Jangan lupa untuk berikan vote, komen, kritik, juga saran kalian ya. Karantina masih lama selesainya dan sejujurnya aku bosen banget :( tapi ini demi keselamatan bersama jadi gapapa ! #dirumahaja bacanya oke ?
HAPPY READING EVERYONE !
*
Valerie meninggalkannya !
Ryan memegang tepian dinding dengan kepala berputar "Valerie meninggalkanku." ulangnya lagi pada dirinya sendiri. Ya, mimpi buruk yang selalu ia usir itu kini menjadi kenyataan. Sebelah tangannya merogoh ponselnya yang ada di dalam saku jasnya lalu menghubungi seseorang.
"Ada yang bisa kubantu Tuan Addison ?"
"Cari Valerie. Cari dia !"
"Ma—maaf Tuan, maksud anda ?"
"CEPAT CARI DIA SAMPAI DAPAT !" Ryan melempar ponselnya ke sembarang tempat lalu memukul dinding di dekatnya kencang "Sial !" dengan cepat ia berlari keluar kamar dan kembali masuk ke dalam mobilnya, lalu berlalu pergi dari situ.
Ryan menginjak pedal gas nya dalam-dalam. Tidak perduli ribuan suara klakson disusul umpatan marah orang-orang atas tindakannya ini. Suara decitan rem tidak kalah nyaringnya setelah ia menepikan mobilnya di sebuah apartment . Dengan harap-harap cemas ia berlari menuju lift dan mencari kamar yang masih ia ingat letak tempatnya.
tok.. tok.. tok..
"Kumohon—" Ryan kembali mengetuk pintu di hadapannya dengan gelisah. Tidak, ia tidak percaya Valerie meninggalkannya. Wanita itu tidak boleh pergi dari kehidupannya seperti ini.
Baru saja ia hendak mengetuk pintu, seorang pekerja mengusik kegiatannya "Maaf Tuan, saya hendak membersihkan kamar ini." sontak, darah seakan tidak lagi mengalir pada tubuh Ryan "Ma—maksud anda ?"
"Kamar ini kosong Tuan." ya ! Valerie sudah meninggalkannya. Ia sudah pergi. Ryan mengangguk samar lalu berjalan pergi dari situ. Kembali masuk ke mobilnya lalu menghajar stir di hadapannya dengan kencang "PAYAH ! AAARGGGGHH !"
Ia tidak menyangka jika Valerie bisa bertindak sejauh ini. Saat ia mulai tersadar akan tingkah lakunya yang jauh dari kata benar, wanita itu sudah lebih dulu meninggalkannya. Pergi dengan hati hancur yang membuatnya makin merasa bersalah.
Ryan melangkah gontai menuju kamarnya. Dan seketika, seluruh bayangan mengenai percintaan panasnya juga saat-saat manis bersama Valerie yang terjadi di depan matanya langsung membuat sesuatu di dalam dirinya berkobar dengan drastis. Ia mengambil sebuah guci yang ada di dekatnya lalu melemparkannya ke dinding dengan kencang.
PRANG!
"AARRRGHH !" selanjutnya ia mengambil sebuah stik golf yang tidak berada jauh dari situ dan mulai menghancurkan apapun yang ada disana "PAYAH ! AKU BODOH ! BODOH !" semua hancur, berantakan. Tidak diperdulikannya lagi baret-baret luka serta darah yang mulai mengalir dari tangannya saat ia terus meninju dinding dengan kerasnya.
Valerie pergi meninggalkanku...
Ryan jatuh terduduk dengan lemas. Air mata yang tidak pernah dikeluarkannya, kini perlahan keluar tetes demi tetes. Dan makin sesak begitu ia mengingat kesalahan fatalnya yang membuat wanita yang dicintainya itu pergi dari hidupnya.
"Aku hancur." dinding yang membisu masih menjadi sasaran kemarahan Ryan di tengah isakan tangisnya yang sayup-sayup terdengar pilu. Ini pertama kali dalam hidupnya ia bisa menangis hingga dadanya terasa sesak seperti ini. Dan apa ini yang dirasakan Valerie setiap hari karena tingkahnya ?
Ryan menggelengkan kepalanya samar, ia masih tidak percaya jika hari ini akan tiba. Ia harusnya ingat bahwa dulu betapa dirinya memuja wanita itu. Betapa berharganya Valerie di matanya hingga ia rela memberikan apapun yang wanita itu minta. Tapi apa yang dilakukannya ? Menyakitinya dengan mempertontonkan hal menjijikkan di depan mata bersih wanita itu.
Ryan merasa jijik dengan tingkahnya selama ini. Perilaku buruknya yang membuatnya tersadar bahwa masih ada wanita yang menerima seluruh kekurangan itu dengan hati yang tulus. Tapi justru ia menyia-nyiakannya, dan sekarang wanita baik itu sudah pergi dari hidupnya.
"Aku mencintainya—" lirihnya putus asa. Pikirannya yang kembali berjalan logis, mulai bisa menerima fakta bahwa Valerie, wanita yang sangat dicintainya itu, benar-benar pergi meninggalkannya. Namun sesuatu di dalam dirinya, membuat secercah semangat itu kembali dan membuat tubuhnya bergairah.
Rahang kukuhnya mengeras, dan kedua tangannya terkepal kuat "Aku harus menemukannya."
*
"Aku sudah meminta Andreas dan Norah untuk berbelanja. Mungkin mereka akan tiba nanti sore."
Valerie mengangguk lesu, mengedarkan pandangannya ke sekeliling lalu menghela napas pelan "Terima kasih banyak William."
William balas mengangguk dengan senyum hangat di wajahnya "Kau harus makan setelah ini, aku ingat kau belum makan sejak tadi." Valerie tertawa pelan mendengarnya "Perutku mual, rasanya aku tidak bisa makan apapun saat ini."
"Mungkin karena kau sudah lama tidak pergi dengan pesawat ?" gurau William yang langsung membeku begitu Valerie melontarkan jawaban padanya.
"Aku sedang hamil William."
William mengerutkan dahinya tidak percaya. Apa yang ia katakan ? Hamil ? Itu berarti dia sedang mengandung bukan ?
"Hamil ?" tanyanya yang langsung dibalas anggukan. Valerie tertawa pahit setelahnya lalu mengusap lembut perutnya yang masih nampak rata "Maaf tidak memberitahumu sebelum ini William, aku takut— kau tidak mengijinkanku pergi."
William mendesah kasar mendengar itu. Valerie benar, jika saja wanita itu sudah sejak awal memberitahunya mengenai hal ini, ia tidak mungkin membawanya pergi ratusan kilometer jauhnya dari New York "Kau harusnya katakan sejak awal padaku Valerie. Bagaimana jika—"
"Nyatanya aku baik-baik saja sekarang." sela Valerie lalu menyeringai lembut "Sudahlah William. Anak ini akan baik-baik saja bersamaku." William terhenyak melihatnya. Ia ingat sekali pernah berandai-andai jika suatu saat bisa membina sebuah keluarga kecil bersama Valerie dengan seorang anak di antara mereka. Namun lihatlah sekarang ? Wanita itu sudah mengandung anak pria lain yang menjadi suaminya. Dan bukan dirinya.
Entah cobaan macam apa lagi yang harus diterima William saat ini, tapi ia coba menguraikan senyum tenangnya. Bagaimanapun juga, cinta tidak harus memiliki bukan ? William mencintai Valerie, sangat mencintainya. Tapi semesta tidak mengijinkan dirinya untuk bersatu dengan wanita itu.
Meski begitu, ia bersyukur karena semesta selalu memberinya kesempatan untuk berdekatan dengan Valerie, wanita yang sangat ia cintai. Tidak ada wanita lain yang bisa membuatnya jatuh hati terlalu dalam seperti ini. Jatuh hati hingga ia mengesampingkan seluruh nafsunya untuk memiliki wanita itu sepenuhnya.
Cinta yang indah bukan ?
"Kelak dia akan menjadi anak yang cerdas dan mandiri sepertimu Valerie." tutur William lembut yang langsung dibalas senyuman "Dan memiliki sifat baik juga penyayang sepertimu William."
Lagi dan lagi, William terjebak dalam perasaan masa lalunya yang masih bertumbuh hingga sekarang. Ia tersenyum kikuk membalas kata-kata itu "Aku harap begitu Valerie." ucapnya lalu melangkah pergi "Aku akan siapkan makanan untukmu."
"Baiklah. Aku akan membantumu."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
MY WILD HUSBAND | END
Romansa(18+) FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA Ryan Addison. Tuan muda yang selalu dipuja oleh banyak wanita karena kesempurnaan hidupnya di segala sisi. Kesempurnaan itu turut membentuk banyak hal dalam dirinya dan membuat sikap baiknya seakan terkikis oleh gem...