo? Dia mau bunuh lo? Gimana ceritanya?"
"Hari kemarin, bener-bener kemarin, dia mau nabrak gue, dan sekarang dia mau nabrak gue lagi. Malah udah nabrak tadi, nih lo liat. Rok gue kotor gara-gara dia " Ucap Sheryl sambil menunjukkan noda berpola roda di roknya.
"Yaelah, lo nya aja kali yang ngga ati-ati kalo mau nyebrang"
"Siapa sih dia? Lo kenal, Wir?" Tanya Sheryl
"Dia itu, itu loh yang ..." Ucapan Wira terhenti saat melihat mama Sheryl berada di depan pintu.
"Eh ada nak Wira, udah gede ya sekarang. Apa kabar?"
"Hehe iya tante, masa kecil terus. Kabar baik, te. Oh iya, sekalian saya pamit ya te, Sher. Mau ada urusan."
"Oh iya, salam untuk mama kamu ya Wira, suruh main ke sini kalo ada waktu senggang"
"Iya tante, nanti disampaiin" Kemudian Wira pergi. Sheryl masih termangu di tempatnya, bertanya-tanya tentang kelanjutan dari kalimat Wira. Ah kenapa mama harus pulang cepet sih, Wira jadi ngga ngelanjutin omongannya kan ucapnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ethereal
Teen Fictionhis affection was invisible but detectable *caution : this story occasionally contain harsh word (which may be unsuitable for some people)*